tirto.id - Dalam studi sosiologi, terdapat istilah paradigma sosiologi yang masing-masingnya berisi konsep, permasalahan, dan eksemplar yang lebih dari satu teori. Salah satu paradigma sosiologi ini ada yang dikenal sebagai paradigma definisi sosial.
Melalui paradigma ini, analisis beragam fenomena dan kenyataan sosial disandarkan pada tindakan sosialnya. Menurut Suci Fajarni dalam Jurnal SAI (Vol. 1, No. 2, 2020, hlm. 137), paradigma ini paling banyak didominasi pendapat Max Weber.
Lebih lengkapnya, paradigma definisi sosial mengutamakan pemikiran individu yang idup di suatu lingkungan. Seseorang dengan pemikirannya ini bisa memengaruhi keadaan sosial masyarakat di sekitarnya.
Bukan melihat dari sisi objektif, paradigma ini lebih memainkan analisisnya ke arah subjek, yakni manusia dan isi kepalanya. Kemudian, kenyataan sosial dapat dilihat ketika manusia itu melakukan tindakan sosial.
Teori-Teori Paradigma Definisi Sosial
Berdasarkan catatan Wagiyo dalam Paradigma Sosiologi dan Teori Pendekatannya (hlm. 1.8), terungkap bahwa paradigma definisi sosial terdiri dari tiga konsep.
Di antaranya ada konsep atau teori aksi, interaksi simbol, dan fenomenologi. Terkait persamaannya, terletak pada individu kreatif (manusia) yang berperan dalam realitas sosialnya.
Berikut penjelasan mengenai ketiga teori tersebut yang sebenarnya berbeda satu sama lain:
1. Teori Aksi
Teori pertama ini sudah banyak dibahas oleh sosiolog Amerika, namun yang tercatat konkret penjelasannya hanya karya hasil Hinkle.
Terdapat beberapa dasar dari teori ini, salah satunya manusia melakukan tindakan lantaran kesadaran atau dipengaruhi hal eksternal.
Dalam menjalankan tindakan tersebut, tentu manusia harus punya tujuan. Dengan begitu, akhirnya seorang individu bisa berpikir tentang cara, prosedur, hingga alat yang nantinya digunakan dalam bertindak.
Tindakan manusia ini juga didasari oleh kondisi yang tak dapat berubah jika tak ada tindakan. Selain itu, biasanya manusia secara subjektif memikirkan proyeksi masa lalu-sekarang-masa depan. Semuanya dilakukan dengan tetap memperhatikan moral.
Lantaran subjeknya seorang individu dengan isi yang ada di kepalanya, maka analisis musti melibatkan pemahaman kondisi dan pembayangan melalui imajinasi.
2. Teori Interaksi Simbol
Menurut catatan Happy Susanto dalam Jurnal MUADDIB (Vol. 4, No. 2, 2014, hlm. 105-106), teori interaksi simbolik memfokuskan kepada struktur atau pranata sosial yang dianggap sebagai kerangka.
Nantinya, kerangka ini digunakan untuk mendefinisikan realitas sosial dan bagaimana proses interaksi berlangsung di dalamnya.
Tokoh yang mencanangkan teori ini bernama John Dewey dan Charles Horton Cooley. Mereka menjabarkan bahwa interaksi simbolik memerlukan introspeksi agar tahu bagaimana latar belakang tindakan individu.
Dengan begitu, tindakan individu nantinya dapat dianalisis berdasarkan interpretasi dengan cara merasakan stimulus (rangsangan) yang terjadi di dalam interaksi simbolik tersebut.
3. Teori Fenomenologi
Teori ini mengajukan pendapat bahwa realitas stuktur sosial punya kaitan erat dengan tindakan manusia sebagai individu. Pembenaran struktur atau gelagat kehidupan dipertimbangkan berdasarkan apa yang sudah tersusun di masyarakat.
Dengan begitu, tindakan manusia pada akhirnya hanya perlu menyesuaikan dengan paradigma masyarakatnya.
Dengan kata lain, semua perilaku individu di sebuah masyarakat tertentu bersatu padu dalam kesatuan sosial. Melalui hal tersebut, interaksi sosial bisa lestari.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Maria Ulfa