tirto.id - Ratusan mitra aplikator online seperti Grab dan Gojek menuntut agar tarif komisi aplikator diturunkan hingga 10 persen. Pasalnya, saat ini potong komisi tidak terkendali, bahkan hingga 50 persen.
Ketua Umum Pengemudi Ojol Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, mengatakan sebelumnya sudah ada kesepakatan antara mitra ojol dengan pihak aplikator. Bahkan, kesepakatan ini sudah difasilitasi oleh Kementerian Perhubungan lewat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022.
Kepmenhub ini mengatur batas maksimal potongan aplikator terhadap ojol sebesar 15 persen. Kepmenhub menjembatani tuntutan mitra yang menginginkan potongan maksimal sebesar 10 persen, sedangkan mitra menetapkan tarif 20 persen. Jalan tengahnya, potongan komisi ditetapkan 15 persen.
“Perusahaan aplikator menurunkan dari 20 persen mengambil jalan tengah di 15 persen. Pada saat itu, untuk menjaga kondusifitas kami menerima dari 10 persen kami naik 5 persen,” katanya ketika ditemui saat aksi 217 Ojol di Jakarta, Senin (21/7/2025).
Namun, di tengah jalan mitra ojol merasa Kepmenhub itu disabotase. Tak satu pun pihak aplikator menerapkan aturan yang sudah dibuat, dan tak ada sanksi bagi aplikator yang melanggar.
“Namun, ternyata di tengah jalan terjadi sabotase regulasi. Tiba-tiba perusahaan aplikasi ini meminta tambahan lagi 5 persen jadi 20 persen. Ini kami sayangkan sehingga pelanggaran yang terjadi itu membuat kami harus menekan (menuntut) kembali,” ujarnya.
Bahkan, aplikator menetapkan potongan komisi melebihi 20 persen. Mereka menetapkan berbagai potongan hingga mencapai 50 persen.
“Selama ini, semenjak regulasi itu dibuat perusahaan aplikasi ini sudah banyak memotong sampai hampir 50 persen. Ini karena tidak tegasnya pembuat peraturan atau regulator,” ucapnya.
Karena itu, pihaknya kembali menuntut agar potongan komisi dibatasi maksimal 10 persen. Mereka juga menuntut agar Undang-undang terkait transportasi online disusun. Hal ini sudah disetujui oleh Komisi V DPR RI dan tengah disiapkan.
“Namun, itu butuh waktu. Kami butuh yang bisa lebih cepat untuk mengisi kekosongan hukum di ekosistem transportasi online ini. Jadi kami minta Bapak Presiden untuk bisa menghadirkan PERPU sebagai alternatif awal sambil UU transportasi online akan dibuat oleh legislatif atau DPR RI, Komisi V DPR RI,” tuturnya.
Di sisi lain, gabungan pengemudi online, baik roda dua ojol, roda empat taksiona atau driver online, maupun kurir online ini juga menuntut adanya tarif antar barang, pengantaran barang, dan makanan.
Poin keempat tuntutan mereka adalah perlu adanya audit terhadap perusahaan aplikasi online ini. Pasalnya, sejak 2022 pihak perusahaan tidak pernah diaudit.
Terakhir, mereka meminta agar program-program seperti aceng, slot, multi-order, atau hub dihilangkan. Berbagai program ini menurutnya menimbulkan banyak masalah dan merugikan mitra.
“Contoh yang multi-order. Terakhir kemarin di Yogyakarta ada perkara, ada kasus driver online bentrok dengan pengguna karena terlambat mengantar makanan. Ini akibat dari adanya multi-order atau double order,” terangnya
“Nah, juga ada argo aceng dan slot. Ini sangat disayangkan oleh kawan-kawan. Perusahaan aplikasi itu hanya membayar sebesarannya Rp5.000. Nah, sedangkan penumpang atau pengorder ini kadang membayar sampai Rp20.000, Rp25.000,” tambahnya.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Dwi Aditya Putra
Masuk tirto.id







































