Menuju konten utama

Tanggapan BPS soal Temuan Kepala Daerah Akali Data Inflasi

BPS memiliki metodologi tertentu yang sudah mengacu pada standar internasional dalam mengumpulkan data.

Tanggapan BPS soal Temuan Kepala Daerah Akali Data Inflasi
Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti dalam Konferensi Pers Menjaga Daya Beli Kelas Menengah Sebagai Fondasi Perekonomian Indonesia, di Jakarta, Jumat (30/8/2024). tirto.id/Nabila

tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) buka suara terkait adanya laporan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, yang mengungkapkan masih banyak pemerintah daerah yang berbuat curang dengan memanipulasi data inflasi demi mendapatkan insentif.

Merespons itu, Pelaksana Tugas Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menegaskan BPS memiliki metodologi tertentu, yang sudah mengacu pada standar internasional dalam mengumpulkan data.

“BPS menjaga independensi pengolahan data maupun pengumpulan data. Tidak ada intervensi dari pihak lain," tegasnya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (1/10/2024).

Amalia menyatakan, untuk mengukur dan menentukan data harga di daerah, BPS menggunakan metode sampling tertentu yang sesuai dengan kaidah metodologi statistik. “Dan ini angka yang dihasilkan BPS tentunya dapat dipertanggungjawabkan independensinya,” tekannya.

Amalia juga menegaskan bahwa BPS memiliki metode tertentu dalam menentukan waktu, tempat, target responden untuk menghimpun data inflasi. Salah satu cara pemerintah pusat dan daerah dalam mengendalikan angka inflasi yakni melakukan operasi pasar murah.

“Operasi pasar murah itu jadi langkah konkret pemerintah kendalikan inflasi di daerah. Pembentukan harga di daerah yang di tempat kita survei, sangat dipengaruhi mekanisme pasar,” lanjutnya.

Sebelumnya, Mendagri Tito mengungkapkan bahwa para kepala daerah memiliki modus tersendiri untuk mengakali angka inflasi agar tetap rendah di wilayah yang dipimpinnya. Tito dengan tegas mengatakan pihaknya akan memberikan sanksi tegas kepada daerah yang tak bisa mengendalikan inflasi, yakni pemecatan.

Menurut Tito, modus ini telah diketahui Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, saat mendatangi pasar-pasar di daerah, Jokowi kerap menemukan ketimpangan harga antara satu pasar dengan pasar lainnya.

Tito lantas menjelaskan bahwa sudah biasa terjadi perbedaan harga di pasar-pasar bahkan yang terletak di daerah yang sama.

“Saya punya trik yang lain juga. Angka itu mungkin di daerah itu, tapi daerah lain kan enggak. Cuma dalam hati saya, jangan-jangan yang daerah dicek itu yang kepala daerahnya sudah membuat gerakan pasar sebelum Presiden datang,” tuturnya.

Meski begitu, Tito memastikan cara culas ini tak dilakukan berulang oleh pemerintah daerah. Selain memecat kepala daerah, dirinya juga telah meminta kepada BPS untuk menyediakan opsi pasar lain, selain pasar-pasar yang biasa mereka survei.

“Teman-teman BPS harus mulai akalin juga. Pak, saya biasa ambil data di situ. Tapi nanti tolong ambil data di tempat lain, gitu. Karena kami ingin dapat data yang betul-betul akurat. Supaya jangan sampai nanti salah,” kata Tito.

Sebaliknya, Tito mengatakan pihaknya akan memberikan penghargaan berupa Dana Insentif Daerah (DID) dari Kementerian Keuangan sebesar Rp6-10 miliar, bagi kepala daerah yang berhasil mengendalikan inflasi.

Katanya, hadiah ini akan diberikan tiga bulan sekali kepada kepala daerah yang berhasil mengendalikan angka inflasi dan menjaganya agar tetap stabil.

“Tiap tiga bulan sekali Menteri Keuangan memberikan Dana Insentif Daerah. Itu besarannya Rp6-10 miliar per daerah yang dianggap bisa mengendalikan inflasi. Total satu tahun tuh Rp1 triliun yang disiapkan Menteri Keuangan, ibu Sri Mulyani,” ucap Tito.

Baca juga artikel terkait INFLASI atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Anggun P Situmorang