Menuju konten utama

Surati Badan Statistik PBB, Celios Minta Data Ekonomi RI Diaudit

Celios melihat bahwa data pertumbuhan ekonomi kuartal II yang dirilis BPS janggal dan tidak sesuai dengan kondisi riil perekonomian nasional.

Surati Badan Statistik PBB, Celios Minta Data Ekonomi RI Diaudit
Pengendara sepeda motor melintas di dekat proyek MRT fase 2A di kawasan Glodok, Jakarta, Selasa (21/1/2025).ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nym.

tirto.id - Center of Economic and Law Studies (Celios) telah mengirimkan surat kepada Badan Statistik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), United Nations Statistics Division (UNSD) dan United Nations Statistical Commission untuk mengaudit data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Selasa (5/8/2025). Pasalnya, Celios melihat bahwa data pertumbuhan ekonomi kuartal II yang dirilis BPS janggal dan tidak sesuai dengan kondisi riil perekonomian nasional.

“Surat yang dikirimkan ke PBB memuat permintaan untuk meninjau ulang data pertumbuhan ekonomi pada triwulan ke-II 2025 yang sebesar 5,12 persen year-on-year (yoy),” kata Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (8/8/2025).

Celios mencoba melihat ulang seluruh indikator yang disampaikan BPS, dan menemukan industri manufaktur tumbuh tinggi di level 5,68 persen (yoy), dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 18,67 persen. Ini berlawanan dengan PMI manufaktur Indonesia yang mencatatkan kontraksi di posisi 49,2 pada akhir Juli 2025, lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yang berada di level 46,9.

“Porsi manufaktur terhadap PDB juga rendah yakni 18,67 persen dibanding triwulan ke I 2025 yang sebesar 19,25 persen, yang artinya deindustrialisasi prematur terus terjadi. Data PHK massal terus meningkat, dan industri padat karya terpukul oleh naiknya berbagai beban biaya. Jadi apa dasarnya industri manufaktur bisa tumbuh 5,68 persen (yoy)?” tanya Bhima.

Karena itu, melalui surat ini Celios meminta agar UNSD dan United Nations Statistical Commission dapat meminta BPS agar menjelaskan metode perhitungan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 dengan transparan. Tidak hanya itu, sebagai lembaga pemerintah yang tunduk pada standar statistik internasional, BPS perlu bebas dari kepentingan politik, transparan dan menjaga integritas data.

Karenanya, jika ada intervensi di balik penyusunan data BPS, artinya ada Prinsip Fundamental Badan Statistik (Fundamental Principles of Official Statistics) yang ditentang. Direktur Kebijakan Fiskal Celios, Media Wahyudi Askar, pada kesempatan yang sama menambahkan, data yang kredibel bukan hanya persoalan teknis, melainkan juga berdampak pada kredibilitas Indonesia di mata dunia. Dan lebih penting dari itu, kesejahteraan rakyat.

“Data ekonomi yang tidak akurat, khususnya jika pertumbuhan dilebih-lebihkan, dapat menyesatkan pengambilan kebijakan. Bayangkan, dengan data yang tidak akurat, Pemerintah bisa keliru menunda stimulus, subsidi, atau perlindungan sosial karena menganggap ekonomi baik-baik saja. Pelaku usaha, baik itu besar dan UMKM, para investor dan masyarakat pasti akan bingung dan terkena dampak negatif,” tegas Media.

Terpisah, Ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai jika data yang disajikan BPS tidak valid, Indonesia berpotensi kehilangan peluang untuk maju. Sebab, berbagai kebijakan penting didasarkan pada data yang salah.

“Ini akan melahirkan kebijakan yang disconnect dengan reality,” katanya.

Selain itu, jika data pertumbuhan ekonomi kuartal II tidak benar, Indonesia juga akan dipusingkan dengan berbagai fenomena aneh, seperti rasio perpajakan (tax ratio) yang terus turun, Rasio Output Modal Inkremental atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR) akan melejit, hingga jumlah tenaga kerja yang diciptakan per 1 persen pertumbuhan PDB akan terus merosot.

Namun, dalam situasi ini, masyarakat harus meyakini bahwa data BPS adalah benar, hingga terbukti sebaliknya. Merevisi data adalah hal lumrah, pernah dilakukan oleh banyak lembaga dunia. Bahkan, oleh BPS sendiri.

“Revisi statistik ada di ranah teknokrasi dan akademis; update atau perbaikan adalah hal yang lumrah dan justru diapresiasi. Idealnya, BPS mengundang para ekonom untuk berdiskusi secara transparan, tentang bagaimana angka-angka itu diukur. Saya yakin, para ekonom siap men-support apapun angka BPS jika itu benar, tetapi BPS juga perlu legowo jika ternyata datanya salah,” tegas Wijayanto.

Baca juga artikel terkait PERTUMBUHAN EKONOMI RI atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Insider
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Dwi Aditya Putra