tirto.id - Strategi dakwah Rasulullah di Madinah berubah setelah menerima berbagai gangguan dan siksaan dari kafir Quraisy Makkah. Rasulullah pun berpikir untuk mengubah strategi dakwahnya.
Terlebih, dalam tiga tahun terakhir di Makkah, sejak 620-622 M, Nabi Muhammad SAW kedatangan sekelompok orang Yatsrib dari Kabilah Aus dan Khazraj yang menyambut baik ajaran Islam.
Dakwah Islam yang ditolak di tanah kelahirannya, Makkah, ternyata memperoleh dukungan dari daerah lain.
Pada 621 M, Nabi Muhammad kedatangan tujuh orang dari Kabilah Khazraj dan Aus untuk masuk Islam dan melakukan perjanjian di tempat yang bernama Aqabah.
Perjanjian tersebut dikenal dengan Perjanjian Aqabah I yang berisi iktikad untuk tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak saling memfitnah, dan tidak durhaka pada Nabi Muhammad.
Setahun setelahnya, pada 622 M, orang-orang Yatsrib datang lagi dengan maksud melakukan Perjanjian Aqabah II, sekaligus mengundang Nabi Muhammad SAW untuk hijrah ke Yatsrib.
Di Perjanjian Aqabah II, Rasulullah memiliki kesan bahwa Islam telah siap berkembang di Yatsrib atau Madinah.
Keputusan hijrah ke Madinah ini bukanlah keputusan hijrah yang pertama. Sebelumnya, umat Islam sudah pernah berhijrah ke Habasyah atau Ethiopia (615 M).
Lantas, ketika melihat potensi berkembangnya Islam di Madinah, Nabi Muhammad memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk berhijrah secara sembunyi-sembunyi menuju Madinah.
Strategi Dakwah Nabi Muhammad SAW di Madinah
Setelah hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad SAW menerapkan sejumlah strategi dakwah untuk menjadikan Madinah sebagai pusat pemerintahan Islam di kala itu. Apa saja strategi dakwah Rasulullah di Madinah?
Berikut ini penjelasannya sebagaimana dikutip dari uraian "Sejarah Dakwah Rasulullah SAW di Mekah dan Madinah" yang terbit di Jurnal IAIN Pontianak.
1. Mendirikan Rumah Ibadah
Setelah beberapa bulan Rasulullah sampai di Madinah, beliau memerintahkan umat Islam untuk membangun masjid di tanah yang dibeli dari dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail asuhan Mu'adz bin Afra.
Masjid itu kelak dikenal sebagai Masjid Nabawi, sebagai pusat dakwah, selain untuk melaksanakan ibadah, dan mengajarkan nilai-nilai persaudaraan.
Tidak hanya itu, Masjid Nabawi juga menjadi sarana penting untuk merundingkan masalah-masalah yang dihadapi umat Islam.
2. Menciptakan Persaudaraan Baru
Umat Islam yang meninggalkan Makkah ke Madinah dikenal sebagai golongan Muhajirin dan orang-orang Madinah disebut kaum Anshar.
Ketika berhijrah ke Madinah, banyak kaum muslimin Makkah yang menderita kemiskinan karena meninggalkan harta kekayaan mereka di Makkah.
Untuk mengatasi hal tersebut, Nabi Muhammad SAW mengikat persaudaraan baru antara kaum Muhajirin dan Anshar. Sebagai misal, Abu Bakar dipersaudarakan dengan Kharijah bin Zuhair, Ja'far ibnu Abi Thalib dengan Mu'az ibnu Jabal, dan lain sebagainya.
Persaudaraan yang dibangun atas ukhuwah agama dan disatukan sendiri oleh Nabi Muhammad itu memiliki pertalian erat, serta kekuatan utuh dalam Islam.
3. Perjanjian dengan Masyarakat Non-Muslim Madinah
Selain mempunyai hubungan baik dengan kabilah-kabilah Arab di Madinah, Nabi Muhammad kemudian membuat perjanjian damai dengan masyarakat Yahudi dan non-muslim Madinah.
Perjanjian itu dikenal dengan sebutan Piagam Madinah yang berisi pernyataan bahwa para warga muslim dan non-muslim di Yatsrib (Madinah) adalah satu bangsa, dan orang Yahudi dan Nasrani, serta non-muslim lainnya akan dilindungi dari segala bentuk penistaan dan gangguan.
Piagam Madinah yang berisi 47 pasal itu mengatur perpolitikan, keamanan, kebebasan beragama, serta kesetaraan di muka hukum, perdamaian, dan pertahanan Madinah di masa itu.
4. Membangun Pranata Sosial dan Pemerintahan
Nabi Muhammad SAW mendakwahkan Islam di Madinah bukan hanya dalam bentuk agama, melainkan juga sistem politik, pemerintahan, militer, dan lain sebagainya.
Karena itu juga, ayat-ayat Al-Quran yang turun di di periode Madinah (ayat-ayat Madaniah) sebagian besar berisi aturan muamalah dan pembinaan hukum.
Strategi dakwah Nabi Muhammad adalah strategi membentuk pratana sosial dan pemerintahan dalam bentuk negara Islam, yang pusat pemerintahannya di Madinah.
Dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW di Madinah memperoleh sambutan beragam.
Ada yang menerimanya dengan tangan terbuka, ada yang menolaknya terang-terangan, dan ada juga yang diam-diam tidak suka atas dakwah tersebut, namun tidak berani berterus-terang karena umat Islam berjumlah mayoritas di Madinah.
Hikmah di Balik Kisah Hijrah
Laman NU Online menulis, semua langkah Rasulullah dalam perjalanan hijrah adalah tugas penerapan syariat (wadhifah tasyri‘iyyah) yang mesti dijalankan. Ketika itu sudah dilaksanakan, Rasulullah tinggal mengaitkan hatinya kepada Allah dan bersandar hanya pada petunjuk dan pertolongan-Nya. Maka, setiap Muslim harus menyadari bahwa mereka dilarang menyandarkan segala sesuatu kecuali kepada Allah, tanpa mengabaikan prinsip kausalitas (sebab akibat).
Ada Mukjizat paling menonjol dalam perjalanan hijrah Rasulullah, yaitu ketika beliau berhasil keluar dari rumahnya tanpa diketahui kaum musyrik yang sudah mengepung rumah dan berjaga-jaga di setiap sudut.
Mukjizat ini menjadi semacam maklumat bagi kaum musyrik di setiap tempat dan waktu bahwa penindasan dan penyiksaan yang dialami Rasulullah dan para sahabat dalam perjuangan membela agama, tidak serta-merta mengindikasikan bahwa Allah menelantarkan mereka dan mereka jauh dari kemenangan.
Sama-sekali tidak! Kaum musyrik dan semua musuh Islam jangan merasa senang dulu. Sebab, pertolongan Allah amat dekat dan jalan menuju kemenangan selalu ada, kapan pun dan di mana pun.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno
Penyelaras: Yulaika Ramadhani