Menuju konten utama

Stafsus BUMN: Penempatan Pendukung Prabowo Bentuk Kesinambungan

Arya Sinulingga memastikan bahwa pengangkatan pendukung sebagai komisaris tidak akan memengaruhi kinerja BUMN.

Stafsus BUMN: Penempatan Pendukung Prabowo Bentuk Kesinambungan
Arya Sinulingga (kiri). ANTARA FOTO Ismar Patrizki/nz/11

tirto.id - Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Arya Sinulingga, mengungkapkan bahwa pengangkatan beberapa pendukung presiden terpilih, Prabowo Subianto, sebagai komisaris di perusahaan pelat merah adalah suatu bentuk kesinambungan pemerintahan.

Menurut Arya, jika menilik ke belakang, hanya Prabowo saja presiden terpilih yang menerapkan program-program keberlanjutan.

Baru kali inilah pemerintahan kita tidak putus. Ini namanya berkesinambungan. Baru kali ini. Zamannya Bung Karno ke Pak Harto, itu putus banget. Dari Pak Harto ke Habibi, itu reformasi. Habibi ke Gus Dur, itu putus juga. Gus Dur ke Megawati, putus juga. Dari Megawati ke SBY, putus juga. Dari SBY ke Pak Jokowi, putus juga,” jelas Arya saat ditemui di Kawasan Pos Bloc, Jakarta, Rabu (24/7/2024).

Menurut Arya, proses transisi pemerintahan bisa berjalan lebih mudah dengan kebijakan yang berkesinambungan ini. Selain itu, setiap pemerintahan memiliki arah kebijakan sendiri sehingga sebagai pemegang saham mayoritas, pemerintah berhak menentukan arah kebijakan BUMN.

Namanya pemerintah, dia itu punya arah kebijakan. Setelah ganti pemerintahan, maka dia punya arah kebijakan juga. Termasuk BUMN yang di dalamnya adalah kepemilikannya adalah pemerintah sebagai pemegang sahamnya. Maka wajar pemerintah ikut campur di urusan yang namanya BUMN,” jelas dia.

Arya juga mengatakan bahwa BUMN tidak pernah bisa lepas dari politik. Sebab, semua urusan BUMN, mulai dari keputusan untuk merger, holding, hingga penambahan modal, harus dilaporkan terlebih dulu kepada DPR RI.

“Itu sudah dibuktikan sejak zaman Bung Karno sampai kemarin zaman Pak Jokowi. Udah terbukti. Egggak ada yang putus BUMN. Jadi, jangan kita bilang-bilang seakan ini jadi barang haram. Ini halal,” imbuhnya.

Meski banyak orang dekat Prabowo atau orang partai yang kini duduk di kursi komisaris, Arya memastikan hal tersebut tidak akan memengaruhi kinerja BUMN. Sebaliknya, BUMN pada tahun lalu mencatatkan dividen sekitar Rp84 triliun, naik signifikan dari 2019 yang hanya sebesar Rp42 triliun.

“Artinya, kita sudah membuktikan. Walaupun komisarisnya ada unsur politiknya, ternyata kinerja BUMN-nya mantap. Kinclong. Paling tidak, kita membuktikan bahwa itu [pengangkatan pendukung sebagai komisaris] enggak ngaruh-ngaruh banget gitu,” jelas dia.

Arya juga bilang bahwa baik Burhanuddin Abdullah yang baru menjabat sebagai Komisaris Utama dan Andi Arief sebagai Komisaris PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) maupun Fauzi Baadilah sebagai Komisaris PT Pos Indonesia (Persero) dipilih berdasar pertimbangan matang. Andi Arief, misalnya, dipilih berdasarkan pengalaman sebelumnya sebagai Komisaris Utama Pos Indonesia.

Kemudian, Burhanuddin Abdullah dipilih berdasar pengalaman keekonomiannya. Burhanuddin pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia periode 2003-2008. Di sisi lain, Fauzi Baadilah dipilih karena latar belakangnya sebagai pelaku industri kreatif.

Memang, PT POS itu melakukan perubahan transformasi kepada urusan-urusan kreatif, digital, dan sebagainya. Dan kalian tahu enggak? Berapa banyak asetnya PT POS yang harus kita berdayakan dengan digabungkan dengan industri kreatif? Dan kami butuh namanya Fauzi Baadila karena dia menuju ke sana. Kita menuju ke arah mengawinkan PT POS ini dengan industri kreatif,” ungkap Arya.

Baca juga artikel terkait KOMISARIS BUMN atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi