Menuju konten utama
Budi Karya Sumadi

Soal Penjarahan Kapal: "Kalau Ada Pelanggaran, Kami Akan Tindak"

Bersama para stafnya, Budi Karya Sumadi mengaku tidak tahu menahu soal penjarahan bangkai-bangkai kapal bersejarah di Perairan Indonesia.

Soal Penjarahan Kapal:
Budi Karya, menteri perhubungan. Tirto/Teguh Sabit Purnomo

tirto.id - Aroma tak sedap muncul dari temuan soal penjarahan bangkai kapal-kapal bersejarah di perairan Indonesia. Banyaknya kapal-kapal bersejarah hilang yang tenggelam di perairan Indonesia diindikasikan menggunakan modus pembersihan alur laut. Izin kepada perusahaan itu dikeluarkan langsung oleh Kementerian Perhubungan.

Pada sebuah rapat yang digelar di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, diskusi membahas hilangnya kapal-kapal bersejarah itu pernah dilakukan. Menteri Perhubungan Budi Karya menjadi salah satu pejabat yang hadir mewakili beberapa instansi yang diundang membahas masalah ini. Hasil rapat meminta Kementerian Perhubungan untuk tak lagi mengeluarkan izin salvage. Ia juga diminta merevisi Peraturan Menteri karena aturan yang dibuat di era sebelumnya itu memiliki banyak celah yang bisa dipakai untuk mengangkat bangkai kapal bersejarah.

Ditemani sekitar sepuluh stafnya, dari tingkat eselon I hingga II, Menhub Budi menerima kedatangan Tirto di lantai delapan Kantor Kementerian Perhubungan. Ia berjanji bakal menindak oknum di instansinya yang terbukti terlibat menjadi beking pengangkatan kapal-kapal bersejarah.

“Kalau dia melanggar, ya, kami lakukan tindakan,” ujar Budi Karya.

Berikut petikan wawancara Tirto dengan Budi Karya Sumadi terkait raibnya bangkai kapal-kapal bersejarah di perairan Indonesia.

Bisa dijelaskan kenapa Kementerian Perhubungan akhirnya diundang ikut dalam rapat koordinasi terkait hilang­nya kapal-kapal bersejarah?

Saya mungkin akan memberi satu payung tentang bagaimana kesertaan Kementerian Perhubungan dalam konteks itu, tapi detail-detailnya akan dijawab oleh teman-teman dari orang laut atau orang hukum, atau dari orang luar negeri.

Memang kalau Kementerian Perhubungan itu lebih berbicara mengenai konektivitas. Nah kalau konektivitas dari satu tempat ke tempat lain, memang ada undang-undang, ada peraturan yang bersinggungan dengan kapal-kapal [bersejarah] tersebut. Dan persinggungan itu dalam konteks dua hal. Satu, kapal-kapal tersebut mengganggu jalur konektivitas tersebut. Kedua, kalau dilakukan upaya pencarian atau pengangkatan, Kementerian Perhubungan berkepentingan dalam hal keselamatan dan oleh karenanya kami dimintai izin untuk itu.

Belanda memang yang memulai isu ini ketika Mark Rutte (Perdana Menteri Belanda) datang ke sini bertemu dengan pak Presiden. Itu kami tindaklanjuti dan keberlanjutan itu tidak ada hal-hal yang dilakukan di lapangan. Jadi secara formal ada komunikasi, tapi di lapangan setahu kami tidak ada.

Bahwa ada masalah-masalah, atau terjadi sesuatu, kami [justru] ingin tahu itu kalau [memang] ada dan saya, kami, memang akan secara konsisten melakukan penegakan hukum dan memberikan hukuman apabila terjadi sesuatu hal-hal yang tidak diinginkan.

Nah ini saya urut siapa yang akan menjawab. Pertama, dari Bidang Luar Negeri Kemenhub.

Agus Prihatin Saptono, Kepala Biro Kerjasama di Kementerian Perhubungan:

Seperti yang disampaikan Pak Menteri tadi bahwa awalnya pada saat PM Belanda datang ke sini menyampaikan permintaan agar Indonesia bisa membantu perlindungan heritage maritim. Nah oleh karena itu, Kementerian Luar Negeri menyampaikan upaya koordinasi dengan berbagai pihak. Dan pada pertemuan yang kedua, yang tadi bapak [Tirto] sampaikan, kenapa kok Kemenhub diajak?

Sebenarnya, apa yang dilakukan Kementerian Luar Negeri sudah sesuai dengan aturan yang ada. Kenapa Kemenhub ikut terlibat karena berhubungan dengan konektivitas, yakni penarikan, pengerukan dan pengangkatan. Sebenarnya dalam hal ini kami siap melakukan kerjasama pelestarian maritim. Kemudian kedua, adanya harapan atas hukum internasional kami dalam hal kelautan, sementara kami juga akan menghormati warisan kelautan. Misalnya dalam contoh, izin penyelaman dan penyelamatan itu tentunya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, dengan izin dari Kementerian Perhubungan.

Dalam hal ini, sejak awal, karena sejak awal kami tidak tahu karena tidak pernah ada laporan resmi, tiba-tiba muncul reaksi dari media Belanda dan akhirnya Kemenlu melakukan tindak lanjut. Nah di sini, seharusnya dilaporkan posisi kapalnya yang tenggelam. Sementara dalam kasus ini, setelah kapal itu hilang, sebagian yang baru itu dilaporkan [oleh Belanda].

Kami ingin sampaikan di sini ialah penghormatan atas hukum nasional itu penting. Itu saja. Versi Belanda mengenai izin [meneliti lokasi kapal-kapal] ini, mereka bilang tidak pernah mendapat izin pemerintah Indonesia untuk melakukan penyelaman, kemudian mereka mengirim tim swasta melakukan penyelaman di lokasi tenggelamnya kapal perang milik Belanda. Apakah benar, pemerintah Belanda pernah mengajukan izin penyelaman di lokasi kapal perang mereka di Laut Jawa?

Johnny Silalahi Direktur KPLP Kemenhub:

Selama izin itu memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh pemerintah, kami tidak pernah mempersulit untuk itu.

Budi Karya Sumadi, Menteri Perhubungan:

Izin itu ada tidak?

Johnny Silalahi:

Kami tidak tahu, Pak, dan [per]memohon[an] tidak ada.

Budi Karya Sumadi:

Kalau pengalaman saya dengan Belanda itu kami dekat dan kalau ada hal-hal yang sensitif pasti dia ketemu saya. Buktinya di Kuala Tandjung. Jadi waktu itu saya komplain, kok tidak mulai-mulai. Nah itu duta besarnya datang. Jadi rasa-rasanya, selama 1,5 tahun ini, saya cair banget dengan duta besarnya. Nah takutnya, ini cuma isu di kalangan swasta saja. Karena kalau yang namanya barang-barang ini [bersejarah] ada barang yang berharga juga. Bisa saja mereka yang bermanuver, tapi saya pastikan itu tidak ada. Dan saya yakin untuk Belanda ini, saya dekat untuk bicara [dengan mereka]. Dengan Rusia dekat, tapi dengan Belanda dekat.

Sampai saat ini belum ada yang ditetapkan sebagai cagar budaya atau kawasan konservasi maritim, [sehingga] tidak ada sanksi kepada para pencuri kapal bersejarah?

Ya, tergantung gradasi kesalahannya, kan? Kalau itu dari orang kami (Kemenhub) paling ringan dipindahkan, agak berat diturunkan dan sampai dikeluarkan. Kami secara reguler melakukan itu. Memindah, lalu diturunkan pangkat atau jabatannya dan yang ketiga diberhentikan. Nah kalau itu menyangkut operator (perusahaan swasta) sanksi kami adalah akan mencabut izinnya. Selama 1,5 tahun belum ada kasus yang disampaikan. Artinya belum ada pihak-pihak yang mengajukan hal-hal tersebut. Nah, kalau nanti ada pihak-pihak yang mengadukan hal tersebut, kami punya PPNS yang bisa mengklarifikasi itu dan saya punya tim khusus yang bisa mengklarifikasi kebenaran-kebenaran apa yang dilakukan.

Terkait kasus hilangnya kapal Belanda tadi, apakah ada yang sudah dilakukan, misalnya investigasi?

Sampai sekarang kami tidak tahu. Paling tidak, sampai saat ini kami belum menemukan dokumen, kami diajak dan sebagainya begitu. Tapi, anyway, satu atau dua hari setelah kami peroleh dokumennya, kami jelaskan nanti. Sementara belum tahu. [Memang] ada ajak mengajak. Karena di laut hampir 100 persen (orang-orangnya termasuk Dirjennya) baru menjabat. Pak Johnny orang lama, tapi baru beberapa hari di sini. Jadi nanti kami klarifikasi. Kami nanti tetap coba klarifikasi dan Pak Bambang coba browsing saja terkait itu. Sampai tadi saya klarifikasi dari berita-berita yang menyatakan bahwa Kementerian Perhubungan diajak.

Terkait rapat lintas kementerian di Kemenkomaritim, apa isi kesimpulan dari rapat itu sebenarnya?

Kalau itu ada suatu inisiasi membuat alur pelayaran lebih singkat. Tapi sampai saat ini relatif dangkal di beberapa tempat yaitu dari Selat Malaka menuju ke daerah Belitung. Inisiatifnya itu. Karena inisiatif itu, ada kemungkinan akan terkena bangkai-bangkai kapal tersebut (bersejarah), maka dilibatkanlah pihak-pihak tertentu, dilibatkan pula Kemendikbud, karena mengenai itu bukan domain kami, itu domainnya Dirjen Purbakala dan itu harus ada izin. Jadi waktu itu hanya sebatas itu saja.

Kami mendapat informasi, jika hasil rapat itu akan ada moratorium terkait izin pengangkatan kapal terkait pembersihan alur laut?

Saya tidak terlalu clear mengenai itu. Tapi intinya begini. Dalam rapat itu memang ada satu ide, saya lupa siapa yang menyampaikan, bahwa keberadaan kapal-kapal itu adalah bagian dari heritage yang harus dipertahankan. Dan dengan adanya heritage itu bisa juga menjadi potensi pariwisata.

[Budi Karya lantas bertanya kepada Dirjen Hubungan Laut, Agus H Purnomo]

Agus Purnomo: Jadi bukan moratorium. Jadi bagian dari heritage atau cagar budaya itu Diknas akan menetapkan. Kalau diperlukan bahkan bisa diolah oleh negara pemilik kapal sebagai cagar budaya. Tapi kalau untuk konektivitas (alur pelayaran) itu harus tetap jalan terus karena itu tidak boleh berhenti. Dan sepanjang ini, tidak ada kapal yang terkait dengan heritage dalam proses pembersihan alur laut atau konektivitas.

Bukankah pertemuan itu juga membahas hilangnya kapal-kapal bersejarah Belanda karena berkaitan dengan Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS)?

Tidak tahu. Waktu di Kemenkomaritim kami tidak membahas soal Surabaya, tapi membahas soal alur laut dari Selat Malaka ke Belitung. Masalahnya itu. Saya dengarlah [soal] APBS, tapi kami tidak ngomong soal itu.

Tapi bukankah hilangnya kapal bersejarah itu berhubungan dengan pembersihan alur? Kemudian rapat itu memutuskan agar Kemenhub tidak mengeluarkan izin pengangkatan kapal bagi perusahaan salvage?

Saya tidak tahu pasti, jadi pembahasan-pembahasan itu belum tuntas. Belum kesimpulan, jadi baru sebatas wacana kami ingin bikin jalur. Kemudian yang kedua ada pemikiran heritage dan itu baru wacana-wacana dan kami belum tuntas dengan suatu keputusan tertentu. Apalagi ada hubungan dengan Surabaya, saya tidak pernah ikut. Mungkin satu orang-satu orang saja, ada rapat kecil yang membahas itu. Tapi saya baru tahu Surabaya (APBS) karena sore ini saya diberitahu.

Temuan apa yang disampaikan terkait APBS?

Saya tidak tahu karena hanya melihat gambar saja. Saya tidak mengerti dan saya tidak berani ngomong. Cuma lihat gambar-gambarnya saja.

Temuan kami di Surabaya, ada satu perusahaan yang kemungkinan besar menjadi pelaku pencurian kapal bersejarah Belanda dan pembuktiannya cukup kuat. Menariknya perusahaan dan kapal ini beroperasi dengan izin dari Hubungan Laut dengan modus pembersihan alur pelayaran?

Jadi nanti, bisa ditunjukkan dan siapa yang melakukan, kalau dia melanggar ya kami lakukan tindakan.

Seberapa banyak izin salvage yang dikeluarkan Kemenhub?

Saya tidak tahu.

Bagaimana dengan Pak Johnny, Anda sebelumnya pernah bertugas sebagai Kasubdit Penanggulangan Musibah dan Pekerjaan Bawah Air Direktorat KPLP tahun 2014. Saat anda menjabat inilah proses penyelewengan izin masif terjadi.

Johnny Silalahi, Direktur KPLP :

Untuk cagar budaya di sini diartikan jika kapal tenggelam berusia 50 tahun, kami tidak pernah melakukan pengangkatan kapal-kapal umur di bawah tahun itu. Jadi kapal-kapal yang jelas kepemilikannya dan pengangkatan itu diberikan kepada perusahaan yang sudah mendapat izin pengangkatan kapal atau dari negara bendera (baca: pemilik). Jadi kami tidak pernah mengangkat kapal yang memiliki nilai sejarah. Karena kapal yang kami angkat ini berhubungan dengan keselamatan, perlidungan maritim. Misal, kapal tenggelam ada bahan bakar minyaknya, itu segera diangkat. Kalau kapal-kapal zaman baheula, bersejarah, itu bukan kewenangan kami.

Dari data diberikan Hubla tahun 2017 di sini ada kapal yang memang disebutkan tidak berpemilik, ini bagaimana. Mungkin bisa dijelaskan?

Johnny Silalahi, Direktur KPLP :

Mungkin ini di dalam pelabuhan atau di pintu masuk karena kalau tidak diangkat, ini kapal tidak masuk ke pelabuhan. Kami memiliki ketentuan mengenai asuransi kapal, jadi pemilik kapal wajib untuk mengangkat kapal mereka yang tenggelam. Jadi, misalnya, jika ada kapal yang mogok di jalan, itu harus segera dipinggirkan.

Mengenai pengawasan pengangkatan kapal itu seperti apa, mengingat dari temuan kami para pengambil kapal bersejarah ini mendapatkan izin Kementerian Perhubungan?

Sebelum kami menjawab, saya minta data-datanya, kapal mana yang melakukan itu. Kami akan melakukan penegakan hukum terhadap mereka. Bagi kami ini penting. Satu, siapa yang memberi izin dan kapal mana yang jalan. Karena laut ini luas sekali dan saya harus kontrol orang-orang saya yang ada di pusat dan di daerah, apalagi berkaitan dengan cara memantau mereka ya.

Sebenarnya, apakah sudah ada laporan ke Kementerian Perhubungan terkait hilangnya kapal-kapal ini?

Belum pernah.

Jadi begini, saya tegaskan lagi terkait konektivitas. Pembersihan alur laut itu lebih kepada titik-titik yang dibutuhkan untuk alur pelayaran dan biasanya itu terjadi di sekitar pelabuhan. Nah kalau ini ke mana-mana, berarti ada oknum, kan? Kalau itu urusannya di Kementerian Perhubungan, kami akan melakukan penyelidikan kepada mereka dari data-data yang ada. Tapi kalau ini berkaitan dengan tempat lain, tentunya ini bukan kewenangan kami.

Saya kemarin lagi berbicara dengan stakeholder yang lain-lain, ada KPLP dari kami, ada Bakamla, ada Angkatan Laut, ada Polisi Air. Nah, ini kami harus koordinasi jadi satu. Tanpa bermaksud menyalahkan yang lain, proses untuk mendapatkan yang terbaik itu kadang terganggu juga dengan adanya rivalitas itu.

Saya kemarin sudah ngomong dengan teman-teman Angkatan Laut. Saya melihat dari satu sisi saja, yang 2014-2016, kami cari dan itu akan kamu lakukan tindakan kepada mereka. Tapi itu [jika] mereka yang berhubungan dengan [kewenangan] kami.

Mengenai pengawasan pembersihan alur laut, sebetulnya bagaimana pengawasannya?

Ya pengawasan seperti yang tadi saya sampaikan, untuk pengawasan kami ada KPLP. Jadi tidak enak kalau ngomong nanti ke mana-mana yang lain. Jadi di laut itu masih ada komplikasilah. Kalau nanti saya ngomong, suuzon lagi, ya.

Mengenai bangkai-bangkai kapal ini sebetulnya ada di Peraturan Menteri, ada hasil yang diberikan kepada negara?

Saya belum tahu itu dan akan kami pelajari. Kalau ada pelanggaran, kami akan tindak.

Kembali mengenai rapat lintas Kementerian, selain moratorium, Anda disebut sepakat untuk mengubah Peraturan Menteri terkait pembersihan alur laut. Apakah benar?

Jadi saya belum bisa mengatakan sesuatu tentang itu, karena rapat kami belum selesai. Nanti kalau saya ngomong sesuatu, nanti bisa salah. Jadi waktu itu rapat maraton, terus tidak diselesaikan. Jadi pada dasarnya tidak ada rekomendasi yang sahih, begitu. Nanti saya minta lagi untuk rapat dengan Pak Menkomaritim supaya tahu rekomendasinya seperti apa. Jadi rapatnya belum final, jadi masih ada tim-tim kecil yang bekerja.

Mengenai Surat Perintah Kerja (SPK) dikeluarkan Kemenhub kepada perusahaan salvage itu ada yang betolak belakang dengan Peraturan Menteri. Temuan kami, Kemenhub memberikan izin kepada perusahaan yang tidak memiliki kapal?

Makanya, kalau nanti ada yang menyimpang akan kami tindak. Kalau mereka melanggar akan ditindak. Jadi, kan, satu, kesalahannya mencuri, ini harus dibuktikan. Ini, kan, lebih gampang menyelidikinya karena memberikan izin kepada orang yang tidak berwenang. Jadi langsung kami ketahui. Kalau jelas-jelas pidana, itu akan kami berhentikan.

Kami mendapatkan informasi, berdasarkan salah satu sumber yang kami duga memiliki kapal yang aktif melakukan penjarahan kapal, ada uang sekitar ratusan juta rupiah untuk mendapat Surat Perintah Kerja di KPLP?

Kalau orang ngomong, kan, bisa aja kemana-mana mas. Ya kalau anu, sebaiknya ada datanya. Jadi kami bisa menindaklanjuti.

Baca juga artikel terkait PENJARAHAN KAPAL atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Indepth
Reporter: Arbi Sumandoyo & Mawa Kresna
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam