tirto.id - Novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! karya Muhiddin M. Dahlan sempat kontroversial di zamannya. Novel ini kemudian diadaptasi ke layar lebar dengan judul Tuhan, Izinkan Aku Berdosa garapan sutradara Hanung Bramantyo.
Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! diterbitkan pada 2003. Di dalamnya memuat problematika sosial yang dialami sosok mahasiswi bernama Nidah Kirani atau yang akrab dipanggil Kiran.
Kisah dalam novelTuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! diadaptasi ke layar lebar dengan judul Tuhan, Izinkan Aku Berdosa yang digarap oleh sutradara kenamaan, Hanung Bramantyo.
Film Tuhan, Izinkan Aku Berdosa tayang perdana di Jogja Netpac Asia Film Festival (JAFF) di Empire XXI Yogyakarta pada 1 Desember 2023, dengan menampilkan tokoh utama Kiran yang diperankan oleh Aghniny Haque.
Muhiddin M. Dahlan sendiri adalah penulis kelahiran Donggala, Sulawesi Tengah, tahun 1978. Ia sempat kuliah di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta (sekarang Universitas Negeri Yogyakarta/UNY) serta Institut Agama Islam Negeri atau IAIN (sekarang Universitas Islam Negeri Sunan/UIN) Kalijaga Yogyakarta. Namun, studinya tersebut tidak ada yang diselesaikan.
Meskipun begitu, selama menjadi mahasiswa, Muhiddin M. Dahlan cukup aktif dalam organisasi Islam. Ia pernah menjadi aktivis di Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI-MPO), dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Muhiddin M. Dahlan juga seorang periset sejarah yang telah menghasilkan beberapa hasil penelitian atau buku-buku tentang sejarah sosial maupun politik di Indonesia.
Beberapa novel karya Muhiddin M. Dahlan memang cukup kontroversial, salah satunya adalah Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! yang mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang mahasiswi bernama Nidah Kirani alias Kiran.
Sinopsis Novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur
Novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!menyoroti kehidupan Nidah Kirani atau Kiran. Semula, ia adalah mahasiswi yang dikenal taat dan kehidupannya tidak berlebihan. Kiran berusaha menjalani kesehariannya dengan penuh kezuhudan.
Kiran memiliki cita-cita sederhana namun penuh makna untuk hidupnya, yaitu taat beragama secara kaffah. Oleh sebab itu, ia bergabung dengan organisasi bernama Jemaat Islam.
Sepertinya, Kiran masuk ke lingkungan jamaah yang eksklusif. Ia kerap mendapati konsep ketuhanan yang diajarkan di kelompok tersebut tidak sepaham dengan yang diyakininya. Semua pertanyaan tentang Tuhan dijawab dengan doktrin tertutup.
Dari situlah Kiran mulai mendapati jiwanya kosong. Ia sangat kecewa, termasuk marah kepada Tuhan. Saat rasa kecewa semakin mendalam, Kiran memutuskan masuk ke lembah hitam: prostitusi.
Kiran mulai membuka diri untuk melayani para tamu hidung belang. Ia tidak peduli disebut "ayam kampus", yaitu sebutan bagi mahasiswi yang menjual diri.
Kiran sama sekali tidak merasa menyesal setiap kali melakukan aktivitasnya sebagai pelacur, yang olehnya dimaknai sebagai wujud kekecewaan kepada Tuhan dan agamanya.
Muhiddin M. Dahlan menulis novel setebal 269 halaman ini sebagai media untuk menyampaikan kritik sosial. Ia menyoroti bahayanya organisasi radikal yang mengusung pendirian negara Islam dengan jalan menghalalkan berbagai cara. Bagi jamaahnya yang tidak siap mental, itu bisa membuat kekecewaan mendalam seperti yang dialami Kiran.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Iswara N Raditya