Menuju konten utama

Saat Esports Masuk Sekolah: Membalik Stigma, Menyiapkan Talenta

PBESI mendorong esports jadi ekskul di sekolah dan disusul pembentukan akademi untuk mewadahi talenta esports Indonesia.

Saat Esports Masuk Sekolah: Membalik Stigma, Menyiapkan Talenta
Header Decode Ketika Esport Masuk Sekolah 2. tirto.id/FUad

tirto.id - Sekira satu dekade lalu, ketika seorang pelajar mengaku ke orang tuanya ingin menjadi gamer atau pemain gim profesional, jeweran dan ceramah panjang tentang masa depan bakal menjadi balasan yang diterimanya. Namun hari ini, orang tua agaknya bisa lebih terbuka mempertimbangkan aspirasi masa depan anaknya menjadi gamer profesional.

Perkembangan skena olahraga elektronik atau esports yang makin subur memungkinkan angan itu bisa betul-betul terjadi. Terlebih, sekolah hingga perguruan tinggi pun mulai membuka pintu kepada industri esports.

Pada Mei 2025, misalnya, Pemerintah Kota Surabaya mengumumkan inovasi di bidang pendidikan yang cukup berani: menyusun rencana menjadikan gim Mobile Legends: Bang Bang (MLBB) sebagai ekstrakurikuler resmi di tingkat sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP).

Tak tanggung-tanggung, Dinas Pendidikan Kota Surabaya langsung turun tangan mencari pola pengajaran yang tepat bagi guru ekstrakurikuler esports MLBB. Kadis Pendidikan Kota Surabaya, Yusuf Masruh, seperti dilansir ANTARA, mengaku bahwa rencana ini bermanfaat bagi peserta didik yang hobi bermain gim, terutama MLBB.

Yusuf optimistis jika guru ekstrakurikuler esports itu diberi pelatihan-pelatihan secara bertahap, bidang studi pendidikan pun bisa diintegrasikan dengan gim. Pemkot Surabaya juga akan menggandeng komunitas-komunitas dan cabang olahraga esports dalam pelatihan tersebut.

"Kemarin mereka [guru] sudah dikenalkan program gim Mobile Legends, untuk pola ajarnya sedang kami godok, karena harus dikombinasikan antara pendidikan karakter dan gimnya, harus positif hasilnya,” kata Yusuf pada Mei 2025 lalu, dikutip Antara.

Menjadikan esports sebagai ekstrakurikuler tentu bukan langkah baru karena sudah cukup banyak sekolah yang lebih dulu melakukannya. Namun, langkah Pemkot Surabaya menjadikannya sebagai kebijakan resmi merupakan inovasi yang berani dan patut dinanti kelanjutannya.

Esport Masuk Sekolah

Wacana esports masuk sekolah pun sebenarnya memang sudah lama digaungkan. Hal itu sejalan dengan ledakan skena esports kompetitif di Indonesia yang menelurkan sederet prestasi di panggung regional dan internasional. Bahkan, pelaku industri sendiri juga sempat mendorong pemerintah memasukkan esports ke kurikulum sekolah.

Pada 2019, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) saat itu, Imam Nahrawi, mendorong esports masuk dalam kurikulum sekolah menengah. Dia meminta kepala sekolah memberi rekomendasi untuk memasukkan esports ke kurikulum pendidikan siswa.

Nahrawi berpendapat bahwa esports lebih dari sekedar permainan. Menurut dia, esports juga memiliki nilai-nilai sportivitas, asas saling menghargai, dan semangat bekerja sama sebagai tim. Nilai-nilai itu, laiknya di cabang olahraga “konvensional”, juga bakal berdampak positif bagi siswa.

Usulan ini sempat didukung oleh Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI) yang terbentuk pada awal 2020 silam.

Namun, Kemendikbudristek belakangan menegaskan bahwa esports tidak akan masuk dalam kurikulum nasional.

Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan saat itu, Anindito Aditomo, menyatakan bahwa sekolah boleh saja memasukkan esports ke pembelajaran jika dipandang relevan untuk kebutuhan siswa. Namun, ia tidak akan menjadi bagian kurikulum nasional. Dia menekankan bahwa kerangka kurikulum nasional harus mencakup materi yang esensial serta relevan.

PBESI kemudian mendorong esports menjadi ekstrakurikuler di sekolah yang disusul dengan pembentukan akademi untuk mewadahi talenta esports Indonesia. Pada 2022, lewat kehadiran platform Garudaku, PBESI mengadakan Liga Esports Nasional (LEN) Pelajar. Tak disangka, turnamen yang mematok hadiah total mencapai Rp3,2 miliar itu mampu menarik sekitar 12.000 peserta pelajar dari seluruh Indonesia.

Kompetisi esports pelajar level nasional perdana itu menunjukkan bahwa sekolah-sekolah di Indonesia juga tengah memupuk ekosistem esports untuk mewadahi minat dan bakat siswanya. Ekstrakurikuler dan komunitas esports tingkat sekolah menjadi wadah untuk menjaring pemain berbakat di sekolah untuk mengikuti turnamen esports bergengsi di level pelajar.

E-Sport Championship 2024 di Temanggung

Peserta bermain video game Mobile Legend saat mengikuti E-Sport Championship 2024 di Gedung Pemuda Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (10/7/2024). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/tom.

Maka tidak mengherankan pada 2024, tercatat sedikitnya ada 192 sekolah dari 14 provinsi yang sudah memiliki ekstrakurikuler, program, atau komunitas esports. Data ini dihimpun oleh RRQ MABAR yang merupakan program dari tim esports profesional Rex Regum Qeon (RRQ) yang juga bertujuan mengembangkan minat dan bakat pelajar SMA/SMK dalam bidang esports.

Salah satu sekolah yang bekerja sama dengan RRQ Mabar, SMA Xaverius 1 Palembang, menyatakan bahwa esports bagi pelajar bisa menjadi positif atau negatif tergantung pada respons menyikapi fenomena ini. Hal ini disampaikan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMA Xaverius 1 Palembang, Recardus Eko Prasetyo, seperti dilansir laman RRQ Mabar.

Recardus menilai bahwa esports membantu mengembangkan keterampilan siswa, seperti kerja tim, strategi, dan pengambilan keputusan cepat. Sebagai industri yang terus berkembang, peserta didik dapat melihatnya sebagai peluang karir yang serius. Namun, dia juga menekankan bahwa aktivitas esports harus diimbangi manajemen waktu yang baik sehingga siswa tidak abai prioritas.

“Bagi guru, kehadiran esports sudah mulai diterima sebagai bagian dari pengembangan diri dan ekstrakurikuler,” kata Recardus.

SMA Xaverius 1 Palembang sudah mengukir nama di gelanggang esports kompetitif level pelajar. Mereka menyabet juara nasional RRQ MABAR Esports Tournament Season 3 yang berlangsung pada April-Juni 2024. Tak hanya itu, SMA Xaverius 1 Palembang menjadi juara 1 kategori MLBB pada perhelatan LEN Pelajar 2024.

Menyiapkan Talenta Esports

Semarak dan ketatnya penyelenggaraan LEN Pelajar menandakan skena esports tak hanya didominasi oleh para peserta dari DKI Jakarta dan Pulau Jawa. Meskipun dua wilayah itu menjadi yang terbanyak dalam soal jumlah sekolah yang memiliki aktivitas esports versi RRQ Mabar, talenta dan potensi esports kompetitif punya pintu lebar di daerah-daerah lainnya.

Di Amerika Serikat, seturut laporan yang disusun Intel pada 2022 silam, sudah banyak sekolah menengah di AS yang mengimplementasikan program pembinaan esports di sekolah secara bertahap. Salah satu manfaat yang dirasakan, para pelajar mampu memupuk kebersamaan dan diversitas antarsesama ketika aktivitas esports berlangsung di sekolah.

“Esports, meskipun bukan obat mujarab untuk semua siswa, membantu mengatasi masalah kesetaraan dan inklusi yang sulit di sekitar persoalan gender, ras, dan kemampuan,” ungkap laporan itu.

Sementara itu, Indonesia menjadi titik panas pertumbuhan industri esports dan tak diragukan lagi menjadi negara dengan skena esports kompetitif yang cukup disegani di panggung global. Kondisi itu seharusnya mampu dimanfaatkan sebagai peluang karier baru serta pengembangan sumber daya manusia industri digital, termasuk bagi para pelajar.

Menurut analisis Stellar Market Research, pasar esports Indonesia bernilai 11,75 juta dolar AS pada 2024. Pertumbuhan pendapatan tahunan (CAGR) industri esports Indonesia diperkirakan akan menyentuh 5,87 persen sepanjang 2025 hingga 2032. Nominalnya diperkirakan mencapai hampir 18,54 juta dolar AS pada 2032.

FINAL REGIONAL ESPORTS PIALA PRESIDEN

Pengunjung menyaksikan Tim atlet esports bertanding game Free Fire pada Final Kualifikasi Regional Barat Piala Presiden Esports 2020 di Paskal 23 Mall, Bandung, Jawa Barat, Minggu (19/1/2020). ANTARA FOTO/Novrian Arbi/foc.

Laporan yang sama menyebut bahwa 96 persen orang Indonesia mengenal istilah "esports" dan lebih dari setengahnya mengikuti perkembangannya. Penonton yang bersemangat ini secara aktif menghabiskan waktu untuk menghadiri acara, membeli barang dagangan, dan berinvestasi pada konten dalam gim.

Ketua Umum Asosiasi Game Indonesia (AGI), Shafiq Husein, mengungkapkan Indonesia punya potensi besar di skena esports karena jumlah pemainnya yang sangat besar dan didominasi generasi muda yang adaptif pada teknologi. Genre gim yang paling potensial saat ini adalah multiplayer online battle arena (MOBA) mobile seperti Mobile Legends. Di skena MLBB, tim Indonesia sudah konsisten berpartisipasi dalam kejuaraan dunia.

Selanjutnya, genre battle royale seperti PUBG Mobile dan Free Fire menjadi gim yang paling sering membuat Indonesia menyabet gelar-gelar di kompetisi internasional.

“Popularitas mobile gaming seperti Mobile Legends, PUBG Mobile, dan Free Fire membuat ekosistem kompetitif tumbuh cepat. Selain itu, dukungan publisher, penyelenggaraan turnamen dari tingkat lokal hingga internasional, serta infrastruktur yang semakin memadai turut memperkuat posisi Indonesia di kancah esports global,” ujar Shafiq kepada wartawan Tirto, Selasa (12/8/2025).

Penelitian yang dilakukan Extreme Networks dan eCampus News juga menunjukkan bahwa industri esports berkembang pesat masuk ke sistem sekolah. Laporan yang mensurvei 281 pemimpin teknis dan administratif pada seluruh sekolah menengah pertama dan pendidikan tinggi di Amerika Utara, Amerika Latin, Asia Pasifik, Eropa, dan Timur Tengah pada 2019 itu menemukan bahwa 1 dari 5 sekolah sudah mempunyai program esports sendiri.

Selain itu, 71 persen sekolah sedang mempertimbangkan atau kemungkinan akan mempertimbangkan menambahkan program pembinaan esports di masa depan. Hanya 9 persen sekolah yang menyebutkan kurangnya minat siswa sebagai alasan untuk tidak memiliki program pembinaan esports.

“Hasil penelitian ini menggarisbawahi momentum pasar esports dan mengindikasikan bahwa sekolah-sekolah merangkul program esports untuk meningkatkan rekrutmen dan retensi siswa, mempersiapkan siswa lebih baik untuk pasar kerja, dan memadukan pengalaman di kampus serta online,” tulis penelitian mereka.

Tetap Ada Pro dan Kontra

Kendati begitu, pro dan kontra tetap masih muncul dalam wacana memasukkan esports sebagai bagian dari aktivitas pelajar di sekolah. Pelaku esports menilai bahwa skena ini bakal membuka kesempatan karier yang menjanjikan bagi para generasi muda. Terlebih, tak perlu muluk-muluk menjadi pemain profesional karena esports memberikan banyak pilihan karier lain, seperti editor video, tim manajemen, komentator, penyiaran, dan lain-lain.

Di sisi lain, pengamat pendidikan memandang pembinaan esports dapat masuk sekolah sebatas ekstrakurikuler dan kegiatan rekreasional yang berpeluang memacu prestasi nonakademik bagi siswa. Namun, prestasi akademik siswa Indonesia justru masih perlu dimaksimalkan sebab kondisi Indonesia yang masih tertinggal dibandingkan negara lain.

Pengamat pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang (UNNES), Edi Subkhan, menilai bahwa esports cukup dijadikan ekstrakurikuler saja dan tak perlu sampai dimasukkan dalam kurikulum.

Justru, menurutnya, jenis olahraga fisiklah yang mesti harus ada dan masuk ke intrakurikuler, yakni yang berorientasi membentuk kebiasaan hidup sehat dengan rutin bergerak.

Menurut Edi, sekolah yang membuka ekstrakurikuler esports lebih sebagai upaya untuk mem-branding citra. Hal ini akan semakin menarik calon siswa dan terlihat update dengan perkembangan teknologi digital. Dan ini tidak masalah karena ekstrakurikuler itu bersifat pilihan.

“Selain itu juga harus diperhatikan proporsi belajar dari anak-anak yang ikut ekskul esports. Jangan sampai kemudian sama sekali tertinggal dalam pelajaran-pelajaran lainnya gara-gara sibuk latihan esports untuk kompetisi, misalnya. Nah, soal ini perlu ditata lagi kurikulumnya, jadwal belajarnya, karena pada dasarnya minat siswa, asalkan positif, perlu didukung,” ujar Edi kepada wartawan Tirto, Selasa (12/8/2025).

Pelatnas Timnas esports Indonesia

Sejumlah atlet Timnas esports Indonesia berlatih di Pelatnas Esports, Jakarta, Selasa (20/5/2025). ANTARA FOTO/Fauzan/foc.

Namun, menarik juga melongok sebuah temuan di Inggris lewat survei yang dibuat Tencent pada 2024 lalu. Perusahaan teknologi itu mengungkapkan bahwa bagi Gen Z, gim dan esports merupakan karier impian. Lebih dari 40 persen dari kelompok ini mempertimbangkan pekerjaan yang berhubungan dengan gim dan lebih dari 20 persen tertarik secara khusus pada industri esports.

Survei yang dilakukan kepada 2.000 responden Gen Z di Inggris itu juga mengungkapkan bahwa 75 persen dari mereka mendukung dimasukkannya esports dalam kurikulum sekolah, dengan 64 persen sudah terlibat dalam kegiatan akademik terkait esports.

Namun, partisipasi dalam esports di lingkungan akademis lebih condong ke arah laki-laki (76 persen) daripada perempuan (55 persen). Mereka yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi rendah lebih sedikit berpartisipasi dalam skena esports (36 persen) daripada mereka yang lebih kaya (76 persen).

Kepala bidang Hubungan Internasional PBESI, Eddy Lim, menilai mulanya perkembangan esports di Indonesia memang terkendala stigma. Skena esports sempat dipandang sebatas aktivitas main gim yang menyedot waktu dan uang. Namun, dengan berkembangnya esports sebagai skena kompetitif dan prestasi mentereng atlet esport Indonesia, stigma itu kini sudah mulai memudar, bahkan di sekolah-sekolah.

Pelatnas Timnas esports Indonesia

Sejumlah atlet Timnas esports Indonesia berlatih fisik di Pelatnas Esports, Jakarta, Selasa (20/5/2025). ANTARA FOTO/Fauzan/foc.

Eddy menepis anggapan bahwa esports merupakan olahraga yang membuat tubuh tidak sehat. Justru, kata dia, ketika masuk ke skena profesional, pemain esports perlu fisik yang bugar dan gizi yang cukup untuk menjaga performa mereka. Karenanya, dia berharap esports bisa lebih diterima di lingkungan sekolah sebagai potensi alih-alih ancaman bagi prestasi siswa.

“Ada satu yang paling penting, yaitu latihan fisik penting banget yang membedakan esports sama main gim biasa. Kalau main gim biasa tidak perlu latihan fisik karena cuma sekadar main gim doang. Nah, kalau esports karena dia kan kayak udah peak, dipacu sampai 101 persen kemampuan,” ujar Eddy kepada wartawan Tirto, Senin (11/8/2025).

Sekolah kerap diidentikkan dengan tempat antigim, tapi perkembangan esports berhasil mengubah hal itu dan membuat sekolah tertarik membentuk aktivitas esports sendiri. Eddy menilai esports punya peluang yang besar bagi generasi muda untuk mengembangkan kemampuan digital di tengah perkembangan teknologi.

“10 tahun yang lalu mana ada orang cari uang dari main gim kecuali jadi juara dapet uang hadiah. Tapi, sekarang ini kan makin berkembang-berkembang. Mereka bisa jadi KOL yang nonplayer, programming, mereka ada memanfaatkan gim karena market-nya besar,” ujar Eddy.

Baca juga artikel terkait ESPORTS atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Decode
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Fadrik Aziz Firdausi