tirto.id - Proses penyusunan awal Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 sudah dimulai. RAPBN kali ini, tentunya mempertimbangkan hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 untuk menjaga keseimbangan pembangunan dan mengakomodasi program dari presiden terpilih.
Dalam sidang kabinet, Senin, 26 Februari 2024, di Istana Negara, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan para pembantunya. Salah satu topik pembahasannya adalah mengkaji anggaran program unggulan dari pasangan calon, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yaitu makan siang gratis.
Program ini merupakan sebuah inisiatif untuk mengatasi masalah kelaparan, meningkatkan gizi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan pelaksanaan bertahap dimulai pada 2025. Dukungan fiskal program besutan Prabowo-Gibran itu, setidaknya membutuhkan anggaran sebesar Rp440 triliun. Maka pertanyaanya, apakah APBN kita kuat?
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, melihat program makan siang gratis punya efek yang cukup mengkhawatirkan ke pelebaran defisit APBN. Dia bahkan memperkirakan defisit bisa melebar hingga 3,25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Tanpa adanya kenaikan rasio pajak secara signifikan dan tanpa adanya realokasi anggaran yang cukup substansial [defisit akan melebar],” ujar Bhima kepada Tirto, Kamis (29/2/2024).
Jika melihat data terakhir pada 2023, angka tax ratio atau rasio pajak kita sudah berada di level 10,21 persen (angka sementara). Posisi ini pun sebenarnya masih turun dari tahun sebelumnya 2022 sebesar 10,4 persen.
Dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, juga masih jauh tertinggal. Dalam catatan OECD, negara ASEAN dengan tax ratio tertinggi pada 2021 adalah Vietnam yakni 18,6 persen disusul kemudian Filipina 18,1 persen, Kamboja 18,0 persen, Thailand 16,4 persen, Singapura 12,6 persen, dan Malaysia 11,8 persen.
Bhima khawatir, jika tidak ada kenaikan rasio pajak, maka imbasnya tentu ke peningkatan penerbitan utang baru. Pun seandainya mau dibiayai dari pajak, kata Bhima, siapa yang akan disasar. Karena tidak mungkin mengorbankan kelas menengah lewat kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Itu gawat sekali ke tekanan daya beli. Sementara kita berharap ada pajak kekayaan kok rasanya sulit sekali. Ya program makan siang gratis imbasnya mungkin ke penurunan gizi buruk, tapi imbas lainnya adalah kelas menengahnya makin sulit,” ujar dia.
Selain itu, lanjut Bhima, jika defisit APBN terus melebar, maka khawatir lembaga pemeringkat utang akan downgrade rating utang Indonesia. Pada akhirnya akan berakibat bunga utang yang dibayar lebih mahal.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen, bahkan meminta pemerintah untuk mempertimbangkan program tersebut. Sebab, perlu ada kajian dengan pasti bentuk dan sasaran program tersebut, kemudian membandingkannya dengan sumber daya yang dimiliki saat ini.
“Semua rencananya harus benar-benar dipersiapkan dan biayanya juga dipersiapkan," kata Satu Kahkonen di Kantor Kemenko Perekonomian Jakarta, Selasa (27/4/2024).
Untuk Indonesia sendiri pada dasarnya berpegang pada pagu defisit fiskal yang telah ditetapkan sebesar 3 persen dari PDB. Ketetapan ini pun sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pelebaran Defisit Tergantung Pengelolaannya
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE), Mohammad Faisal, mengatakan pelebaran defisit APBN akan sangat bergantung bagaimana nanti pemerintah selanjutnya mengelola fiskal. Jika ingin menjaga defisit, maka setidaknya terdapat tiga opsi bisa dilakukan pemerintah.
Pertama, kata Faisal, mesti ada reposisi anggaran dari program-program lain. Misalnya mengorbankan anggaran seperti perlindungan sosial, kesehatan, dan pendidikan yang sudah berjalan di pemerintahan Jokowi saat ini.
“Jadi ada reposisi sebagian daripada anggaran program lain ini untuk program makan siang gratis. Entah itu mau diambil dari tiga-tiganya, entah dua atau satu itu tergantung bagaimana mengolahnya. Kalau murni dengan reposisi tadi tidak ada pelebaran defisit,” ujar Faisal kepada Tirto, Kamis (29/2/2024).
Kedua, juga bisa dengan cara menambah penerimaan negara. Ini bisa dilakukan oleh pemerintah selanjutnya untuk menjaga pelebaran defisit dari program makan siang gratis. Mengingat jika menilik dokumen visi dan misi program Prabowo-Gibran, keduanya bertekad mendongkrak penerimaan negara dengan peningkatan rasio penerimaan pajak mencapai 23 persen terhadap PDB.
Prabowo dan Gibran juga menjanjikan perubahan besar bagi pajak di Indonesia. Pasangan tersebut ingin menaikkan batas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan dan menurunkan tarif PPh 21 jika terpilih.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 101 Tahun 2016 tentang Penyesuaian PTKP, penghasilan Tidak Kena Pajak untuk WP Orang Pribadi dengan status tidak kawin dan tanpa tanggungan masih sebesar Rp54.000.000 per tahun atau sebesar Rp4.500.000 per bulan. Sementara Pajak Penghasilan (PPh) 21 kini berlaku antara 5 persen sampai dengan 35 persen, tergantung besaran pendapatan.
Hal lain yang juga direncanakan oleh Prabowo dan Gibran mencegah kebocoran pendapatan negara dan pajak di bidang sumber daya alam dan komoditas bahan mentah, menghentikan praktik manipulasi (misinvoicing) dalam pelaporan kegiatan ekspor, serta mewajibkan pengolahan bahan mentah di dalam negeri (smelter, kilang minyak, dan industri pengolahan lainnya).
“Tetapi dengan menggenjot penerimaan tidak mudah dalam waktu singkat dengan jumlah yang besar apalagi yang mau didasar itu Rp400 triliun dalam satu tahun. Jadi ini juga ada keterbatasannya,” terang Faisal.
Beban APBN Kita Sudah Terjadi Sejak Pandemi
Pilihan ketiga adalah melebarkan defisit. Suka atau tidak suka, reposisi anggaran dan penerimaan negara tidak mampu digenjot maka konsekuensinya adalah pelebaran defisit. “Walaupun defisit masih di bawah 3 persen prediksinya, tetapi tetap saja punya dampak signifikan terhadap beban APBN,” ujar dia.
Faisal menuturkan, sejak pandemi Covid-19, tanpa program makan siang gratis pun beban APBN kita sudah jauh lebih tinggi. Saat itu, terjadi pelebaran defisit di atas 3 persen sampai dengan 2023 dengan adanya program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
“Sehingga sekarang kewajiban untuk membayar pokok utang dan bunga utang terutama itu bertambah setiap tahun. Sehingga ruang fiskal semakin sempit. Beban nya makin besar. Sehingga pengelolaan fiskal menjadi sangat sangat krusial pada saat sekarang,” ujar dia.
Maka tidak heran kemudian, kata Faisal, Bank Dunia memperingati Indonesia dalam hal pengelolaan fiskal ke depan dengan adanya program makan siang gratis. Tidak hanya bergantung dan menyorot kepada makan siang gratisnya, tapi program program yang akan digalakkan pemerintahan baru yang berkonsekuensi terhadap APBN.
“Artinya warning-nya ‘hati-hati loh kelola APBN ke depan’. Jangan asal mau nambah program dan sebagiannya begitu. Nah ini yang dimaksudkan Bank Dunia,” ucap dia.
Oleh karena itu, lanjut dia, apa pun yang dilakukan pemerintah ke depan harus memperhatikan ruang fiskal. Sehingga walaupun makan siang gratis mau dijalankan perlu ada kalkulasi secara cermat dan jangan terburu buru. Di samping juga desain kebijakannya harus baik agar mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
“Artinya harus ada skala prioritas tidak perlu harus semua diberikan makan siang gratis di sekolah negeri, tapi harus ada fokus kepada kelompok-kelompok yang membutuhkan saja. Kalau dikaitkan dengan stunting kan kalangan miskin, jadi siswanya siswa miskin tidak usah semua. Sehingga terhadap belanja kebutuhan APBN jauh lebih murah dan rendah kalau begitu,” tutup dia.
Pemerintah sendiri sebenarnya tidak menampik bahwa program makan siang gratis harus dikaji lebih detail, karena ada kemungkinan potensi defisit yang dapat terjadi terhadap APBN 2025 nanti. Meski begitu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indawati, memastikan penghitungan defisit sudah diatur dalam APBN 2025.
“Jadi di dalam defisit itu sudah termasuk seluruh kebutuhan kementerian.lembaga dan berbagai komitmen-komitmen yang ada," kata Sri Mulyani.
Dia mengatakan saat ini pemerintah masih mengkaji pagu indikatif untuk memperkirakan pagu anggaran yang tepat untuk melaksanakan program makan siang gratis. Termasuk, memilih kementerian/lembaga mana yang akan menjalankan program makan siang gratis yang disesuaikan dengan pedoman dalam penyusunan rencana kerja (renja) selanjutnya.
“Kan ini nanti masih di dalam program. Kalau detail ya kita lihat di dalam pembahasan mengenai pagu indikatif masing-masing kementerian/lembaga. Ini nanti kita lihat dari existing program dengan apa yang akan masuk baru. Itu nanti akan dihitung dalam sebulan ke depan," kata Sri Mulyani.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz