Menuju konten utama
Ketahanan Pangan

Zulhas Klaim Beras Ada & Terjangkau, Faktanya Mahal dan Langka

Zulhas klaim stok beras ada dan terjangkau, tapi masyarakat mengeluh langka dan harga mahal.

Zulhas Klaim Beras Ada & Terjangkau, Faktanya Mahal dan Langka
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kedua kiri) meninjau Pasar Klender di Jakarta, Senin (26/2/2023). ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/tom.

tirto.id - Klaim Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, soal stok beras tersedia dan harga terjangkau menuai kritik. Sebab, pernyataan pria yang akrab disapa Zulhas itu, tidak sesuai dengan kenyataan yang dihadapi warga di sejumlah daerah.

Salah satunya adalah Anto (33 tahun). Pria yang tinggal di Bekasi dan sehari-hari bekerja di Jakarta ini mengatakan, pernyataan Zulhas tidak sesuai dengan apa yang ia dan banyak warga lain rasakan. Ia juga mengaku tidak puas dengan kinerja pemerintah yang tak bisa mengendalikan harga pangan menjelang Ramadan.

“Tentu tidak [puas], masa negara agraria tapi beras langka dan mahal. Yang benar aja, rugi dong,” kata Anto (33) kepada reporter Tirto, Senin (26/2/2024).

Anto mengaku kesal dengan harga beras yang terus naik. “Apalagi sekarang sudah mau memasuki Ramadan dan biasanya harga kebutuhan pokok naik. Kalau cabe mahal, ya bisa kita kurangi pedasnya, lah kalau berasnya yang mahal, mau gak mau ya dibeli kan,” kata Anto.

Anto bilang, beras subsidi program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Bulog memang ada di pasaran, tapi stoknya minim. Namun, warga harus rebutan dan antre bila mau membeli beras SPHP tersebut. Alhasil, ia akhirnya membeli beras premium yang harganya lebih mahal dan dibatasi.

“Terakhir beli harga 75 ribu di supermarket, jenis premium. Tapi itu juga ada ketentuan dari supermrketnya enggak boleh beli lebih dari 5 kg per transaksi,” kata Anto.

Keluhan serupa diungkapkan Faid (30). “Sudah lama beras mahal. Tapi mulai langka sejak pemerintah jor-joran bansos beras,” ujar warga yang tinggal di Sleman, DI Yogyakarta ini kepada Tirto, Senin (26/2/2024).

Faid bercerita, awalnya beras premium yang paling murah hanya Rp45 ribu, tapi lambat laun naik hingga menjadi Rp60-an ribu. Terakhir beli pada Jumat (23/2/2024), beras dengan jenis yang sama sudah tembus Rp75 ribu.

Meski pemerintah mengklaim telah menggelontorkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) Bulog seperti SPHP, tapi Faid mengaku jarang menemukan, baik di pasar tradisional maupun warung kelontong.

“Meski ada, stoknya sangat minim dan jadi rebutan orang,” kata Faid.

Atas pengalaman tersebut, Faid menilai pemerintah tidak serius dalam menangani persoalan beras. “Dulu sempat antusias saat Jokowi membentuk Badan Pangan Nasional, tapi ternyata tidak berfungsi bahkan hanya dijadikan lembaga penyalur bantuan beras,” tutur Faid.

Pengakuan serupa diungkapkan Arie (34). Perempuan yang juga pegawai swasta itu bercerita kerap membeli beras sentra ramos medium sebanyak 20 kg tiap bulan. Ia mengeluh harga beras terus naik.

“Siapa yang bilang beras murah? Sekarang sudah naik. Biasanya saya beli yang beras medium (sentra ramos) harga di kisaran Rp280 ribuan untuk 20 kg. Sekarang jadi Rp330 ribu,” kata Arie kepada Tirto, Senin (26/2/2024).

Arie mengaku beli beras terakhir pada 7 Februari 2024 dengan harga Rp330 ribu per 20 kilogram. Selain itu, Arie juga mengaku tidak pernah melihat beras SPHP di tingkat ritel yang stoknya diklaim pemerintah cukup dan harganya sesuai HET.

Berbeda dengan Iqbal Mahendra (36). Ia menyebut beras tidak langka, melainkan harga yang terus naik. Misalnya, ia biasanya membeli beras dengan harga Rp10 ribu per liter, tapi saat ini sudah naik menjadi Rp15 ribu per liter.

Ia juga tidak mengaku tidak pernah melihat beras program pemerintah di pasaran. Pria yang tinggal di Ciledug, Tangerang, banten itu malah mengatakan, “Sepertinya tidak masuk area Tangerang tempat saya tinggal.”

Iqbal menilai pemerintah gagal dalam menyelesaikan masalah beras. “Saya melihat pemerintah abai dan mendiamkan hal tersebut, mungkin karena semua sibuk di pilpres sehingga persoalan ini tidak menjadi isu yang urgen bagi pemerintah,” kata Iqbal.

Jumlah KPM tahun 2024 meningkat

Sejumlah warga membawa beras dalam karung dan paket sembako saat penyerahan Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) 2024 di Temanggung, Jawa Tengah, Senin (22/1/2024). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/nym.

Klaim Zulhas Tidak Sesuai Realita

Saat melakukan peninjauan stok sejumlah komoditas pangan menjelang Ramadan di Pasar Klender, Jakarta Timur, Senin (26/2/2024), Zulhas menegaskan stok beras tersedia dan harganya tidak naik.

“Yang paling penting barangnya ada (beras), telurnya ada, ayamnya ada, cabainya ada, sembakonya lengkap, itu yang paling penting,” kata Zulkifli seperti dikutip Antara.

Dalam kunjungan tersebut, Zulhas mendengar keluhan para pedagang mulai pedagang beras, ayam hingga telur. Pedagang juga mengeluhkan kenaikan harga beras. Ia lantas menjawab dengan keterbatasan pasokan.

“Sama ya, kita keliling di mana-mana begitu, memang beras premium, beras lokal harganya naik, karena apa? Biasanya suplainya kurang, kalau suplainya kurang, belinya enggak kurang, pasti harganya naik,” kata ketua umum PAN itu.

Mendag Zulhas mengaku, pergeseran musim hujan memicu penundaan masa penanaman. Hal itu berimbas pada pergeseran waktu panen dari Maret-Mei 2024 sehingga pasokan beras kurang. Ia juga mengatakan pemerintah sudah membanjiri stok beras subsidi SPHP dengan nominal Rp55.000/5 kilogram dari Bulog.

“Tadi banyak beras Bulog, dibanjiri berasnya enak juga, bagus, ada beras komersial, ada beras subsidi SPHP itu 55.000 per 5 kg. Jadi sebetulnya kalau harganya (beras lokal) mahal diharapkan masyarakat bisa beli beras alternatif, berasnya bagus juga kok,” ucap Zulkifli.

Beras yang dimaksud Zulhas adalah beras subsidi program SPHP dengan harga Rp55.000 per 5 kg dari Bulog. Namun faktanya, di banyak tempat seperti disebutkan sejumlah narasumber Tirto, beras SPHP langka, sementara beras non-subsidi pemerintah harganya mahal.

Pemerintah Dinilai Gagal

Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengkritik sikap pemerintah yang belum mampu mengelola harga pangan. Dalam kasus beras, Huda mengaku bingung ketika pemerintah mengklaim harga beras mahal tidak berkolerasi dengan masifnya bantuan beras. Padahal, kata dia, hal ini berkaitan dengan stok beras yang dimiliki pemerintah.

“Kegunaan CBP (cadangan beras pemerintah), kan, ada beberapa. Salah duanya adalah untuk bantuan sosial dan stabilisasi harga beras (SPHP). Pembagian bansos kemarin menyedot banyak sekali beras CBP,” kata Huda, Senin (26/2/2024).

Huda mencontohkan 10 kilogram beras dikalikan jumlah penerima bansos, sementara kuantitas CBP dibatasi dan menjadi patokan harga swasta. Ketika kuantitas CBP turun, maka swasta sadar kemampuan pemerintah untuk stabilisasi harga beras turun dan pemerintah tidak mampu melakukan SPHP.

“Spekulasi ini ditunjukkan dengan stok di pasar induk Cipinang kurang dari 40 ribu ton. Pengeluaran beras di pasar induk Cipinang beberapa hari terakhir menunjukkan angka yang lebih besar dari barang yang masuk,” kata Huda.

Huda juga menilai permasalahan beras berdampak ke harga komoditas lain. Ia melihat ada potensi inflasi di akhir Februari 2024. Ia khawatir lambatnya penurunan harga beras akan berimbas kepada angka kemiskinan yang tinggi.

“Kalau saya lihat efek dari kenaikan harga beras hanya menimpulkan efek domino ke harga komoditas lainnya. Ada hubungan yang positif antara harga beras terhadap harga pangan lainnya. Inflasi saya rasa juga akan meningkat tajam di Februari ini,” kata Huda.

Huda menambahkan, “Yang saya takutkan adalah kenaikan harga beras ini akan mempunyai efek ke kemiskinan yang semakin tinggi. Kontribusi harga beras terhadap garis kemiskinan kita semakin besar.”

Mengutip data panel Badan Pangan Nasional, harga beras medium rata-rata masih di angka Rp14.300 per kilogram dengan naik Rp50/kg dengan angka tertinggi di Papua Tengah Rp18.030/kg dan terendah di Papua Selatan Rp11.800/kg.

Beberapa daerah di Pulau Jawa masih mengalami disparitas harga seperti DKI Jakarta berada pada Rp14.800/kg, Jawa Barat di angka Rp15.180/kg, Jawa Tengah Rp14.990/kg, dan Yogyakarta Rp14.850/kg.

Di sisi lain, Huda menilai, Kementerian Perdagangan harus bertanggung jawab atas kenaikan harga pangan. Ia menilai, Kementerian Perdagangan bersama Badan Pangan Nasional wajib mengendalikan harga dengan baik.

“Dari sisi regulator, Kementerian Perdagangan mempunyai tanggung jawab moral yang besar terhadap kenaikan harga pangan ini. Ketidakmampuan menjaga stok menjadi masalah. Bersama NFA, seharusnya Kemendag bisa memberikan kebijakan pengendalian harga yang sesuai. Tapi kembali lagi, bantuan beras yang gila-gilaan kemarin menjadi penyebab juga harga beras naik,” kata Huda.

Klarifikasi Pemerintah

Menko bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pemerintah berupaya menangani kenaikan harga pangan. Di sektor beras, kata Airlangga, pemerintah segera merealisasikan impor beras untuk permasalahan stok.

“Ini akibat El Nino ini riil, jadi di Januari, Februari, Maret, jumlah yang diproduksi oleh kita itu relatif lebih rendah 1 juta dibanding kuartal 1 tahun lalu sehingga langkah yang harus kita ambil adalah persiapan untuk di bulan menjelang Juli, Agustus, September nanti, maka diputuskan subsidi pupuk ditambahkan menjadi Rp14 triliun,” kata Airlangga di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2024).

Airlangga juga mengatakan pemerintah sepakat memberikan diskon pupuk nonsubsidi. Ia memperkirakan diskon mencapai 40 persen demi memenuhi kebutuhan pupuk. Pemerinta juga membolehkan pengambilan subsidi berbasis KTP maupun kartu tani.

Sementara itu, komoditas seperti cabe akan melihat stok. Ia mengaku pemerintah akan melakukan pendekatan cross subsidi. “Jadi daerah yang harganya naik, dia mendekati ke daerah yang produsen cabe melakukan logistik dan kerja sama,” kata Airlangga.

Airlangga juga mengatakan, pemerintah berharap harga pangan turun saat puasa. Pemerintah bahkan berencana menambah dengan BLT sebesar Rp600 ribu yang cair pada Maret 2024.

“Kami juga menargetkan BLT cash itu bisa dicairkan sehingga membantu masyarakat menghadapi gejolak kenaikan harga,” kata Airlangga.

Sementara itu, Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, mengatakan pemerintah akan melakukan penambahan pupuk kuantum hingga 9,55 juta ton pada 2024.

“Ini kabar baik untuk petani seluruh Indonesia, diputuskan dalam rapat atas arahan dan keputusan bapak presiden, pupuk jumlah kuantum pupuk dari anggaran 2024 [sebesar] 4,7 juta ton dinaikkan menjadi 9,55 juta ton,” kata Amran usai rapat di Istana Negara.

Di sisi lain, pemerintah juga memperkirakan hasil tanam selama Desember 2023 hingga Februari 2024 tembus 1 juta hektar. Ia memprediksi produksi akan tembus 3,5 juta ton pada Maret mendatang.

“Artinya apa? Produksinya itu 3,5 juta ton diperkirakan di Maret. Bulan April dan Mei itu di atas kebutuhan, jadi insyaallah aman,” kata Amran.

Amran juga mengatakan pemerintah terus akselarasi tanam dan pompanisasi di sungai-sungai untuk memitigasi risiko El-Nino.

Di sisi lain, Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menyampaikan di sektor beras, pemerintah melihat lokasi panen di mana harga gabah mulai turun dari Rp8000-Rp8600 menjadi sekitar Rp7000-Rp7600.

“Kita harap dengan adanya panen lokal ini tentunya harga di tingkat konsumen akan terkoreksi, SPHP dijalankan,” kata Arief di lokasi.

Selain itu, kata dia, pemerintah juga berupaya menambah beras komersial. Ia mengatakan ada 200 ribu ton gabah yang tengah digiling pihak penggilingan padi.

Kemudian, pemerintah juga memberikan bantuan beras kepada masyarakat bawah lewat bantuan beras intervensi pemerintah. Ia mengatakan ada 22 juta penerima manfaat akan menerima bantuan pangan gratis 10 kilogram.

Di masyarakat menengah, kata dia, pemerintah membantu dengan beras SPHP yang juga diteruskan ke ritel. Ia mengatakan, impor juga masih belum menyelesaikan solusi karena stok masih kurang.

“Pemerintah kemarin impor 3 juta ton, tapi harga tetap signifikan di tingkat pefani artinya kita shortage di produksi," kata Arief.

Baca juga artikel terkait BERAS atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz