Menuju konten utama

Harga Beras Terus Meroket Jelang Ramadan, Bapanas Bisa Apa?

Bapanas telah menugaskan Bulog untuk menggencarkan operasi pasar yang bernama SPHP.

Harga Beras Terus Meroket Jelang Ramadan, Bapanas Bisa Apa?
Pekerja menata karung berisi beras program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) saat persiapan penyaluran di gudang Perum Bulog Kanwil provinsi Aceh, di kabupaten Aceh Besar, Aceh, Senin (19/2/2024). ANTARA FOTO/Ampelsa/foc.

tirto.id - Nada suara Kurniasih meninggi. Ibu rumah tangga yang memiliki satu orang anak itu, spontan meluapkan kekesalannya. Emosi itu didasari atas kondisi harga beras belakangan sudah tidak terkendali di pasaran.

“Mahal banget gila beras!” keluh Kurniasih kepada Tirto.

Keluhan Kurniasih sejalan dengan fakta yang ada di lapangan. Berdasarkan data panel Badan Pangan Nasional (Bapanas) per Kamis (22/2/2024), rerata harga beras premium secara nasional sudah berada di Rp16.270 per kilogram (Kg).

Beras premium tertinggi terjadi di wilayah Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat masing-masing Rp24.120 per Kg, Rp23.800, dan Rp18.000 per Kg.

Sementara untuk beras medium rerata secara nasional dibandrol pada kisaran Rp14.230 per Kg. Adapun Papua Pegunungan, dan Papua Tengah masih menjadi dua provinsi yang tercatat mengalami kenaikan tinggi yakni Rp21.090 per Kg dan Rp18.030 per Kg.

“Dulu beli Rp12.000 per Kg udah dapet yang pandan wangi, sekarang [harganya] Rp16.000 per Kg. Aneh banget naiknya tajam,” jelas Kurniasih.

Kondisi kenaikan harga ini juga mendapat perhatian Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. Dalam konferensi pers APBN KiTa, Bendahara Negara itu menyebut, beras mengalami kenaikan harga 7,7 persen dan berkontribusi terhadap inflasi.

Dalam catatannya, harga beras melonjak hingga Rp15.175 per 21 Februari 2024. Kenaikan harga tersebut menyumbang langsung terhadap terhadap inflasi volatile food.

Selain persoalan harga, masalah kelangkaan terhadap beras juga masih terjadi. Berdasarkan pantauan Tirto, di retail-retail modern di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan dan Cinere, Kota Depok, stok beras kosong. Kekosongan ini, bahkan telah terjadi selama hampir dua pekan.

Berdasarkan pengakuan Supriati (47), salah satu sales promotion, mengatakan stok beras sudah tidak disuplai sejak lama. Hanya beras Stabilisasi Pasokan Harga Pasar (SPHP) dari Perum Bulog yang mengisi stok dan sifatnya pun terbatas.

Setelah Perum Bulog kucurkan beras di retail tersebut, sehari kemudian beras sudah ludes tanpa sisa. Hal ini karena beras SPHP tersebut, dibanderol jauh lebih murah dibandingkan harga di pasaran yakni Rp54.900 per 5 Kg.

“Selain beras dari Bulog, enggak ada beras lain yang ngisi, bahkan beras Indomaret pun enggak ada sejak lama,” ucap Supriati.

Momen Krusial Ramadan & Idulfitri

Di tengah dinamika yang terjadi, pengamat pangan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, mendesak pemerintah untuk segera memastikan pasokan beras dalam jumlah memadai. Sebab, kenaikan harga beras terjadi saat ini, menjadi sangat krusial karena mendekati momentum Ramadan dan Idulfitri.

“Jika tidak, harga potensial terus naik dan bisa menimbulkan kegaduhan, bahkan mengguncang kondisi sosial-politik,” kata Khudori kepada Tirto, Kamis (22/2/2023).

Khudori sendiri tidak menampik bahwa salah satu penyebab harga beras bertahan tinggi dan cenderung naik akibat pasokan terbatas. Di samping juga produksi beras domestik tidak memadai.

Dia mengatakan, saat ini masih musim paceklik yang diperkirakan terjadi sampai April 2024 mendatang. Adapun panen besar kemungkinan baru terjadi pada akhir April atau awal Mei 2024. “Ini memang krusial,” imbuh dia.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi Januari-Februari 2024 masih tercatat kecil. Produksi dua bulan itu, masih kurang 2,8 juta ton untuk menutupi kebutuhan konsumsi di dua bulan tersebut.

Sementara produksi Maret diperkirakan akan cukup lumayan besar, sehingga diperkirakan terjadi surplus 0,97 juta ton beras. Namun surplus ini, dipastikan akan jadi rebutan banyak pihak.

“Panen di April pun akan bernasib sama jadi rebutan banyak pihak. Terutama untuk mengisi jaring-jaring distribusi yang berbulan-bulan kering kerontang karena paceklik,” ujar dia.

Kendati begitu, kata Khudori, bagi masyarakat rentan miskin, tidak perlu khawatir. Sebab, sudah ada berbagai macam jenis bantuan dari pemerintah mulai dari program PKH, sembako, bantuan pangan beras 10 Kg, hingga ada BLT Mitigasi Risiko Pangan yang dirapel 3 bulan: Rp600 ribu/keluarga.

“Yang perlu perhatian ada kelompok yang hanya beberapa jengkal di atas garis kemiskinan. Kalau harga beras dan pangan naik, mereka potensial jadi kaum miskin baru. Mereka belum tersentuh aneka bantuan sosial dan jaring pengaman sosial itu,” terang dia.

Memang, lanjut Khudori, Bapanas telah menugaskan Bulog untuk menggencarkan operasi pasar yang bernama SPHP. Beras tersebut bisa jadi pilihan warga miskin/rentan karena harganya lebih terjangkau yakni Rp11.500-11.800/kg, jauh di bawah harga pasar.

“Ini [sebenarnya] beras premium, tapi dijual dengan harga medium. Perlu dipastikan, beras SPHP ini bisa menjangkau seluas mungkin warga,” ujar dia.

Pemerintah dalam beberapa hari terakhir juga aktif menggandeng Food Station (FS). FS akan mencampur beras lokal dengan impor (komposisi tertentu) dan menjualnya dengan harga beras premium Rp13.900/Kg dan memanfaatkan merek FS.

Aneka beras bermerek punya FS itu bisa ditemukan di jejaring ritel modern seperti Alfamart dan Indomaret. Cara-cara ini dilakukan untuk menjangkau lebih banyak warga. “Bahwa masih ada kelangkaan itu ya. Karena Bulog dan FS belum menjangkau semua,” ujar dia.

Penjelasan Bapanas & Strategi Pengendalian Harga

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas, I Gusti Ketut Astawa, menyatakan kenaikan harga beras tidak bisa dilihat dari hilirnya saja. Namun, perlu juga melihat dari hulunya, di mana struktur ongkos tani kita yang sudah banyak berubah.

Saat ini harga gabah di pasar sedang tinggi. Di Jawa Timur misalnya, harga antara Rp8.400-Rp8.800 per Kg untuk gabah kering panen (GKP). Posisi ini amat tinggi, karena untuk jadi beras setidaknya harganya antara Rp15.850-Rp16.600/kg dengan rendemen 53 persen.

Sedangkan di Sumatera Selatan harga GKP hari-hari ini berada Rp7.500 per Kg. Untuk jadi beras sudah di harga Rp14.200 per Kg. Sementara HET beras premium jauh di bawah itu Rp13.900 per Kg.

“Jadi harga GKP yang kita tetapkan di HPP sebesar Rp5.000 sudah jauh dilewati sampai Rp7.500 - Rp8.000. Gabah kering giling (GKG) bahkan Rp8.200, kali dua saja berasnya sudah Rp15.000 - Rp16.000. Artinya kita paham dulu kondisinya,” ujar dia saat dihubungi Tirto, Kamis (22/2/2024).

Belum lagi, kata Ketut, produksi dalam negeri terkoreksi akibat El Nino. Kondisi ini menyebabkan beras cadangan pemerintah jumlahnya pas-pasan.

“Sehingga bukan langka, tapi pas-pasan. Langka dengan pas-pasan berbeda. Jadi produksi kita masih ada, karena kita sudah keluarkan stok,” ucap dia.

Meski begitu, dia menjamin bahwa stok sampai dengan lebaran masih dalam posisi aman. Hal ini mempertimbangkan cakupan stok ada di masyarakat dan gudang Bulog yang relatif masih cukup.

Di luar itu, lanjut Ketut, Bapanas sendiri sebenarnya sudah melakukan berbagai strategi untuk meredam kenaikan harga beras. Salah satunya melalui bantuan pangan beras atau bansos.

Bantuan beras sendiri merupakan arahan Presiden Joko Widodo yang kemudian diimplementasikan oleh Bapanas dengan menugaskan Perum Bulog untuk menyalurkan kepada masyarakat.

“Ini menurut kami adalah salah satu solusi yang tepat untuk mengerem, bukan untuk menurunkan tapi mengerem karena bagaimanapun kalau pedagangnya dapatkan harga beras Rp12.000 tidak mungkin dijual Rp11.000 pasti minimal Rp15.000," jelas dia.

Kedua, Bapanas juga aktif lakukan gerakan pangan murah. Pangan murah ini tujuannya untuk memberikan informasi kepada masyarakat bahwa beras itu ada dengan harga wajar.

“Kita juga lakukan SPHP. Itu kita lakukan di pasar tradisional sehingga harapan kita di pasar pasar pun seperti biasa jualannya ada," ujar dia.

Dengan berbagai strategi tersebut, Ketut berharap paling tidak saat Ramadan harga beras setidaknya bisa stabil atau turun sedikit. Di samping dia juga tidak mengharapkan penurunan harga secara langsung.

“Mudah-mudahan turunnya tidak banyak tapi pelan, sehingga petani kita mendapatkan keuntungan wajar,” ujar dia.

Karena bagaimanpun, kata Ketut, pemerintah juga sangat bergantung pada produksi petani. Jika petani tidak ada menanam, maka secara otomatis bangsa kita bergantung impor semua.

“Tidak benar juga [impor]. Maka kita kasih ruang petani kita harga yang wajar. Nah itu yang dilakukan Bapanas di samping pasti kolaborasi pusat kabupaten kota dan teman-teman pelaku usaha,” kata dia.

Baca juga artikel terkait HARGA BERAS atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz