tirto.id - Perseteruan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko vs Agus Harimurti Yudhoyono kembali mengemuka usai pria yang karib disapa AHY itu resmi dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR). Hal ini tidak lepas dari Moeldoko yang pernah berusaha membajak Partai Demokrat dari tangan AHY. Kini, mereka akhirnya satu kolam dalam Kabinet Indonesia Maju.
Saat AHY dilantik menggantikan Hadi Tjahjanto di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2024), Moeldoko tampak tidak hadir. Absennya KSP Moeldoko ini membuat sejumlah warganet mempertanyakan keberadaannya.
Belakangan, Moeldoko diketahui sedang berada di luar negeri. Ia menghadiri acara pertemuan tingkat Menteri Asia Pasifik (APRC) ke-37 di Kolombo, Sri Lanka, 19-22 Februari 2024. Dalam pertemuan tersebut, Moeldoko menyampaikan gagasan regenerasi petani sebagai solusi untuk membangun ketahanan pangan di kawasan.
“Indonesia berbagi pembelajaran dan mendorong solusi-solusi baru untuk membangun ketahanan pangan bersama. Di antaranya, kami usulkan pembentukan pusat pelatihan regenerasi petani kawasan Asia Pasifik di Indonesia,” jelas Moeldoko pada agenda utama APRC di Kolombo, Sri Lanka dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (21/2/2024).
Moeldoko juga sempat mengunggah konten tentang kunjungan di Sri Lanka. Mengutip dari akun @dr_Moeldoko, Moeldoko mengaku hadir sebagai pembicara dalam konferensi FAO Asia Pasifik. Ia pun sempat mengucapkan selamat kepada AHY dan Hadi yang menjadi Menteri ATR dan Menkopolhukam.
“Saya ucapkan juga selamat kepada pak @hadi.tjahjanto dan mas @agusyudhoyono yang telah dilantik oleh presiden @jokowi menjadi Menteri Kabinet Indonesia Maju. Mohon maaf saya tidak bisa menghadiri pelantikan karena harus menjalankan tugas saya sebagai kepala @kantorstafpresidenri untuk menjadi pembicara forum @fao di Sri Lanka,” tulis Moeldoko lewat akun Intagramnya.
Di sisi lain, Sekretaris Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat, Andi Mallarangeng, mengaku penasaran dengan muka Moeldoko saat sidang kabinet. Sebab, kata dia, Moeldoko akan duduk dengan AHY yang ingin didongkelnya dari ketua umum.
“Orang yang mau dia dongkel, yang mau dia bajak partainya, sekarang ada di sidang kabinet. Tetap sebagai ketum Partai Demokrat yang sah, dan sebagai menteri kabinet. Sweet revenge,” ucap Andi kepada Tirto, Rabu (21/2/2024).
Sekali lagi, Andi Mallarangeng mengatakan, ketika sidang kabinet pemerintahan Jokowi-Ma’ruf berlangsung, publik akan melihat wajah Moeldoko atau AHY yang kelihatan kecut. Namun, Andi meyakini wajah AHY tentu akan sumringah.
“Lihat saja siapa yang wajahnya kecut. Kalau AHY pasti sumringah,” tutup Andi.
Mengingat Kembali Konflik Moeldoko vs AHY
Moeldoko punya catatan panjang dengan Partai Demokrat di era kepemimpinan AHY. Semua berawal ketika AHY mengumumkan ada sekelompok kader dan mantan kader Demokrat yang berupaya menggulingkan kepemimpinannya pada 1 Februari 2021.
Situasi semakin memanas setelah Moeldoko resmi menerima hasil Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Deli Serdang, Sabtu (6/3/2021). Moeldoko kala itu ditunjuk sebagai ketua umum Partai Demokrat, tentu saja dengan cara mendepak AHY dari pucuk pimpinan partai berlambang mercy itu.
Setelah kejadian tersebut, muncul pro dan kontra cukup lama antara Demokrat kepemimpinan Moeldoko dengan Demokrat versi AHY. Perseteruan dua kubu terjadi, mulai dari perang narasi di media hingga saling meja hijau.
Dalam catatan Tirto, kubu Demokrat Deli Serdang (kubu Moeldoko) beberapa kali menyerang lewat proses hukum seperti gugatan pemecatan kader yang ikut KLB Deli Serdang, Jhoni Allen Marbun, dan pelaporan dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Marzuki Alie.
Singkat cerita, MA akhirnya menolak pengajuan peninjauan kembali kubu Deli Serdang dalam kepengurusan Partai Demokrat. Demokrat kubu AHY keluar sebagai pemenang dan tetap konsisten menjadi oposisi pemerintahan Jokowi.
Namun, arah politik Demokrat berubah menjelang Pilpres 2024. Parpol berlambang mercy ini merapat ke parpol Koalisi Indonesia Maju –sebagian besar adalah pendukung Jokowi-Ma’ruf—mengusung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Manuver ini dilakukan Demokrat usai AHY gagal menjadi bakal cawapres dari Anies Baswedan, lawan politik Prabowo-Gibran.
Langkah politik AHY dan Demokrat termasuk mujur. Pasangan nomor urut 2, Prabowo-Gibran, unggul telah dalam hitung cepat sejumlah lembaga survei dan kemungkinan besar pilpres hanya satu putaran. Tak hanya itu, AHY bahkan mendapat “bonus” jabatan menteri meski Demokrat selama 9 tahun adalah parpol oposisi dan kerap mengkritik Jokowi.
Jokowi Satukan Moeldoko dan AHY dalam Kabinet
Sejumlah pihak mengapresiasi langkah Jokowi menyatukan AHY dan Moeldoko dalam kabinetnya. Analis politik dari Skala Data Indonesia, Arif Nurul Imam, menilai kemampuan menggabungkan dua kubu berseteru dalam kabinet adalah bentuk kepiawaian Jokowi dalam mengelola kekuasaan.
“Soal AHY masuk di pemerintah dan di situ masih ada Moeldoko, tentu itu kecanggihan atau keterampilan Jokowi dalam segala konflik kepentingan politik yang ada di lingkaran istana. Itu harus diakui bahwa Jokowi jago atau jeli dalam mengelola kekuatan-kekuatan politik yang ada di istana," kata Imam, Kamis (22/2/2024).
Imam juga menilai, kemampuan melobi AHY menambah deretan kesuksesan Jokowi dalam berpolitik. Ia mencontohkan bagaimana Jokowi berhasil menjadi presiden dari jabatan wali kota di partai besar PDIP. Selain itu, Jokowi juga berhasil ikut memenangkan Prabowo-Gibran, pasangan yang diusungnya.
“Jokowi politisi yang ulung tidak diragukan lagi sejak di Solo sehingga dia bisa sukses menaiki tangga dari wali kota dan presiden, bahkan mengendalikan partai politik. Salah satu kelebihan Jokowi adalah kemampuan melakukan manajemen konflik kepentingan antarkekuatan politik termasuk kekuatan partai politik," kata Imam.
Di sisi lain, Imam juga mengakui kemampuan pemerintahan Jokowi yang mampu menaklukkan Partai Golkar di periode pertama yang sebelumnya berseberangan dengan pemerintahannya. Kemudian, Jokowi juga berhasil membuat PAN terus berada di sisinya hingga membuat eks petinggi PAN, Amien Rais, keluar dari partai dan membentuk Partai Ummat.
Selain itu, kata Imam, posisi Demokrat yang masuk kabinet bersama PDIP, yang kerap berseberangan dengan partai berlambang mercy itu, dalam satu kabinet.
Imam juga mengatakan, pengaruh Jokowi berpotensi akan tetap ada setelah turun dari jabatan presiden. Namun, kata dia, semua bergantung pada kemampuan Jokowi dalam mengelola sumber daya politik dengan status bukan petinggi partai.
“Tetapi kita harus tahu bahwa Jokowi juga membangun proxy politik lewat anaknya, yakni Mas Gibran Rakabuming di mana Mas Gibran Rakabuming merupakan cawapres yang dari hitung cepat hari ini terpilih atau unggul dalam Pilpres 2024 kemarin," kata Imam.
Sementara itu, analis politik dari Populi Center, Usep S. Ahyar, menilai masuknya AHY dan ada Moeldoko di satu tempat yang sama akibat kesamaan kepentingan. Ia mengingatkan posisi oposisi dan integrasi sangat tipis sehingga pembeda hanya pada sisi kepentingan.
“Hari ini Pak Jokowi butuh Demokrat dan pemerintahan saya kira butuh Demokrat. Maka saya kira, ya politik paling tahu karena koalisi kita tidak panjang, jadi kepentingan lebih pada pragmatis, jangka pendek sehingga terlalu lama isu penjegalan Demokrat, pengambilalihan Demokrat dan sebagainya, saya kira konsolidasi sudah selesai,” kata Usep, Kamis (22/2/2024).
Usep menekankan, politik Indonesia itu bisa berubah-ubah. Partai yang punya kepentingan sama akan berada dalam satu tindakan, sementara berbeda pandangan akan berpisah.
“Saat ini Demokrat sudah bergabung, sudah 'jinak', sudah gabung di pemerintahan dan sama-sama dengan Pak Moeldoko. Jadi tidak ada kepentingan lain yang berbeda dengan Moeldoko secara pribadi maupun kelompoknya atau paling tidak dalam jangka pendek ini," kata Usep.
Usep menekankan, kemampuan menyatukan semua partai yang dilakukan Jokowi tidak bisa dianggap remeh. Jokowi mampu mengkonsolidasikan semua pihak dan situasi. Ia mencontohkan bagaimana Jokowi berhasil mempengaruhi pemilih PDIP di Pilpres 2024 untuk memilih Prabowo-Gibran meski tetap memilih PDIP di legislatif.
“Saya kira dalam hal ini boleh dikatakan itu kepiawaian Pak Jokowi dalam hal bermain politik. Itu terlepas ada kritik etik dan lain sebagainya, tapi dalam konteks permainan politik, ya ini pandai," kata Usep.
Usep bahkan berani mengatakan, Jokowi sangat mahir dalam berpolitik karena mampu membuat partai berada di tangannya. “Justru partai politik dimainkan dalam tanda petik oleh Pak Jokowi," kata Usep.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz