tirto.id - Partai Golkar menjadi salah satu parpol yang layak disorot dalam Pemilu 2024. Berdasarkan quick count atau hitung cepat sejumlah lembaga survei, partai beringin itu berhasil finis di posisi kedua, mengalahkan Partai Gerindra sebagai pengusung utama capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Mengutip data quick count 4 lembaga survei pada 16 Februari 2024, pukul 20.52 WIB dari laman Tirto, posisi Golkar berada di peringkat kedua. Di data SMRC misal, Golkar mengantongi 14,36 persen atau satu peringkat di bawah PDIP yang berada di puncak dengan angka 16,87 persen. Di bawah Golkar ada Partai Gerindra yang mengantongi 12,97 persen. Disusul PKB 10,66 persen dan Nasdem 9,23 persen.
Sementara berdasarkan data hasil hitung cepat Indikator Politik Indonesia, Golkar juga mengantongi 14,91 persen atau satu peringkat di bawah PDIP di angka 16,77 persen. Di bawah Golkar ada Partai Gerindra yang mengantongi 13,49 persen, disusul PKB 10,52 persen, dan Nasdem 9,39 persen.
Di data hasil hitung cepat Poltracking, Golkar tercatat mendapatkan suara 15,60 persen, selisih tipis dengan PDIP di puncak dengan angka 16,55 persen. Di bawah Golkar ada Gerindra dengan angka 13,35 persen, PKB di angka 11,51 persen, dan Nasdem 9,22 persen.
Terakhir, data hitung cepat Charta Politica, Golkar mengantongi 13,65 persen atau satu peringkat di bawah PDIP di angka 15,85 persen. Di bawah Golkar ada Partai Gerindra yang mengantongi 13,57 persen. Kemudian disusul PKB 10,58 persen dan Nasdem 9,92 persen.
Perolehan tersebut membuat Golkar naik peringkat dibandingkan Pileg 2019. Berdasarkan hasil rekapitulasi Pileg 2019 yang diikuti 16 partai nasional, PDIP meraih suara terbanyak, yaitu 19,91 persen dan menguasai 128 kursi di DPR RI dari total 575 kursi. Gerindra berada di posisi kedua dengan perolehan suara sebanyak 12,51 persen dan 78 kursi. Partai Golkar menyusul dengan persentase suara 12,15 persen dan meraih 85 kursi.
Posisi keempat pada Pileg 2019 ditempati PKB dengan jumlah dukungan sebesar 9,72 persen dan memperoleh 58 kursi. Lalu, Partai Nasdem menempel di bawah PKB dengan merebut 59 kursi dan jumlah suara 8,81 persen.
Perubahan Peta Daerah
Lalu, bagaimana peta perolehan suara porpol di sejumlah provinsi? Mengacu pada data hasil hitung cepat per Jumat (16/2/2024) pukul 16.30 WIB, mayoritas penguasa daerah di partai sebelumnya bertahan.
Jawa Barat misalnya. Partai Gerindra menjadi penguasa di daerah pasundan ini. Mengutip hasi hitung cepat Charta Politica, jika mengacu hasil pilpres, maka Prabowo-Gibran teratas dengan 57,46 persen, disusul Anies-Muhaimin 31,65 persen dan Ganjar-Mahfud 10,88 persen.
Akan tetapi, jika mengacu pada hasil Pileg 2024, lima parpol teratas diduduki Partai Gerindra (16,68 persen), PKS (14,8 persen), Golkar (13,97 persen), PKB (11,54 persen), dan PDIP (10,24 persen).
Di Jakarta, pasangan Anies-Muhaimin menang tipis 41,88 persen dari Prabowo-Gibran 41,62 persen. Ganjar-Mahfud hanya 16,5 persen. Jika melihat secara perolehan calon anggota legislatif, maka PKS paling kuat dengan 19,44 persen. Disusul PDIP 14,58 persen, Gerindra 10,46 persen, Golkar 9,27 persen, dan Nasdem 7,69 persen.
Di Jawa Tengah, kandang banteng alias PDIP masih belum goyah. Akan tetapi, pasangan Ganjar-Mahfud yang diusung PDIP keok dengan angka 34,19 persen dari Prabowo-Gibran yang mencapai 51,16 persen. Sementara Anies-Muhaimin hanya 14,66 persen.
Akan tetapi, jika ditilik berbasis perolehan pileg dari data Charta, PDIP perkasa dengan angka 26,37 persen. Peringkat kedua adalah Partai Golkar dengan 11,68 persen, disusul PKB 11,65 persen, Gerindra 10,29 persen, dan PKS 8,38 persen.
Di Jawa Timur, Prabowo-Gibran menang dengan angka lebih tinggi, yakni 63,56 persen, disusul Ganjar-Mahfud 18,36 persen, dan Anies-Muhaimin 18,07 persen. Namun, jika melihat hasil pileg yang dirilis Charta, PKB berada di peringkat pertama dengan 17,63 persen, PDIP 15,19 persen, Gerindra 14,54 persen, Golkar 11,29 persen, dan Nasdem 8,05 persen.
Di wilayah Sumatera, beberapa daerah juga mengalami perubahan. Di Aceh, dilihat dari pilpres, Prabowo-Gibran menang tipis 48,98 persen, disusul Anies-Muhaimin 48,2 persen. Suara Ganjar-Mahfud paling buncit di 2,83 persen.
Namun, jika mengacu pada Pileg 2024 berdasarkan data hasil hitung cepat Charta, maka PKB menempati peringkat pertama dengan 17,25 persen, disusul Golkar 16,02 persen, PKS 12,57 persen, Nasdem 10,79 persen, dan PPP 8,47 persen.
Di Sumatera Barat, pasangan Anies-Muhaimin menang di angka 52,42 persen. Mereka mengalahkan Prabowo-Gibran 42,63 persen dan Ganjar-Mahfud 4,95 persen. Namun, hasil pileg mengalami perubahan. PKS yang sebelumnya berkuasa di Sumatera Barat digeser Nasdem dengan suara 19,8 persen, sementara PKS 15,34 persen. Lalu, disusul Gerindra 14,09 persen, Golkar 10,54 persen, dan Demokrat 9,16 persen.
Bergeser ke Kalimantan, dua daerah tidak mengalami perubahan. Kalimantan Timur dikuasai Prabowo-Gibran dengan angka 63,82 persen. Prabowo-Gibran mengalahkan Anies-Muhaimin yang memegang 25,19 persen dan Ganjar-Mahfud 10,99 persen.
Akan tetapi, jika mengacu pada perolehan calon anggota legislatif, maka suara Golkar masih perkasa di angka 28,05 persen, disusul Gerindra 15,13 persen, PKS 10,28 persen, Nasdem 9,42 persen, dan PKB 8,18 persen.
Begitu juga di Kalimantan Barat, Prabowo-Gibran menang di angka 60,48 persen. Pasangan ini mengalahkan Anies-Muhaimin 20,06 persen dan Ganjar-Mahfud 19,46 persen. Akan tetapi, jika melihat secara legislatif, PDIP perkasa dengan angka 23,27 persen. Disusul Nasdem 15,99 persen, Golkar 12,8 persen, Gerindra 11,44 persen, dan PAN 7,82 persen.
Bergeser ke Sulawei. Nasdem mulai berkuasa di Sulawesi Selatan, sementara Sulawesi Utara tetap dikuasai PDIP. Akan tetapi, angka pilpres mengalami anomali. Di Sulawesi Utara yang merupakan basis PDIP, Prabowo-Gibran menang telak dengan angka 77,18 persen, sementara Ganjar-Mahfud hanya 15,18 persen dan Anies-Muhaimin 7,64 persen.
Namun, jika melihat secara perolehan calon anggota legislatif, maka PDIP masih perkasa dengan angka 27,07 persen, disusul Demokrat 26,68 persen, Golkar 15,21 persen, Nasdem 12,37 persen, dan PAN 6,14 persen.
Di Sulawesi Selatan, Prabowo-Gibran menang 53,75 persen. Mereka mengalahkan Anies-Muhaimin 40,5 persen dan Ganjar-Mahfud 5,75 persen. Di sisi legislatif, Partai Nasdem unggul 19,86 persen. Posisi kedua adalah Gerindra 17,29 persen, Golkar 15,19 persen, Demokrat 8,98 persen, dan PKS 7,28 persen.
Bagaimana dengan Bali dan Nusa Tenggara? Bila melihat hasil hitung cepat, Prabowo-Gibran meraup suara 55,91 persen di Bali. Sementara Ganjar-Mahfud 39,36 persen dan Anies-Muhaimin 4,74 persen. Akan tetapi, jika melihat hasil pileg, maka PDIP masih sangat perkasa dengan angka 46,92 persen. Disusul Golkar 16,44 persen, Gerindra 12,83 persen, Nasdem 7,16 persen, dan Demokrat 5,44 persen.
Begitu juga dengan Nusa Tenggara Barat. Di NTB ini, Prabowo-Gibran menang di angka 63,9 persen. Sedangkan Anies-Muhaimin hanya 28,81 persen serta Ganjar-Mahfud 7,3 persen. Sementara jika melihat pileg, maka Gerindra berada di peringkat pertama 14,61 persen, lalu PKB 10,61 persen, PKS 10,36 persen, Golkar 7,11 persen, dan Nasdem 6,87 persen.
Suara Pileg Bertumpu pada Caleg
Analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, mengatakan suara pileg berbeda dengan pilpres. Situasi pileg menandakan bahwa perolehan suara daerah lebih cendrung kepada tokoh lokal daripada nasional.
“Saya melihat bahwa kekuatan caleg atau tokoh-tokoh lokal sebagai vote gathers itu memang dominan di pileg akhirnya. Bahwa pileg lebih bertumpu pada tokoh-tokoh lokal, caleg-calegnya daripada tokoh-tokoh nasional,” kata Kunto, Jumat (16/2/2024).
Kunto mencontohkan, Gerindra yang diisi banyak tokoh nasional tidak mampu meningkatkan suara secara signifikan di pileg. Ia mencontohkan bagaimana SBY pada Pilpres 2004 menang pilpres, tapi pemenang legislatif adalah Partai Golkar yang merupakan sisa basis saat Pemilu 1997.
Di sisi lain, Kunto melihat perolehan pileg PDIP saat ini turun akibat 'penghukuman' dari rakyat. Namun, penurunan tersebut tidak signifikan mengarah pada satu partai lain. Hal ini dilihat dari tidak ada kenaikan suara ekstrem dari partai lain, seperti Gerindra atau Golkar yang mencapai 3 persen lebih, termasuk PKB.
Kunto menekankan, publik punya persepsi berbeda dalam pileg dan pilpres. Dalam pilpres, publik mengatensi secara serius dengan melihat perbincangan kolega, isu yang dibahas hingga masalah bansos.
Di sisi lain, untuk pileg, kata Kunto, masyarakat tidak perlu berpikir pusing-pusing. Mereka cukup mencari orang yang mereka kenal seperti tetangga atau tokoh terkenal. Ia mencontohkan kasus Komeng sebagai bukti publik tidak memperhatikan soal pileg.
“Semua faktor kemudian dipertimbangkan oleh pemilih, sedangkan kalau pileg tidak terlalu penting bagi pemilih sehingga mereka enggak perlu mikir terlalu dalam. Ya kan? Cukup mengulang yang kemarin milih ini, ya tinggal sekarang ini atau oh tetangga saya ada yang nyaleg, ya sudah saya pilih tetangga saya atau enggak ada yang kenal,” kata Kunto.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz