Menuju konten utama

Ribuan Pengungsi Rohingya Demo di Bangladesh, Ada Apa?

Puluhan ribu pengungsi di Rohingya demo di Kota Cox’s Bazar, Bangladesh, pada Minggu (25/8/2024). Apa penyebab para pengungsi berdemo?

Ribuan Pengungsi Rohingya Demo di Bangladesh, Ada Apa?
Pengungsi Rohingya baru menunggu memasuki kamp pengungsi sementara Kutupalang, di Cox Bazar Bangladesh, Rabu (30/8). ANTARA FOTO/REUTERS/Mohammad Ponir Hossain

tirto.id - Puluhan ribu pengungsi di Rohingya demo di Bangladesh, pada Minggu (25/8/2024). Aksi demo tersebut merupakan yang terbesar selama beberapa bulan terakhir. Ada apa ribuan pengungsi Rohingya demo di Bangladesh?

Melansir dari laporan Al Jazeera, pengungsi Rohingya mengadakan aksi unjuk rasa di kamp-kamp pengungsi di Kota Cox’s Bazar. Pengungsi mulai dari usia anak-anak hingga orang tua membentangkan poster berisi tuntutan demo.

Sejumlah poster yang dibawa para pengungsi yang mayoritas mengenakan pakaian putih bertuliskan “Harapan adalah rumah” dan “Kami Rohingya adalah warga Myanmar.”

Mereka meneriakkan slogan-slogan menuntut diakhirinya kekerasan. Para pengungsi juga mendesak kepulangan mereka yang aman ke Myanmar. Selain itu, banyak yang mengenakan pengikat kepala bertuliskan “Peringatan Genosida Rohingya”.

Seorang pengungsi bernama Hafizur Rahman meminta agar kekerasan terhadap etnisnya segera dihentikan.

"Sudah cukup. Hentikan kekerasan dan serangan terhadap komunitas Rohingya," katanya seperti yang dikutip dari Reuters, Selasa (26/8/2024).

Penyebab Demo Pengungsi Rohingya di Bangladesh

Melansir dari laporan Reuters, puluhan ribu pengungsi Rohingya melakukan demo di Bangladesh sebagai peringatan ketujuh pengungsian massif etnis Rohingya akibat genosida Myanmar.

Tujuh tahun lalu, tepatnya pada Agustus 2017, masyarakat etnis Rohingya, di Rakhine, Myanmar, menjadi korban kekerasan, pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran. Peristiwa ini terjadi karena pertempuran antara pasukan junta yang berkuasa dan Tentara Arakan.

Tentara Arakan adalah sebuah milisi etnis kuat yang merekrut dari mayoritas Buddha. Rohingya, yang sebagian besar merupakan minoritas Muslim, telah lama mengalami diskriminasi dan kekerasan etnis di Myanmar.

Rangkaian diskriminasi, kekerasan, dan pembunuhan, memaksa masyarakat Rohingya angkat kaki dari Rakhine demi menyelamatkan diri. Melansir dari laporan Anadolu Agency (AA) tindakan represif di Rakhine, menyebabkan pengungsian massal terhadap komunitas Rohingya.

Orang-orang Rohingya menyebut peristiwa tersebut sebagai Hari Peringatan Genosida Rohingya. Tindakan tersebut kini menjadi subjek kasus genosida yang sedang diproses di Pengadilan Internasional di Den Haag.

Mereka yang mengungsi di negara-negara terdekat terlunta-lunta dan tak jelas status kewarganegaraannya. Para pengungsi juga terus mendapatkan diskriminasi dari warga setempat, bahkan menjadi korban perdagangan orang.

Melalui aksi peringatan tujuh tahun peristiwa itu, para pengungsi menuntut diakhirinya kekerasan agar bisa kembali dengan selamat ke Myanmar.

Saat ini lebih dari satu juta pengungsi Rohingya tinggal di kamp-kamp kumuh di Bangladesh. Banyak dari mereka yang terus berharapan bisa kembali ke rumah.

Berdasarkan laporan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Rohingya hingga kini sepenuhnya bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan perlindungan, makanan, air, tempat tinggal, dan layanan kesehatan.

Para pengungsi Rohingya tinggal di tempat penampungan sementara di perkemahan padat penduduk di Cox's Bazar dan di pulau Bhasan Char. Tercatat jumlah pengungsi berasal dari Myanmar pada 2024 mencapai 1.003.088 orang.

Baca juga artikel terkait INTERNASIONAL atau tulisan lainnya dari Umi Zuhriyah

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Umi Zuhriyah
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Yonada Nancy & Iswara N Raditya