tirto.id - Pasien baru terkonfirmasi COVID-19 di Indonesia terus melonjak. Munculnya varian Omicron yang sudah terdeteksi di Tanah Air sejak Desember 2021 ini menyebabkan tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) pasien COVID-19 meningkat. Sayangnya, rumah sakit justru dipenuhi dengan pasien tanpa gejala dan gejala ringan.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengkritik soal ribuan pasien COVID-19 tanpa gejala dan gejala ringan dirawat di rumah sakit. Pandu merujuk data Kementerian Kesehatan per 3 Februari 2022 yang menyebut sebanyak 7.214 pasien yang dirawat di rumah sakit. Rinciannya: pasien asimptomatik atau tanpa gejala 1.536; ringan 3.741, sedang 1.821, berat 100, dan kritis 16.
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI itu menilai hal tersebut melanggar aturan dari Kemenkes yang menyatakan hanya pasien COVID-19 bergejala sedang, berat, dan kritis saja yang harus dirawat di rumah sakit. Sementara pasien COVID-19 tanpa gejala dan gejala ringan dapat melakukan isolasi mandiri atau dirawat di fasilitas pemerintah seperti Wisma Atlet.
“Jadi rumah sakit itu sudah melanggar peraturan dari Kemenkes yang harusnya merawat pasien bergejala sedang, berat, dan kritis,” kata Pandu kepada reporter Tirto, Senin (7/2/2022).
Pandu menilai pasien COVID-19 tanpa gejala dan gejala sedang yang dirawat di rumah sakit merupakan orang dari kalangan masyarakat menengah ke atas. Mereka memilih dirawat di rumah sakit karena ketakutan dengan dampak COVID-19 dan dikhawatirkan menular ke keluarga.
Namun sayangnya, kata Pandu, rumah sakit yang seharusnya lebih selektif memilih pasien, demi mencari keuntungan malah menampung mereka. “Rumah sakit swasta ini, kan, cari keuntungan karena butuh uang. Sebaiknya jangan memetik keuntungan di tengah pandemi," ucapnya.
Jika hal ini dibiarkan, kata Pandu, maka dikhawatirkan ketika terjadi lonjakan kasus dan banyak pasien bergejala sedang hingga kritis memerlukan perawatan, tingkat keterisian rumah sakit sudah penuh dengan pasien tanpa gejala dan gejala ringan.
Kondisi itu pun akan membahayakan pasien yang seharusnya membutuhkan perawatan dari rumah sakit. Apalagi puncak virus Corona varian Omicron akan terjadi pada Februari-Maret dan Indonesia akan memasuki gelombang ketiga.
“Jadi kalau terjadi lonjakan kasus, pemerintah dan rumah sakit tidak mampu menampung pasien atau overload seperti kondisi sebelumnya,” kata Pandu.
Tahun lalu atau saat varian Delta membeludak, keterisian IGD dan ICU rumah sakit di Indonesia sudah melebihi kapasitas. Bahkan, rumah sakit harus mendirikan tenda untuk menampung pasien COVID-19 yang tidak kebagian kamar.
Atas kondisi tersebut, Pandu meminta kepada pemerintah dan rumah sakit untuk mengarahkan pasien COVID-19 tanpa gejala dan gejala ringan agar melakukan isolasi mandiri atau dirawat di fasilitas negara yang telah disediakan seperti Wisma Atlet dan sejenisnya.
Hal senada diungkapkan Anggota Komisi IX DPR, Rahmad Handoyo. Ia mendesak pemerintah dan rumah sakit agar mematuhi peraturan yang telah dibuat Kemenkes, bahwa pasien tanpa gejala dan gejala ringan sebaiknya melakukan isolasi mandiri atau di fasilitas seperti Wisma Atlet.
Meksipun pasien tersebut berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas, kata Rahmad, sebaiknya rumah sakit tetap menerapkan peraturan dari Kemenkes dan tidak boleh mencari keuntungan.
Politikus PDI Perjuangan itu pun meminta pemerintah yakni Kemenkes untuk mengawasi rumah sakit yang tidak mematuhi aturan yang telah dibuatnya itu. “Beri peringatan dan sanksi administrasi yang tegas. Itu bisa lewat dinas di wilayah masing-masing,” kata Rahmad kepada reporter Tirto, Senin (7/2/2022).
Kemenkes Minta RS Patuhi Aturan
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi membenarkan data jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit tersebut. Ia juga mengatakan, Kemenkes akan mengimbau kepada rumah sakit agar tidak merawat pasien yang tak bergejala dan gejala ringan.
“Karena nanti akan membebani nakes dan nanti ruangan juga tidak tersedia untuk yang membutuhkan," kata Nadia kepada reporter Tirto, Senin (7/2/2022).
Jika masih menemukan rumah sakit yang masih menampung pasien OTG dan gejala ringan, kata Nadia, maka Kemenkes tak segan-segan akan memberikan sanksi teguran.
Nadia meminta kepada rumah sakit agar pasien OTG dan gejala ringan bisa dirawat dengan layanan telemedisin. “Dengan cara selama isoman masyarakat tetap dalam pantauan rumah sakit tersebut,” kata dia.
Nadia juga meminta kepada rumah sakit untuk mematuhi Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.01/MENKES/18/2022 tentang Pencegahan dan Pengendalian Kasus COVID-19 Varian Omicron (B.1.1.529). SE yang ditetapkan pada 17 Januari 2022 tersebut memuat ketentuan mengenai isolasi bagi pasien COVID-19.
Berdasarkan SE tersebut, kasus konfirmasi COVID-19 dengan gejala berat-kritis dirawat di rumah sakit. Kemudian kasus konfirmasi COVID-19 dengan gejala sedang atau gejala ringan disertai komorbid yang tidak terkontrol dapat dirawat di RS lapangan/RS darurat atau RS penyelenggara pelayanan COVID-19.
Lalu kasus konfirmasi COVID-19 tanpa gejala (asimptomatik) dan gejala ringan dapat melakukan isolasi mandiri jika memenuhi syarat klinis dan syarat rumah.
Wakil Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Koesmedi Priharto mengakui banyak pasien bergejala ringan melakukan rawat inap di rumah sakit. Sikap tersebut dipicu atas trauma terhadap ledakan COVID-19 varian Delta yang terjadi pada Juni-Agustus 2021.
“Kita tahu bawa trauma kemarin pada bulan Juni dan Juli itu merupakan trauma yang berat untuk masyarakat kita,” kata dia dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertajuk “Menahan Gelombang Omicron,” Sabtu (29/1/2022).
Dia menjelaskan lonjakan kasus akibat varian Delta pada Juli dan Agustus 2021 membuat banyak pasien OTG dan gejala ringan gagal melakukan isolasi secara mandiri. Akhirnya, mereka pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Akibatnya, angka BOR saat ini mengalami kenaikan secara signifikan.
Padahal, kata dia, bila melihat anjuran dari pemerintah saat ini, pasien yang disarankan untuk dirawat di rumah sakit adalah mereka dengan gejala sedang, berat, atau mengalami masa kritis.
Dia pun mengklaim rumah sakit tidak serta merta memperbolehkan atau menerima pasien dengan gejala ringan untuk dirawat. Pihak manajemen rumah sakit biasanya akan memberikan surat pernyataan yang menerangkan bahwa biaya perawatan pasien tersebut tidak dapat ditanggung oleh pemerintah.
Isi surat pernyataan tersebut juga menyarankan supaya pasien dengan gejala ringan untuk melakukan isolasi mandiri di kediaman masing-masing, sesuai dengan anjuran yang saat ini diberikan pemerintah guna menjaga keterisian tempat tidur tetap stabil.
Apabila masyarakat bersikeras mendapatkan perawatan, kata dia, maka biaya akan ditanggung oleh individu. “Kita sudah berusaha semaksimal mungkin. Pemerintah sudah memfasilitasi semuanya dengan baik. Diharapkan itu pun juga bisa berjalan dengan baik,” kata dia.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz