Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Tarik Ulur Keputusan PTM 50 Persen saat Gelombang Ketiga COVID-19

Tenaga Ahli KSP Abraham Wirotomo sebut pemerintah sudah menyesuaikan pelaksanaan PTM di tengah lonjakan kasus COVID-19.

Tarik Ulur Keputusan PTM 50 Persen saat Gelombang Ketiga COVID-19
Sejumlah siswa mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas di SD Negeri Bhayangkari, Kota Serang, Banten, Selasa (4/1/2022). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/wsj.

tirto.id - Kasus COVID-19 di Indonesia kembali mengalami lonjakan signifikan sejak Januari 2022. Satgas Penanganan COVID-19 per Jumat, 4 Februari bahkan mencatat kasus baru sebanyak 32.211 pasien. Jumlah ini naik signifikan dibandingkan sehari sebelumnya, Kamis (3/2/2022) yang tembus 27.197 orang.

Kasus baru yang naik signifikan akibat varian Omicron ini membuat publik mendesak pemerintah menghentikan pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen. Apalagi di sejumlah daerah di Pulau Jawa dan Bali sudah bermunculan klaster sekolah.

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), organisasi nirlaba yang bergerak di bidang Pendidikan pun meminta para kepala daerah untuk menghentikan PTM apabila kasus terus melonjak. Pemerintah daerah didesak bertindak secara terukur dan tidak main-main menyikapi gelombang ketiga COVID-19 ini.

“Masa mau menunggu kasus makin tinggi, dan sekolahnya menjadi klaster. Dalam kondisi darurat begini, keselamatan dan kesehatan warga sekolah menjadi utama,” kata Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim melalui keterangan tertulis, Kamis (3/2/2022).

Pemerintah pun didorong agar menyesuaikan pelaksanaan PTM dengan SKB 4 menteri yang menjadi acuan penerapan PTM dan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Satriwan melihat masih banyak kepala daerah enggan menghentikan PTM sesuai SKB 4 menteri.

Satriwan beralasan, UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa sekolah setingkat PAUD dan SMP di bawah pemerintah kota atau kabupaten, sementara SMA, SMK dan SLB di tingkat provinsi. Mestinya UU ini yang dijadikan rujukan oleh kepala daerah, di samping SKB 4 Menteri yang jelas kedudukannya di bawah UU, kata Satriwan.

P2G pun sangat mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo agar tiga provinsi, yaitu: DKI, Jawa Barat, dan Banten melakukan evaluasi PTM 100% secara total, mengingat daerah ini yang ada aglomerasi di dalamnya menjadi episentrum kenaikan kasus COVID-19 pada gelombang ketiga ini.

“Saya rasa kepala daerah punya landasan yuridis UU Pemda tadi, sehingga punya diskresi untuk mrnentapkan keputusan yang berbeda dari SKB 4 Menteri,” kata dia.

Di sisi lain, P2G mengapresiasi langkah sejumlah kepala daerah seperti Tangerang Raya (Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Tangerang Selatan), Bogor Raya (Kabupaten Bogor dan Kota Bogor) dan Kota Bekasi yang telah menghentikan PTM. Satriwan mendorong agar PTM di Jakarta juga dihentikan karena positivity rate sudah di atas 5 persen atau melebihi ambang batas standar WHO.

“Artinya, jika daerah tersebut sudah mengalami positivity rate di atas 5% bahkan di atas 15%, ya sudah semestinya PTM nya dihentikan,” tutur Satriwan.

Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman bahkan sudah jauh-jauh hari meminta agar pemerintah menghentikan PTM. Saat diwawancarai Tirto, Kamis (27/1/2022), Dicky sudah mengatakan bahwa kasus COVID-19 Indonesia akan naik dan Indonesia masuk gelombang ketiga.

Dicky pun meminta pemerintah untuk mulai mitigasi penanganan COVID. Mitigasi jangka pendek dapat dilakukan dengan memastikan keberadaan fasilitas kesehatan. Pemerintah harus siap rencana pembuatan RS darurat, upaya perawatan isolasi mandiri hingga sistem rujukan. Pasien yang dirawat harus sesuai derajat keparahan seperti perawatan rumah sakit hanya untuk penderita sedang dan berat. Ia beralasan, tidak menutup kemungkinan Indonesia akan mengalami situasi seperti mewabahnya varian Delta pada Juli 2021.

“Potensi seperti Juli laku ada. Jangan tidak ada, ada. Sangat ada, terutama saat ini kita akan sangat berhati-hati pada kelompok anak, kelompok anak dan tentu lansia, lansia komorbid dan anak,” kata Dicky.

Kemudian, pemerintah harus menghentikan pembelajaran tatap muka. Sebab, kata dia, penyebaran COVID untuk anak-anak sangat berbahaya. Ia khawatir sikap psikologis orang tua bisa mengganggu beban fasilitas kesehatan ke depan hingga soal dampak sosial di masyarakat.

“Saat ini kondisi berbahaya. Kalau landau, saya dukung [PTM], kalua sekarang saya tidak [dukung]. Bukan oh ini masih lama. Ya kalau menunggu ledak itu terlambat. Itu namanya bukan strategi yang baik. Kalau sudah meledak terus dilakukan itu buat apa strategi mitigasi?" kata Dicky.

Dicky menambahkan, “Jadi public health intervention itu intinya adalah di early intervention, early prevention. Jadi awal. Jangan nunggu, wah ada karang ya susah. Ada korban, tapi kalau sudah dari jauh kita prediksi, kita mitigasi, ada kesulitan menghindari korban, tapi sangat kecil. Ini yang harus dilakukan.”

Langkah Pemerintah

Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Abraham Wirotomo menegaskan pemerintah sudah menyesuaikan pelaksanaan PTM di tengah lonjakan kasus. Ia mengacu pada penerbitan Surat Edaran Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 2 tahun 2022 dan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2022 tentang Diskresi Pelaksanaan SKB 4 Menteri tentang Penyelenggaraan Pembelajaran di masa pandemi. Ia sebut, diskresi menjadi PTM 50 persen berdasarkan hasil asesmen pemerintah.

“Pertimbangan kedua SE tersebut karena karakteristik kenaikan Omicron ini beda dari Delta. Kenaikanya lebih cepat sehingga untuk daerah level PPKM 2 diubah menjadi bisa hanya 50%," kata Abraham kepada reporter Tirto, Jumat (4/2/2022).

Sebagai catatan, beberapa daerah dengan status PPKM Level 2, terutama di wilayah aglomerasi Jabodetabek, ada yang memutuskan menghentikan PTM, tetapi ada juga yang mengubah komposisi PTM menjadi 50 persen.

Di Jakarta, pemerintah pusat memutuskan untuk menolak permohonan Gubernur DKI Anies Baswedan. Pemerintah pusat meminta agar pelaksanaan sekolah sesuai aturan terbaru yakni PTM 50 persen atau sekolah daring.

“Jadi tiap sekolah akan mengkomunikasikan dengan orang tua untuk siapa yang mau datang PTM, siapa yang mau PJJ. Ini sangat dibuka keleluasaan yang memilih,” kata Humas Disdik DKI Taga Radja.

Taga pun mengatakan, Pemprov DKI Jakarta akan segera menjalankan instruksi PTM atau PJJ per Jumat (4/2/2022).

Sementara itu, Pemprov Jawa Barat tengah mengevaluasi ulang kebijakan pelaksanaan PTM atau tidak. Hal ini merespons melonjaknya penyebaran Omicron di Indonesia, termasuk di Jawa Barat. Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengaku ada beberapa daerah telah memutuskan penundaan PTM seperti Kota Bogor.

“Sebagian sudah ditunda sambil menunggu perkembangan kasus karena kita mengambil keputusan itu selalu terukur berdasarkan data,” kata pria yang karib disapa Kang Emil itu dalam keterangan tertulis, Jumat (4/2/2022).

Kang Emil pun tidak memungkiri lonjakan kasus terjadi didominasi di wilayah aglomerasi Jakarta yakni Bodebek (Bogor, Depok, dan Bekasi) dan Bandung Raya. Ia tidak menutup kemungkinan akan ada perubahan kebijakan PTM di daerah tersebut.

“Kemungkinan besar perubahan kebijakan mayoritas di wilayah itu,” kata dia.

Khusus di sekolah madrasah, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memastikan bahwa PTM diturunkan khusus untuk PPKM Level 2 bisa PTM 50 persen.

“Saya sudah menerbitkan edaran baru. PTM Terbatas dapat dilaksanakan dengan jumlah peserta didik 50% dari kapasitas ruang pada satuan pendidikan di daerah PPKM level 2,” kata Yaqut di Jakarta, Rabu (3/2/2022).

Di sisi lain, penerapan sekolah berbasis level lain, yakni 1, 3 dan 4 tetap mengacu kepada SKB 4 Menteri yang sudah ada. Orang tua yang menyekolahkan anak di madrasah diperbolehkan memilih untuk PTM atau PJJ.

“Orang tua/wali peserta didik diberikan pilihan untuk mengizinkan anaknya mengikuti PTM Terbatas atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)” kata Menag Yaqut.

Yaqut pun meminta kepada seluruh jajaran Kanwil Kemenag untuk memantau dan membina proses pelaksanaan PTM terbatas. Ia juga meminta pengawasan mengenai penerapan protokol kesehatan haru sberjalan ketat.

“Kanwil Provinsi dan Kankemenag Kabupaten/Kota juga saya minta mengawasi percepatan vaksinasi Covid-19 bagi pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik,” kata dia.

“Mereka juga harus memastikan penghentian sementara PTM terbatas berdasarkan hasil surveilans epidemiologis sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Bersama 4 (empat) Menteri,” tandasnya.

Pemerintah Pusat akan Mengawasi

Sementara itu, Abraham menegaskan, penularan tetap terjadi, tetapi pemerintah harus proporsional dalam menentukan sekolah berjalan tatap muka penuh atau tidak. Ia mengatakan, permintaan epidemolog hingga pegiat pendidikan soal penghentian PTM tidak bisa asal pukul rata.

Ia mengingatkan bahwa poin 4 surat edaran tersebut memberi ruang bagi orang tua murid untuk membolehkan anaknya belajar secara jarak jauh. Di sisi lain, tidak semua daerah mengalami lonjakan kasus seperti di daerah Kalimantan maupun Sulawesi.

Abraham pun memastikan, pemerintah pusat akan melakukan pengawasan dan pemantauan. Setidaknya ada dua metode pemantauan yakni konsep bottom up dan top down.

Dalam pendekatan top down, kata dia, pemerintah pusat dibantu puskesmas melakukan pemantauan acak kepada sekolah dengan melakukan assesmen pelaksanaan PTM sekolah. “Sudah ada 2.320 satuan pendidikan yang dipantau secara acak," kata Abraham.

Pada konsep bottom up, sekolah melaporkan pelaksanaan PTM kepada pemerintah secara berjenjang dari kabupaten kota hingga pusat. Pelaporan pun sudah menggunakan pendekatan daring, kata Abraham.

“Teknologi digital juga digunakan, dilakukan integrasi aplikasi DAPODIK/EMIS (sekolah) dengan aplikasi PeduliLindungi (kemenkes) dan aplikasi BLC (monitor kepatuhan dari Satgas)" kata Abraham.

Baca juga artikel terkait PTM TERBATAS atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz