tirto.id - “Naik-naik ke puncak COVID.” Kalimat tersebut mungkin tepat menggambarkan kondisi kasus Corona Indonesia saat ini. Jumlah konfirmasi kasus COVID-19 terus bertambah sejak awal Januari 2022.
Terbaru, angka konfirmasi melonjak drastis dari 4.878 kasus baru pada 25 Januari 2022 menjadi 7.010 kasus baru per 26 Januari 2022. Angka kenaikan kasus tertinggi pada 26 Januari 2022 berasal dari Jakarta dengan angka 3.509 kasus.
Kasus baru terkonfirmasi COVID pada 27 Januari 2022 pun tidak menurun, melainkan terus naik. Satgas COVID-19 melaporkan angka konfirmasi baru di Indonesia bertambah 8.077 kasus per 27 Januari 2022 dengan penambahan tertinggi Jakarta (4.149 kasus), Jawa Barat (1.744 kasus), dan Banten (1.291 kasus).
Kantor Staf Kepresidenan (KSP) pun menyebut Bed Occupancy Rate (BOR) atau keterisian tempat tidur di rumah sakit di DKI Jakarta sudah mencapai 45 persen. Mereka menerima laporan bahkan ada warga yang kesulitan mencari rumah sakit.
“Data per Rabu (26/1) kemarin, BOR RS di Jakarta mencapai 45 persen dan KSP sudah mulai menerima laporan warga yang kesulitan mencari rumah sakit,” kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo di Gedung Bina Graha Jakarta, Kamis (27/1/2022).
Dalam catatan KSP, keterisian tempat tidur di Jakarta malah didominasi pasien tidak mendesak, tanpa gejala atau ringan. Menurut Abraham, rumah sakit seharusnya digunakan untuk pasien dengan status penderita berat, lansia dan komorbid.
Karena itu, kata dia, KSP berharap publik tidak panik dengan memaksa perawatan di rumah sakit dan panik ketika terpapar COVID, terutama varian Omicron. Ia mendorong masyarakat untuk menggunakan layanan telemedicine dan konsep isolasi mandiri.
“Masyarakat tidak perlu panik. Apalagi WHO menyebut varian Omicron lebih ringan ketimbang delta. Yang penting waspada, proporsional,” kata Abraham.
Meski BOR rumah sakit untuk pasien COVID-19 varian Omicron mulai meningkat, tapi Abraham memastikan, ketersediaan tempat tidur masih mencukupi hingga saat ini.
“Konversi bed untuk COVID-19 terus dilakukan, dan untuk stok obat-obatan di RS juga sudah distribusikan oleh Kemenkes,” kata Abraham.
Lembaga swadaya khusus isu COVID, LaporCOVID-19 mengkonfirmai soal adanya lonjakan kasus. Lewat akun instagram resmi, mereka melaporkan sejumlah masyarakat yang mengeluhkan kondisi kesehatan serta angka kasus yang bertambah.
LaporCOVID-19 pun mendorong publik untuk menegakkan kembali protokol kesehatan (prokes) dan pembatasan secara ketat. Mereka juga meminta agar pemerintah menegakkan kembali 3T (testing, tracing and treatment) untuk mengendalikan penularan.
“Sudah banyak korban yang berguguran akibat COVID-19. Jangan sampai kelalaian dan pengabaian risiko kembali terulang. Tegakkan 3T, 5M dan percepat vaksinasi," demikian keterangan resmi LaporCOVID sebagaimana dikonfirmasi Tirto untuk dikutip, Kamis (27/1/2022).
Berpotensi Meluas
Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman menilai kasus Indonesia akan terus meningkat. Dicky sebut, lonjakan kasus beberapa hari terakhir menandakan Indonesia masuk gelombang ketiga. Angka yang ada masih tangga awal hingga Februari 2022 mendatang dan berpotensi meluas.
“Kalau kita melihat saat ini tentu masih akan bertambah banyak dan puncaknya paling tepat di pertengahan Februari dan ini ingat kita pada lebih di Jawa Bali dulu bukan berarti di luar Jawa-Bali nggak ada, tapi karena terbatas," kata Dicky kepada reporter Tirto, Kamis (27/1/2022).
Ia lantas melampirkan hasil prediksi IHME untuk membuktikan prediksi angka kasus Indonesia. Dalam data yang disampaikan, kasus Indonesia tanpa intervensi berada pada rentang 319 ribu hingga 2,72 juta kasus. Puncak kasus diprediksi hampir 964 ribu kasus-7,4 juta kasus pada 18 Februari 2022 mendatang.
Dicky menuturkan, permasalahan lonjakan bukan lagi soal Omicron maupun libur panjang, tetapi karena multifaktor. Ia mengatakan, angka kasus yang kini muncul belum mencerminkan realita. Sebab, kata dia, kemampuan tes Indonesia masih belum optimal sehingga angka kasus belum menampilkan angka sebenarnya, apalagi varian Omicron memiliki gejala ringan dan tidak bergejala sehingga sulit dideteksi.
Menurut Dicky, lonjakan kasus ini harus segera direspons. Pemerintah harus mulai mitigasi jangka pendek dengan memastikan keberadaan fasilitas kesehatan. Pemerintah harus siap rencana pembuatan RS darurat, upaya perawatan isolasi mandiri hingga sistem rujukan.
Selain itu, kata dia, pasien yang dirawat harus sesuai derajat keparahan seperti perawatan rumah sakit hanya untuk penderita sedang dan berat. Ia beralasan, tidak menutup kemungkinan Indonesia akan mengalami situasi seperti mewabahnya varian Delta pada Juli 2021.
“Potensi seperti Juli laku ada. Jangan tidak ada, ada. Sangat ada, terutama saat ini kita akan sangat berhati-hati pada kelompok anak, kelompok anak dan tentu lansia, lansia komorbid dan anak," kata Dicky.
Kemudian, pemerintah harus menghentikan pembelajaran tatap muka (PTM). Ia beralasan, penyebaran COVID untuk anak-anak sangat berbahaya. Ia khawatir sikap psikologis orang tua bisa mengganggu beban fasilitas kesehatan ke depan hingga soal dampak sosial di masyarakat.
“Saat ini kondisi berbahaya. Kalau landau, [PTM] saya dukung, kalau sekarang saya tidak. Bukan oh ini masih lama. Ya kalau menunggu ledak itu terlambat. Itu namanya bukan strategi yang baik. Kalau sudah meledak terus dilakukan, itu buat apa strategi mitigasi?" kata Dicky mempertanyakan.
Ia menambahkan, “Jadi public health intervention itu intinya adalah di early intervention, early prevention. Jadi awal. Jangan nunggu, wah ada karang ya susah. Ada korban tapi kalau sudah dari jauh kita prediksi, kita mitigasi, ada kesulitan menghindari korban, tapi sangat kecil. Ini yang harus dilakukan," tegas Dicky.
Pemerintah juga harus siap soal oksigen hingga soal tenaga sumber daya manusia. Pemerintah juga harus melakukan deteksi dini COVID, mencegah kasus impor dengan menerapkan tes PCR 1x24 sebelum terbang dan saat ketibaan, redam penyebaran domestik lewat 3T, surveilans, pembatasan aktivitas serta penerapan lagi WFH dan perkuat perlindungan diri lewat penggunaan masker KN95, vaksinasi serta vaksinasi booster hingga tes bila mengalami gejala, kata Dicky.
Di sisi lain, kata dia, ada tantangan baru yang akan dihadapi yaitu kejenuhan publik. Dicky mengakui komunikasi pemerintah mulai baik, tetapi kondisi publik sudah jenuh dengan COVID-19. Oleh karena itu, pemerintah perlu memitigasi isu-isu tersebut.
“Komunikasinya sudah jauh lebih baik dibandingkan gelombang kedua. Tapi sekarang kita menghadapi musuh yang lebih besar, bukan hanya masyarakat yang sudah jenuh bahkan kalangan akademisi sebagian di pemerintah sudah mulai jenuh dengan situasi pandemi. Ini menjadi musuh berbahaya karena virus ini tidak mengenal jenuh, dia taat hukum biologi. Ini harus kita bangkitkan kewaspadaan," kata Dicky.
Respons Satgas COVID-19
Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito mengakui ada lonjakan kasus di 3 provinsi, yakni DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Wiku mengaku kenaikan kasus memang konsisten, tetapi belum seperti kejadian pada Juli 2021.
“Saat ini dapat dikatakan bahwa tren kenaikan kasusnya konsisten mengalami peningkatan, namun jumlah kasus hariannya masih jauh di bawah kenaikan saat lonjakan kasus kedua akibat varian Delta pada Juli 2021 lalu. Kenaikan pada 1 minggu terakhir adalah 14.729 kasus sedangkan pada puncak kedua lalu mencapai 350.273 kasus dalam satu minggu," kata Wiku dalam konferensi pers daring, Kamis (27/1/2022).
Menurut Wiku, lonjakan tersebut harus diikuti dengan mitigasi kasus agar lonjakan kasus tidak terus bertambah. Pemerintah pusat sendiri sudah melakukan upaya mitigasi dengan menyediakan penambahan tempat tidur Wisma Atlet untuk tower 4 dan 7, penyediaan rumah sakit dan hotel isolasi untuk pelaku perjalanan luar negeri sebanyak 949 tempat tidur.
Kemudian wisma karantina yang dipersiapkan pemerintah sebanyak 18.759 tempat tidur dan hotel sebanyak 16.021 kamar, kata Wiku. Pemerintah juga menyediakan lebih dari 20 hotel karantina untuk jemaah umrah dan penyiapan lebih dari 75 ribu tempat isolasi terpusat di seluruh wilayah Indonesia.
“Penyediaan stok obat-obatan dan oksigen dengan mendatangkan 16 ribu oksigen konsentrator yang dikirimkan seluruh rumah sakit di seluruh Indonesia," kata Wiku.
Wiku pun meminta daerah mengevaluasi dan menegakkan kembali protokol kesehatan. Ia mengaku pemerintah pusat akan rutin berkomunikasi dengan daerah untuk menekan penyebaran COVID-19.
Di sisi lain, satgas menghimbau warga rentan seperti warga tidak bisa divaksin, lansia, penderita komorbid dan anak-anak untuk menghindari lokasi penularan tinggi. Ia pun menekankan untuk 3 provinsi yang mengalami lonjakan kasus tinggi untuk memperketat prokes agar tidak menyebar ke daerah lain.
“Jika kasus pada 3 provinsi ini terkendali, maka daerah lain pun akan bisa terkendali. Kita tetap harus bisa menjaga agar daerah yang kasusnya masih rendah utk tetap kondusif dan tetap rendah kasus," kata Wiku.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz