Menuju konten utama

Rapat Baleg Sepakat Tambahkan Frasa RI di Nomenklatur Wantimpres

Status Dewan Pertimbangan Presiden berubah menjadi pejabat negara karena ada perubahan nomenklatur.

Rapat Baleg Sepakat Tambahkan Frasa RI di Nomenklatur Wantimpres
Suasana ruang rapat kerja Baleg DPR RI membahas RUU Wantimpres di Gedung Baleg DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (10/9/2024). (Tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama)

tirto.id - Perdebatan mewarnai rapat kerja pembahasan RUU Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di ruangan rapat Badan Legislasi DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (10/9/2024). Namun, baik pemerintah maupun DPR menyepakati perubahan nomenklatur menjadi Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia.

"Jadi Pasal 9 Ayat 1,2,3 normanya itu hanya perubahan redaksi. Dari Dewan Pertimbangan Presiden menjadi Dewan Pertimbangan Presiden RI. Itu setuju," kata Wakil Ketua Baleg DPR RI, Achmad Baidowi alias Awiek di ruang rapat Baleg DPR RI.

Baleg DPR RI awalnya mengusulkan nomenklatur Wantimpres diubah menjadi Dewan Pertimbangan Agung. Namun, dalam daftar inventarisasi masalah (DIM), pemerintah mengusulkan nomenklatur tidak diubah.

"Di sini ada perubahan waktu kita mengusulkan itu namanya Dewan Pertimbangan Agung, tapi pemerintah menginginkan namanya tetap Dewan Pertimbangan Presiden sesuai nama yang lama dan ini kita kembalikan ke fraksi-fraksi apakah tetap dengan usulannya ataupun nanti ada modifikasi boleh, kan, ini sifatnya pembahasan," kata Awiek.

Walakin, Baleg DPR RI dan pemerintah sepakat mengubah nomenklatur RUU Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia. Menurut Awiek, status Dewan Pertimbangan Presiden harus diubah menjadi pejabat negara karena ada perubahan nomenklatur.

"Karana tadi statusnya lembaga negara maka anggotanya adalah pejabat negara. Bukan penjabat non-negara. Supaya bersinergi antara pejabat yang di atas sama bawah," kata Awiek.

Debat panas juga sempat terjadi di ruang rapat ihwal presiden diberikan kewenangan untuk memberhentikan anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Anggota Baleg DPR RI fraksi Golkar, Supriansa, meminta agar presiden diberikan kewenagan untuk memberhentikan anggota DPP.

Sebab, dalam draf RUU Wantimpres ini tidak dijelaskan bahwa presiden bisa memberhentikan anggota DPP. Presiden hanya diberikan kewenangan untuk mengangkat anggota DPP paling lambat tiga bulan sejak dilantik.

"Kalau hanya mengangkat lalu tidak diberikan kewenangan untuk memberhentikan, lalu siapa yang akan memberhentikan. Apakah seumur hidup?" kata Supriansa.

Sementara Anggota Baleg DPR RI Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, merasa khawatir dengan redaksi pengangkatan anggota DPP oleh presiden paling lambat tiga bulan. Ia mendorong agar dihapus.

"Lebih baik dihapus. Pasti presiden akan angkat cepat-cepat,karena tidak perlu dibatasi 3 bulan, Karena kalau dibatasi tiga bulan, satu dan dua hal maka presiden melanggar UU dan berbahaya," tutur Mardani.

Awiek selaku pimpinan rapat menjawab bahwa itu hanya soal waktu saja. Ia mengatakan konsen saat ini ialah DIM 38 milik pemerintah yang berisi DPP RI merupakan pejabat negara.

"Konsekuensi [perubahan nomenklatur] kelembagaan menjadi lembaga negara. Setuju," tanya Awiek dijawab setuju oleh peserta rapat.

Baca juga artikel terkait REVISI UNDANG-UNDANG WANTIMPRES atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Bayu Septianto