tirto.id - Sosok Marsinah menjadi salah satu tokoh yang diusulkan menjadi pahlawan nasional. Nama ini terkenal di kalangan aktivits. Namun, di kalangan masyarakat biasa mungkin banyak yang belum tahu siapa Marsinah.
Marsinah merupakan seorang aktivis buruh pabrik pada masa Orde Baru. Meski usianya masih muda, ia menjadi sosok yang lantang menyuarakan hak-hak unttuk para pekerja. Ia berani memperjuangan ketidakadilan dan ketimpangan yang diterima oleh para buruh.
Ia juga berani memimpin aksi mogok kerja untuk menuntut kenaikan upah dan tunjangan. Aksi yang dipimpin oleh Marsinah ini diduga membuat aparat murka hingga kemudian Marsinah dan buruh lain ditangkap.
Marsinah kemudian menghilang dan tak ada satu pun rekannya yang mengetahui keberadaannya. Beberapa hari kemudian, jasad Marsinah ditemukan di sebuh gubug di hutan Wilangan, Nganjuk. Tubuhnya tampak penuh luka memar, patah tulang, bekas penyiksaan, dan kekejian lainnya. Hingga saat ini, pelaku sebenarnya dari kasus Marsinah tidak pernah diadili.
Bagi yang ingin tahu lebih banyak tentang profil Marsinah dan perjuangannya, silakan baca artikel ini hingga tuntas.
Siapa Marsinah, Tokoh yang Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional?

Marsinah merupakan perempuan kelahiran Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur, pada 10 April 1969. Ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Sumini dan Mastin.
Ia mengenyam pendidikan dasar di SD Negeri Karangasem 189, lalu melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Nganjuk. Ia dibesarkan di bawah asuhan neneknya yang bernama Puirah dan bibinya bernama Sini di Nglundo, Jawa Timur.
Selain bersekolah, Marsinah juga melewati masa kecilnya dengan berdagang dan menjual makanan ringan untuk menambah penghasilan harian nenek dan bibinya. Tahun-tahun terakhir masa sekolahnya dihabiskan di Pondok Pesantren Muhammadiyah. Namun, pendidikan Marsinah terhenti karena kekurangan biaya.
Perjuangan Marsinah untuk Hak Buruh

Marsinah merupakan buru di pabrik jam tangan Catur Putra Surya (sebelumnya bernama Empat Putra Surya) di Porong, Sidoarjo. Ia adalah sosok yang vokal dalam menuntut keadilan di tempat kerjanya.
Pada awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur Soelarso mengeluarkan Surat Edaran No. 50/Th. 1992. Edaran tersebut berisi imbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawan dengan memberikan kenaikan gaji pokok sebesar 20%.
Tentu imbauan itu disambut dengan senang hati oleh karyawan. Namun, bagi pengusaha, imbauan itu dianggap menambah beban pengeluaran perusahaan. Perusahaam tidak mau menyepakati tuntutan buruh untuk menaikkan gaji pokok dari Rp1.700 menjadi Rp2.250.
Negosiasi antara buruh dengan perusahaan mengalami kebuntuan. Karyawan PT CPS pun memutuskan untuk menggelar unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Mereka membawa 12 tuntutan. Mulai dari menuntut hak kenaikan upah 20 persen hingga membubarkan organisasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di tingkat pabrik.
Saat aksi mogok hari pertama, koordinator aksi dipimpin oleh Yudo Prakoso. Namun ia ditangkap dan dibawa ke Kantor Koramil 0816/04 Porong. Ketegangan perlahan mulai mengalir deras. Mogok kerja di hari pertama itu tak mempan. Prakoso disibukkan dengan pemanggilan oleh aparat militer.
Akhirnya Marsinah yang memegang kendali memimpin protes para buruh. Meski masih muda, ia adalah sosok yang kritis dan berani memperjuangkan hak rekan-rekan kerjanya.
Keesokan harinya, pada 4 Mei 1993, aksi mogok kerja kembali digelar. Pihak manajemen PT CPS bernegosiasi dengan 15 orang perwakilan buruh, dan Marsinah termasuk dalah satunya. Dalam perundingan tersebut, semua tuntutan akhirnya dikabulkan, kecuali membubarkan SPSI di tingkat pabrik. Pimpinan perusahaan menganggap hal itu menjadi kewenangan internal SPSI.
Namun, keesokan harinya pada 5 Mei, 13 buruh rekan-rekan Marsinah yang dianggap menghasut pekerja untuk melakukan unjuk rasa digiring ke Koramil Sidoarjo. Mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS dan dituduh menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja.
Berdasarkan laporan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), emosi Marsinah memuncak ketika tahu rekannya dipaksa mengundurkan diri. Dia meminta salinan surat pengunduran diri tersebut dan surat kesepakatan dengan manajemen PT CPS. Sebab dalam surat kesepakatan itu, 12 tuntutan buruh diterima termasuk poin tentang pengusaha dilarang melakukan mutasi, intimidasi, dan melakukan PHK karyawan setelah aksi mogok kerja
Saat itu, Marsinah sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, tidak ada lagi rekan kerja dan keluarga yang mengetahui keberadaan Marsinah.
Tragedi yang Menimpa Marsinah

Usai hilang beberapa hari, sekelompok anak-anak menemukan jasad Marsinah dalam kondisi mengenaskan di Hutan Wilangan, Nganjuk. Penemuan jasad itu terjadi pada 8 Mei 1993. Saat ditemukan, tubuh Marsinah dipenuhi luka-luka. Hasil otopsi menyebutkan Marsinah mengalami penyiksaan sebelum meninggal dunia.
Usai kejadian tersebut, pada tanggal 30 September 1993 dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Kapolda Jatim dengan Komandan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya ditunjuk sebagai penanggung jawab.
Sejumlah 8 petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi. Salah satu di antaranya adalah Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya perempuan yang ditangkap.
Setiap orang yang ditangkap dipaksa mengaku sudah membuat skenario dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah. Mereka juga mengalami siksaan fisik dan mental selama diiterogasi di tempat yang kemudian diketahui sebagai Kodam V Brawijaya. Bahkan, akibat hal tersebut Mutiari yang sedang mengandung mengalami keguguran.
Akhirnya baru 18 hari kemudian diketahui fakta bahwa 8 petinggi PT CPS ini sudah mendekam di tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah. Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap terdapat rekayasa oknum aparat kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.
Tim Terpadu secara resmi menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah satu dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan Marsinah merupakan anggota TNI.
Hasil penyelidikan dari polisi menyebutkan bahwa Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Usai tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.
Yudi Susanto pun divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah staf lain dihukum sekitar 4 hingga 12 tahun. Namun, mereka mengajukan naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas.
Proses selanjutnya pada tingkat kasasi memutuskan bahwa Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa".
Kasus Marsinah terus menjadi sorotan atas dugaan pelanggaran HAM. Sosok Marsinah dikenal sebagai simbol perjuangan buruh perempuan melawan ketidakadilan.
Kejadian tersebut begitu melukai nilai-nilai keadilan. Marsinah dibungkam dengan cara keji. Kasus Marsinah ini menyeret 9 orang, tetapi pada tahun 1999 Mahkamah Agung membatalkan vonisnya sebab bukti tidak cukup.
Hingga kini, pelaku sebenarnya dari kasus Marsinah ini tdak pernah diadili. Nasib tragis Marsinah belum menemukan titik terang. Bahkan setelah puluhan tahun berlalu.
Usulan Marsinah Sebagai Pahlawan Nasional
Sosok Marsinah menjadi simbol penting dalam perjuangan hak-hak buruh dan isu kondisi kerja di Indonesia. Kisahnya menjadi catatan kelam pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di Indonesia. Bahkan peristiwa Marsinah ini pun menjadi sorotan dunia.
Kini nama Marsinah diusulkan sebagai salah satu tokoh pahlawan nasional. Kementerian Sosial (Kemensos) resmi mengusulkan namanya sebagai Pahlawan Nasional bersama 39 tokoh lainnya menjelang peringatan Hari Pahlawan.
Usulan nama Marsinah sebagai pahlawan nasional ini pun mendapat dukungan deras dari berbagai pihak. Bahkan Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya terhadap usulan agar aktivis buruh, Marsinah diangkat sebagai pahlawan nasional yang mewakili kaum buruh.
Informasi ini disampaikan ketika pidato peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Kamis, 1 Mei 2025. Presiden Prabowo menyatakan komitmennya untuk mendukung penuh jika seluruh pimpinan buruh sepakat dengan usulan tersebut.
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Nurul Azizah & Elisabet Murni P
Masuk tirto.id







































