Menuju konten utama

Produksi Sumi Asih Turun 30% Imbas Adanya Pembatasan Gas

Penurunan tersebut tidak hanya berdampak pada volume produksi, tetapi juga pada potensi keuntungan yang seharusnya bisa diraih oleh perusahaan.

Produksi Sumi Asih Turun 30% Imbas Adanya Pembatasan Gas
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Jubir Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arief di Kantor PT Sumi Asih, Bekasi, Jumat (22/8/2025). tirto.id/Nabila Ramadhanty Putri Darmadi.

tirto.id - PT Sumi Asih mengalami penurunan produksi hingga 20-30 persen. Hal ini lantaran perusahaan tersebut, terpaksa menurunkan utilitas produksinya imbas adanya pembatasan pembatasan pasokan harga gas bumi tertentu (HGBT).

“Karena ada pembatasan gas oleh produsen gas, sehingga kemudian PT Sumi Asih harus menghentikan beberapa mesin produksinya, dan menghentikan produksi itu artinya juga PT Sumi Asih menurunkan utilisasi produksi,” ucap Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief, saat ditemui di Kantor PT Sumi Asih, Bekasi, Jumat (22/8/2025).

Febri menilai penurunan tersebut tidak hanya berdampak pada volume produksi, tetapi juga pada potensi keuntungan yang seharusnya bisa diraih oleh perusahaan. “Kalau sudah menurunkan utilisasi artinya ada opportunity cost yang hilang, yang harusnya bisa diraup oleh PT Sumi Asih,” imbuh Febri.

Febri bercerita bahwa mulanya, perusahaan tersebut menerima surat dari PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) pada 13 Agustus 2025 lalu, yang berisi pemberitahuan adanya pembatasan pasokan gas industri hingga 48 persen.

Apabila PT Sumi Asih menggunakan lebih dari delapan persen kebutuhan gas per harinya, maka mereka akan dikenakan biaya tambahan hingga lebih dari 120 persen.

Kemudian, lanjut Febri, industri oleokimia itu kembali mendapat surat dari pengirim yang sama, yakni PGN yang memberitahu bahwa PGN membatasi penyaluran gas HGBT kepada PT Sumi Asih menjadi 70 persen.

“Kemudian datang lagi suratnya tanggal 20 (Agustus) ada kenaikan sampai 70 persen, dan kalau Sumi Asih menggunakan gas lebih dari 70 persen, kena biaya charge lagi,” kata Febri.

Kata Febri, PT Sumi Asih semestinya membutuhkan minimal 1.500 MMBTU per hari untuk bisa berproduksi. Namun, akibat pembatasan pasokan gas tersebut, mereka hanya mendapatkan 1.100 MMBTU.

Mengingat PT Sumi Asih sudah mengekspor produknya sebesar 80 persen dari Eropa dan Cina, industri itu rela membayar biaya tambahan daripada harus memberhentikan produksinya.

“Kalau di bawah 1085 MMBTU, PT Sumi Asih terpaksa menghentikan semua fasilitas produksinya, tapi PT Sumi Asih memilih itu, meskipun itu adalah di atas kuota harian yang 70 persen. Jadi artinya PT Sumi Asih sudah bersiap untuk menerima kena cas tambahan yang 120 persen,” ucap Febri.

Melihat kondisi ini, Febri mempertanyakan pernyataan PGN beberapa waktu lalu yang menyatakan bahwa pasokan gas sudah kembali stabil. Padahal, kenyataan di lapangan menunjukkan kondisi sebaliknya. Dengan demikian, dia meminta agar produsen gas untuk segera mencabut deklarasi gangguan gasnya.

“Karena itu penting bagi industri pengguna gas, HGBT sebagai dasar hukum bagi mereka untuk bisa melanjutkan proses produksinya. Memastikan, karena mereka butuh kepastian informasi untuk perencanaan dan pelaksanaan produksi,” imbuh Febri.

Baca juga artikel terkait GAS INDUSTRI atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Insider
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Dwi Aditya Putra