tirto.id - Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas tampil rapi menghadiri orasi peringatan 1 tahun The Yudhoyono Institute oleh abangnya, Agus Harimurti Yudhoyono, di Jakarta Theater, Jumat malam, 3 Agustus lalu. Tema orasi malam itu "Muda adalah Kekuatan". Ibas hadir mengenakan jas abu-abu, mirip jas yang dikenakan AHY malam itu juga.
Usai acara, Ibas keluar lebih dulu. Ia berjalan ke arah pintu, melempar senyum, lalu menghampiri para jurnalis yang sudah menumpuk di depan pintu. Belum sempat menyapa, seorang jurnalis perempuan mendahuluinya bicara.
“Mas Ibas, ngapain ke sini? Malam ini bintangnya Mas AHY, bukan Mas Ibas!” kata si jurnalis, ketus.
Seketika senyum Ibas padam. Ia membalikkan badan, lalu keluar dari pintu lain.
Ya, memang kini AHY menjadi bintang baru dalam politik. Namanya diperbincangkan sejak mundur dari militer lalu terjun ke politik, langsung diusung sebagai kandidat gubernur Jakarta lalu kalah. Modalnya menjadi bintang cukup belaka. Ayahnya, Susilo Bambang Yudhoyono, adalah presiden RI ke-6 sekaligus pemilik Partai Demokrat. Ia juga masih muda, usianya baru akan menginjak kepala empat pada bulan ini.
Bahkan, meski kalah telak pada Pilkada DKI Jakarta 2017, AHY tetap tak dibiarkan surut, diupakan terus beredar dalam orbit politik elite. Ia diberikan banyak ruang di partai agar selalu tampil. Pada Februari 2018, ia didapuk sebagai Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat untuk Pilkada 2018 dan Pilpres 2019. Belakangan, namanya beredar di sejumlah partai, ditawarkan sebagai calon wakil presiden 2019. Semua ini berkat peran bapaknya.
Lobi Menuju Cawapres
Nama AHY mulai muncul di survei capres-cawapres sejak Maret 2018. Namun, secara konkret, belum ada lobi-lobi politik yang dilakukan. Demokrat sendiri baru menggelar rapat membahas kriteria capres dan cawapres pada 9 Juli 2018 di rumah SBY di Kuningan.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Max Sopacua saat itu mengatakan Demokrat mengharapkan AHY bisa maju dalam Pilpres 2019. Sementara nama di luar Demokrat, ujar Max, baru Jokowi dan Prabowo yang sudah dibicarakan di internal partainya.
"Obsesi pertama dari Demokrat itu AHY. Apakah sebagai cawapres di tahun ini atau 2024 itu adalah obsesi Partai Demokrat. Tetapi bagaimanapun juga [realisasi] obsesi [AHY maju Pilpres] tidak ditentukan sendiri oleh partai demokrat," kata Max.
Lobi ke eksternal Partai Demokrat baru dimulai saat Prabowo Subianto menjenguk SBY di RSPAD Gatot Soebroto pada 18 Juli 2018. Seharusnya, dua pimpinan partai itu sudah menjadwalkan pertemuan, tapi karena mendadak SBY sakit, pertemuan pun ditunda.
Pertemuan serius antara SBY dan Prabowo baru dilakukan pada 24 Juli 2018 di rumah SBY di Kuningan. Malam itu Prabowo disambut oleh SBY didampingi AHY di depan rumah. Pertemuan itu baru menjajaki kemungkinan koalisi antara Gerindra dan Demokrat.
Pada 30 Juli, SBY mengunjungi Prabowo di rumahnya di Jalan Kertanegara. Kali ini AHY absen mendampingi sang ayah; hanya Ibas dan sejumlah petinggi partai yang hadir. Usai pertemuan, SBY dan Prabowo memberikan keterangan pers bersama. Pada kesempatan itu SBY menegaskan Prabowo adalah calon presiden Demokrat.
"Kami datang dengan satu pengertian, Pak Prabowo adalah calon presiden kami,” kata SBY.
Rivalitas Demokrat dan PKS
Meski sudah ada pernyataan soal capres, SBY menyerahkan nama cawapres kepada Prabowo. Saat itu sudah muncul sejumlah nama yang disodorkan sebagai cawapres Prabowo. PKS yang lebih dulu berkoalisi dengan Gerindra menyodorkan sembilan nama; yang paling santer adalah Salim Segaf Al-Jufri, Ketua Majelis Syuro PKS.
Kelompok yang mengatasnamakan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama menggelar "Ijtima Ulama" yang hasilnya menguatkan pilihan PKS. Ijtima menyodorkan dua nama calon wakil presiden untuk Prabowo, yakni Salim Segaf dan Abdul Somad, ustaz kondang asal Riau. Dua nama ini yang kemudian terus dikawal oleh PKS.
Namun, SBY tak tinggal diam. Usai bertemu Prabowo, masih pada hari yang sama, SBY bertemu dengan Salim Segaf dan para petinggi PKS di Hotel Grand Melia, Kuningan. SBY dan Salim bertemu empat mata, sementara petinggi PKS lain, termasuk Presiden PKS Sohibul Iman, menunggu di lantai berbeda.
Pertemuan ini tidak menghasilkan kesepakatan apa pun. SBY dan Salim justru bernostalgia saat mereka berada dalam satu koalisi. SBY sebagai presiden dan Salim sebagai menteri sosial. Dalam konferensi pers, Salim Segaf menyinggung soal hasil Ijtima Ulama yang merekomendasikan nama sebagai pendamping Prabowo. Sebaliknya, SBY sama sekali tidak menyebut keinginan Demokrat menjadikan AHY sebagai cawapres Prabowo.
“Tentu beliau akan menelaah semuanya, mendengarkan rekomendasi, menghitung pasangan mana yang paling baik untuk memimpin negeri ini, dan tentunya membikin koalisi ini tetap solid,” kaya SBY.
AHY Bermanuver, PKS Kelabakan
Sehari sebelum pendaftaran capres-cawapres dibuka, AHY membuat gebrakan. Ia melakukan orasi bertema "Muda adalah Kekuatan" di Jakarta Theater. Orasi itu dihadiri seribuan anak muda dan disiarkan langsung melalui tvOne.
Lewat orasi itu AHY menegaskan diri sebagai pemimpin muda yang layak diberi kesempatan untuk memimpin bangsa. Ia tak sungkan jika orasi itu dibaca oleh orang-orang sebagai upayanya meyakinkan Prabowo agar memilihnya sebagai cawapres.
“Kalau ini dinilai ada kaitannya dengan situasi politik terakhir, saya kira sah-sah saja, setiap orang akan mereka-reka langkah politik setiap figur, dan bagi saya, saya tidak melihat lebih ke sana, tapi ini merupakan konsistensi saya,” kata AHY, 3 Agustus lalu.
Sebelum itu, AHY sudah mendeklarasikan relawan di Gedung Joang pada 30 Juli. Bahkan baliho foto AHY sudah ramai terlihat di ibu kota dan beberapa daerah.
Saat AHY mulai melancarkan manuver, PKS agaknya gelisah karena Prabowo tak kunjung mengeluarkan nama kandidat pendampingnya.
PKS berkali-kali mengingatkan soal hasil Ijtima Ulama yang sudah diserahkan kepada Prabowo. Sampai-sampai keluar pernyataan dari petinggi PKS bahwa PKS tidak menjamin kebulatan suara ulama dan umat Islam mendukung Prabowo jika rekomendasi Ijtima Ulama ditolak.
Ketua DPP PKS Ledia Hanifa merespons sikap Prabowo yang tak kunjung memilih cawapres yang direkomendasikan oleh Ijtima yang diselenggarakan GNPF Ulama.
“Tergantung siapa yang dipilih. Umat, kan, punya pilihan," kata Ledia kepada Tirto, 2 Agustus.
Anggota Majelis Syuro PKS Tifatul Sembiring sampai ikut mengingatkan Prabowo agar tetap setia dengan PKS.
“Demokrat istilahnya baru dekat. Kami berharap, ya, kami teman setia,” kata Tifatul sebelum pertemuan Prabowo-SBY.
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam