tirto.id - Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, mengakui keberadaan pers menjadi salah satu indikator kemajuan demokrasi di Indonesia. Dia menilai pers akan menjadi kontrol kerja pemerintah.
"Kebebasan pers Itu adalah check and balances, untuk mengendalikan si penguasa. Dengan kebebasan pers yang dinamis, dan pers kalau perlu keras, kadang sakit hati kita baca," kata Prabowo dalam acara dialog di Kantor PWI, Jakarta Pusat, Kamis (4/1/2023).
Dia menuturkan sikap kritis pers menunjukkan ada sesuatu yang salah dengan kinerja pemerintah.
"[Pers] itu memberitahu kita something wrong. Ada masalah di negara kita," ucap Prabowo.
Ketua Umum Partai Gerindra itu mengakui, tidak mungkin dikenal banyak orang, sebagai salah satu kandidat Pilpres 2024 tanpa diberitakan pers. Dia mengakui, pers membuat diri dan partainya berkembang saat ini.
"Saya tidak mungkin di sini tanpa pers yang bebas. Saya, partai saya, bisa berkembang karena ada kebebasan pers. Menurut saya pers adalah faktor demokrasi tersebut," ucap Prabowo.
Kontroversi Prabowo soal Pers
Pada 2019 ketika Prabowo menjadi kandidat capres, sempat menuding pers perusak demokrasi. Pernyataan itu disampaikan Prabowo ketika berpidato di peringatan hari buruh internasional atau May Day 2019 yang digelar Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), di Tennis Indoor Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (1/5/2019).
Prabowo menyisipkan tudingan itu usai menyinggung soal kemungkinan adanya kecurangan pada "wasit" dalam Pemilu 2019. Dia mengatakan rakyat Indonesia suatu saat tidak akan bisa menerima lagi apabila terus dibohongi.
“Akan tercatat dalam sejarah hai media-media, kau merusak demokrasi di Indonesia,” kata Prabowo dalam pidatonya kala itu.
Prabowo juga mewanti-wanti agar media berhati-hati karena tindak-tanduknya diawasi. Disamping itu, dia mengingatkan ada konsekuensi yang diterima bila nyatanya media tak berlaku sebagaimana seharusnya.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Intan Umbari Prihatin