Menuju konten utama

Wamendes Riza: Pendamping Desa Profesional Tak Boleh Berpartai

Riza menegaskan, tenaga pendamping profesional (TPP) atau pendamping desa menerima uang negara sehingga tidak boleh maju legislatif.

Wamendes Riza: Pendamping Desa Profesional Tak Boleh Berpartai
Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Wamendes PDT), Ahmad Riza Patria, di Plaza BP Jamsostek, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (14/3/2025). Tirto.id/Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Wamendes PDT), Ahmad Riza Patria, menegaskan bahwa para tenaga pendamping profesional (TPP) atau pendamping desa harus bekerja secara profesional dan tidak berpartai.

Hal itu menanggapi terkait dengan Tenaga Pendamping Profesional (TPP) atau pendamping desa yang merasa mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak oleh Kemendes.

“Memang di satu sisi itu kan disebut tim pendamping profesional. Nah kalau profesional kan harusnya tidak boleh berpartai,” kata Riza di Plaza BP Jamsostek, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (14/3/2025).

Riza menambahkan, para tenaga profesional yang mendapatkan gaji dari pemerintah juga dilarang mencalonkan diri menjadi anggota legislatif. Oleh karena itu, Kemendes tengah mempelajari dan mengkaji ulang karena terdapat beberapa pendapat berbeda yang muncul soal pendamping desa.

“Apalagi di undang-undang pemilu juga diatur mereka yang mendapatkan pendapatan hasil atau gaji dari pemerintah harusya tidak boleh mencalonkan,” kata Riza.

Terkait dengan para pendamping desa yang mengaku telah mendapatkan klarifikasi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan diperbolehkan mencalonkan, Riza mengaku, tengah dikonfirmasi ulang oleh Kemendes kepada lembaga penyelenggaraan pemilu ini.

“Ini lagi kami minta konfirmasi ulang dari KPU ya, nanti kita akan cek ulang kepada KPU dan Bawaslu, ya terkait itu semanya ya, prinsipnya nanti akan disampaikan oleh Pak Menteri yang terbaik bagi semuanya ya,” ujar mantan Wakil Gubernur Jakarta ini.

Sebagai informasi, Pendamping Desa atau Tenaga Pendamping Profesional (TPP) mengadukan dugaan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal ke Ombudsman RI. Mereka menilai keputusan tersebut malaadministrasi karena tak ada kejelasan perihal kontrak kerja. Padahal, evaluasi kinerja sudah dilakukan.

"Di mana kami seharusnya pada tahun 2025 ini berjalan satu tahun ke depan ini harus, ya, diperpanjang kontrak kerjanya dan itu sudah kami lakukan beberapa hasil atau beberapa tahap, ya," kata Perwakilan Perhimpunan Pendamping Desa Seluruh Indonesia, Hendriyatna, di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Rabu (5/3/2025).

Dia mengungkap bahwa alasan PHK ini dikaitkan dengan status mereka yang sempat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dalam Pemilu 2024. Padahal, kata Hendri, mereka telah mendapatkan klarifikasi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) bahwa pencalegan tidak mengharuskan mereka mengundurkan diri atau cuti.

"Kami selaku pendamping desa yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif saat itu tidak pernah satu kalipun atau satu orang pun yang mendapat teguran dari pihak Bawaslu atau KPU. [Sehingga] secara yuridis formal in secara kewenangan hanya Bawaslu yang berhak menegur apakah kami melakukan pelanggaran atau tidak," ucap Hendriyatna.

Baca juga artikel terkait PENDAMPING DESA atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Andrian Pratama Taher