tirto.id - Seraya bernostalgia dengan Susilo Bambang Yudhoyono, karena pernah berkoalisi dalam Kabinet Indonesia Bersatu, Salim Segaf Al-Jufri, Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera, tak secara tegas berkata bakal selangkah bersama Partai Demokrat dalam pemilihan presiden 2019. Salim, dan juga SBY, menyatakan mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden.
“Kalau calon presiden sudah sepakati bersama," ujar Salim, "tinggal calon wakil presiden mesti bahas."
Salim memberi isyarat soal dirinya yang dijadikan keputusan sebuah kelompok bernama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama lewat ijtima (politik) ulama. Namun, isyarat itu tak berbalas.
Selama hampir sepuluh menit SBY memberikan pernyataan pers soal maksud pertemuannya dengan elite PKS, presiden Indonesia ke-6 itu sama sekali tak menyinggung nama calon wakil presiden pendamping Prabowo. SBY bahkan tak menyebut rekomendasi Ijtima Ulama. Ia hanya mengutarakan bahwa keputusan calon wakil presiden diserahkan kepada Prabowo.
“Saya yakin Prabowo dengan kearifan, dengan wisdom, dengan pertimbangan yang kebijaksanaan akan bisa memilih siapa yang paling tepat mendampingi,” kata dia.
Pertemuan kedua elite partai malam itu tanpa tanya jawab kepada wartawan. Usai bertemu selama dua jam, SBY bergegas meninggalkan Hotel Grand Melia bersama elite Partai Demokrat. Begitu pula Salim Segaf, yang didampingi Hidayat Nur Wahid dan Sohibul Iman, yang meninggalkan lantai 14 Hotel Grand Melia.
Mustafa Kamal, Sekretaris Jenderal PKS yang hadir dalam pertemuan itu, juga enggan berbicara mengenai pertemuan tersebut. Namun, ia memberi isyarat bahwa PKS bakal memperjuangkan rekomendasi Ijtima Ulama kepada partai koalisi pendukung Prabowo Subianto. Apalagi, kata Mustafa, rekomendasi itu juga mendapuk Salim Segaf sebagai calon wakil presiden bersama Ustaz Abdul Somad.
“Kami tentu saja menjadikan ijtima ulama ini sebagai aspirasi apa yang sudah kami bangun selama ini dengan Pak Prabowo,” ujar Mustafa.
Ambisi Salim Segaf Sejak di Internal PKS
Munculnya nama Salim Segaf dalam bursa calon presiden dan wakil presiden telah diumumkan sejak Januari 2018 oleh PKS. Nama Salim berada di urutan keenam dari sembilan kandidat internal, yang tidak sepopuler Ahmad Heryawan atau bahkan Anis Matta. Nama terakhir bahkan disingkirkan dalam konflik internal PKS.
Namun, kemunculan nama Salim terhitung janggal. Salim berada di balik penambahan sembilan orang capres atau cawapres PKS yang semula hanya lima calon, yang menjadi pilihan kader inti partai tersebut. Dari sanalah nama Salim masuk dalam bursa capres atau cawapres yang diusung PKS, meski perolehan suara internalnya tak sampai 2 persen.
Belakangan, setelah sembilan nama itu muncul, ia menyodorkan kepada Prabowo Subianto. Selain nama dia, kader lain adalah mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang memang jadi kader unggulan.
Meski begitu, Salim membantah ia menyodorkan dua nama termasuk dirinya kepada Prabowo sebagai calon wakil presiden.
“Kami mengajukan sembilan nama,” ujar Salim di kantor DPP PKS, 30 Juli lalu.
Prabowo enggan mengomentari dua kader PKS sebelum hasil rekomendasi Ijtima Ulama keluar. Ia hanya menjawab semua nama yang muncul dan bakal berpasangan dengannya akan dibahas lebih lanjut.
“Kami bahas semuanya, ya," ujar Prabowo pada 31 Juli lalu usai bertemu dengan pimpinan PKS dan PAN di rumah pengusaha Maher Algadri di bilangan Prapanca, Kemang, Jakarta Selatan.
Nama Salim Segaf mulai dikaitkan sebagai calon pendamping Prabowo setelah Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama mengeluarkan pandangan politik pada pekan lalu. Rekomendasi dari gerakan politik yang memenjarakan Basuki Tjahaja Purnama ini secara tegas merekomendasikan Prabowo sebagai calon presiden. Sementara, sebagai pasangannya, nama Salim Segaf dan Ustaz Abdul Somad diusung mendampingi Prabowo.
Gelagat ketidaksukaan Prabowo dijodohkan dengan Salim Segaf sempat mengemuka melalui pidato yang ia utarakan saat hari pertama Ijtima Ulama. Prabowo berkata siap mendukung calon yang lebih baik jika ia sudah tak lagi dibutuhkan.
Meski tak secara terang-terangan menolak Salim sebagai pendampingnya, tapi gelagat ketidakcocokan penjodohan hasil Ijtima Ulama berkali-kali ia sebut sebagai "saran".
“Ijtima itu mengajukan rekomendasi. Pengertian rekomendasi itu, kan, saran. Itu akan dibahas,” kata Prabowo menjawab pertanyaan reporter Tirto.
Gerilya Mengusung Salim Segaf
Upaya memunculkan nama Salim Segaf terus dilakukan PKS kepada partai koalisi pendukung Prabowo dalam Pilpres 2019. PKS getol menyorongkan nama Salim dengan dalil rekomendasi Ijtima Ulama. Padahal, elektabilitas Salim terhitung rendah sebagai calon wakil presiden.
Namun, berkali-kali PKS ngotot menyodorkan nama Salim sebagai pendamping Prabowo.
"Kami tetap bersama hasil Ijtima Ulama. Pokoknya kami bersama rakyat dan ulama," ujara Mustafa Kamal, Sekretaris Jenderal PKS, saat disodorkan pertanyaan mengenai sikap PKS di rumah pengusaha-cum-politikus Gerindra Ahmad Muzani, 1 Agustus lalu.
Malam itu Mustafa keluar lebih dulu ketimbang sekjen PAN dan Demokrat yang menghadiri pertemuan di kediaman Sekjen Gerindra Ahmad Muzani. Ia sama sekali tak mau diwawancarai dan hanya memberi pernyataan "tetap bersama hasil Ijtima Ulama".
Mustafa bukan sekali ini saja memberi pernyataan dengan merujuk hasil Ijtima Ulama. Sejak pertemuan elite PKS dan SBY di Hotel Grand Melia, Kuningan, Jakarta Selatan, ia berkali-kali mengutarakan hal sama mengenai komitmen PKS terhadap rekomendasi Ijtima Ulama.
Hasil Ijtima itu, dengan kata lain, dipakai elite PKS untuk mendorong nama Salim agar dipinang Prabowo.
Pada pertemuan ketua umum partai koalisi pendukung Prabowo, misalnya, PKS berupaya menyelipkan agendanya dan tetap menyodorkan Salim sebagai calon wakil presiden. Dorongan PKS dikuatkan dengan kehadiran Slamet Maarif, Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212.
Menurut Slamet, Persaudaraan Alumni 212 tetap mendorong hasil Ijtima Ulama agar dijadikan landasan dalam penentuan pasangan calon pada Pilpres 2019.
“Yang jelas PA 212 mendukung dan memperjuangkan hasil Ijtima Ulama,” ujar Slamet. Ia menegaskan upaya koalisi keumatan memakai rekomendasi ulama bakal terus diperjuangkan.
Suhud Aliyudin, Direktur Pencapresan PKS, mengatakan partainya sekuat mungkin mendorong hasil Ijtima Ulama yang merekomendasikan nama Salim Segaf. Ia beralasan rekomendasi itu menjadi beban bagi PKS sebagai partai dakwah.
“Agar rekomendasi itu bisa jadi kenyataan. Jadi posisi kami akan berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan itu," kata Suhud.
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam