tirto.id - Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) belum menemukan kata sepakat soal tindak lanjut hasil ijtima ulama yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF). Menurut Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, ijtima ulama yang merekomendasikan Abdul Somad dan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Seggaf al-Jufri sebagai cawapres untuknya tidak mutlak untuk ditatai.
“Rekomendasi itu adalah rekomendasi. Alat. Marilah kita pelajari hasil ijtima itu, klausul demi klausul,” kata Prabowo usai melakukan pertemuan dengan jajaran pengurus DPP dan Majelis Syuro PKS di kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (30/7/2018).
Prabowo mengatakan memilih cawapres merupakan perkara krusial yang tidak bisa diputuskan hanya dengan mendengarkan satu sumber rekomendasi. Menurut Prabowo ia juga harus mendengarkan masukan dari pelbagai pihak, termasuk Demokrat dan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai ormas Islam yang penting di Indonesia.
Selain itu, Prabowo menekankan yang berhak memutuskan siapa cawapres pendampingnya di Pilpres 2019 adalah partai politik. Karena, menurutnya, sistem politik di Indonesia menyatakan hanya partai politik yang dapat mengusung capres dan cawapres.
“Kami hargai jajak pendapat dan masukan. Tapi keputusan akhir ada di parpol. Jadi ijtima pun rekomendasi. Tapi keputusan tetap melalui parpol. Jadi ini harus kami perhatikan,” kata Prabowo.
Mantan Danjen Kopassus ke-15 ini mengatakan dirinya masih akan menjalin komunikasi dengan partai politik yang telah menyatakan diri berkoalisi dengan Gerindra. Baginya mendengar pandangan partai lebih penting ketimbang memusingkan rekomendasi dari luar partai.
“Ini yang ingin saya tegaskan. Dan harus ada keputusan kami harus daftar sebelum tanggal 10 Agustus paling lambat. Jadi kalau bolak-balik kami cari jajak pendapat saya kira enggak akan ada keputusan,” ujar Prabowo
Berbeda dengan Prabowo, PKS justru ngotot agar Prabowo menaati salah satu dari dua hasil ijtima ulama GNPF. Presiden PKS Shohibul Iman menyatakan partainya akan tetap menyuarakan nama Abdul Somad maupun Salim Assegaf sebagai cawapres Prabowo.
“PKS prinsipnya menerima rekomendasi ijtima ulama. Dan di situ jelas rekomendasi berupa paket, paket Prabowo-Salim, dan dengan Somad,” kata Shohibul, di DPP PKS, Senin (30/7/2018).
Sohibul mengatakan dirinya sengaja mengundang Prabowo ke DPP PKS untuk membahas hasil ijtima ulama GNPF. “Saya kira karena kami menerima rekomendasi ijtima ulama yang dua paket tadi, maka sekalipun bukan ustaz Salim yang diputuskan, kami terima. Asalkan dari dua nama itu,” kata Shohibul.
Somad sebenarnya telah menyatakan tidak bersedia menjadi cawapres Prabowo. Sehingga nama cawapres yang tersisa dari rekomendasi ijtima ulama hanya Salim.
Sekjen PKS Mustofa Kamal mengakui partainya masih bersikukuh menjadikan Salim sebagai cawapres Prabowo. Sebab, menurut Mustafa, nama Salim selain muncul dari hasil ijtima ulama GNPF juga masuk dalam sembilan nama capres-cawapres yang dijaring internal PKS.
"Jadi ternyata dari capres-cawapres itu ada yang dipilih ijtima ulama. Itu memudahkan kerja kami dalam mengusulkan cawapres," kata Mustafa di DPP PKS, Senin (30/7/2018). “Rekomendasi ulama sudah pasti baik. Hasil ijtima ulama itu bahasa langit bagi kami. Bahasa langit yang memberikan inspirasi bagi kami."
Mustafa tak khawatir dengan kemungkinan munculnya resistensi di kalangan kader PKS yang mayoritas ingin Ahmad Heryawan sebagai cawapres. “Kalau di PKS, mah, partai kader, jadi semuanya mudah. Musyawarah dan semuanya akan sepakat,” ujar Mustafa.
PKS, kata Mustafa, siap melobi Demokrat demi menjadikan Salim cawapres Prabowo. “Nanti, kan, kami ketemu. Kami bicarakan itu. Semua bisa dibicarakan,” kata Mustafa.
Bahkan, Mustafa yakin, Gerindra pada akhirnya tidak akan bisa menolak dua sosok hasil Ijtima Ulama GNPF. "Masak dua-duanya gak dipilih. Ijtima ulama itu dari doanya para ulama kita harus hormati," kata Salim.
Ketua GNPF Yusuf Martak mengatakan pascadukungan Somad kepada Salim maka hanya Salim seorang yang bisa diperjuangkan untuk menjadi cawapres pendamping Prabowo. “Pak Salim lulusan Madina, berpengalaman sebagai Mensos, ahli agama, apa lagi yang kurang?” kata Yusuf kepada Tirto.
Yusuf justru tidak sepakat dengan Prabowo yang ingin mengonsultasikan ulang hasil ijtima ulama dengan ormas Islam lainnya, seperti NU. Sebab, menurutnya, hasil tersebut sudah memenuhi unsur suara ulama dan tidak perlu diragukan lagi keabsahannya.
"Kalau ditarik ke ormas besar NU dan Muhammadiyah, ya, pasti ditolak. Mau ditarik ke kiri dan ke kanan tetap ditolak," kata Yusuf.
Namun, Yusuf mengaku pihaknya belum mempertimbangkan opsi menarik dukungan untuk Prabowo jika rekomendasi tersebut tak diterima. Sebab, ia yakin Prabowo bakal bersikap bijak dan menerima rekomendasi mereka.
“Bahasanya adalah kami yakin piliham kami terbaik dan berharap diterima oleh Pak Prabowo,” kata Yusuf.
Dukungan Demokrat Membuat Prabowo Leluasa
Direktur Populi Centre Usep S Ahyar mengatakan Prabowo tak perlu gamang dalam memilih cawapres yang tidak sejalan dengan hasil rekomendasi ijtima ulama GNPF.
“Saya pikir dengan masuknya Demokrat, Prabowo sudah tidak tersandera lagi. Suara sudah cukup untuk maju. Jadi harusnya lebih leluasa," kata Usep kepada Tirto.
Usep melihat hasil ijtima ulama sebatas upaya melegitimasi dukungan memuluskan jalan Salim menjadi cawapres Prabowo yang angka elektoralnya lebih rendah ketimbang sosok lain. “Kalau mau bicara elektoral, ya, tentu masih di bawah sosok seperti Anies dan AHY. Lebih baik Prabowo pertimbangkan dua nama itu," kata Usep.
Menurut Usep dalam pilpres sisi elektabilitas sangat menentukan pilihan masyarakat. "Kecenderungan pemilih lebih besar ke AHY dan Anies. Ini akan lebih mudah bagi Prabowo," kata Usep.
Pada survei Media Survei Nasional (Median) periode 6-15 Juli 2018 terhadap 1200 responden, dalam simulasi tiga dan dua kandidat capres-cawapres, Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) selalu masuk dalam tiga besar pendamping potensial Prabowo. Sementara, Salim dan Somad tidak masuk sama sekali.
Tak cuma itu, Usep menilai sosok Salim tidak memberikan efek kejut di Pilpres 2019. Karena, menurutnya, saat ini masyarakat justru menerka peluang AHY dan Anies menjadi sosok pendamping Prabowo lantaran keduanya masih menunjukkan keengganan.
“Ijtima Ulamanya memang mengejutkan, tapi ketika hasilnya Prabowo-Salim sudah anti klimaks,” kata Usep.
Akan tetapi, dukungan PKS tetap penting bagi Prabowo. Untuk itu menurutnya Prabowo tetap harus berusaha mencari jalan tengah, salah satunya dengan mekanisme berbagi kekuasaan.
"Sebagai partai, tentu PKS pada akhirnya akan bersikap realistis. Tergantung keberanian Prabowo saja," kata Usep.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Muhammad Akbar Wijaya