tirto.id - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam posisi menunggu. Partai berasas Islam ini sedang menunggu akankah salah satu kader mereka diterima oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden dalam Pilpres 2019.
Situasinya menjadi lebih dinamis terutama setelah Prabowo bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa 24 Juli 2018. Usai pertemuan itu, SBY mengatakan partainya membuka jalan untuk berkoalisi dalam pilpres mendatang. Sejumlah orang dari internal Demokrat juga memperkuat kemungkinan koalisi Demokrat-Gerindra usai pertemuan di Menteng itu.
Nama yang kerap diusung oleh Partai Demokrat dalam Pilpres 2019 adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang tak lain Ketua Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat untuk Pemilukada 2018 dan Pilpres 2019. Jika Demokrat setuju mendukung Prabowo sebagai capres, maka nama AHY pasti masuk ke dalam bursa cawapres-nya Prabowo.
Situasi inilah yang membuat dinamika politik di sekitar Gerindra-Prabowo terkait posisi cawapres menjadi semakin dinamis.
“Sekarang kalau dilihat posisi PAN dan PKS yang terkunci setelah SBY membuka lebar pintu koalisi. Demokrat partai besar. Berkoalisi berdua saja dengan Gerindra sudah cukup [untuk maju Pilpres]. AHY juga punya elektabilitas lumayan. Peluangnya besar,” kata peneliti politik dari Saiful Mujani Research Center (SMRC) Sirojuddin Abbas kepada Tirto, kemarin.
Usai bertemu SBY itu, Prabowo sempat mengatakan keinginannya didampingi pemimpin muda. Apalagi popularitas AHY sejauh ini, berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga (seperti Median, misalnya), masih lebih tinggi dibandingkan 9 kader PKS yang diajukan kepada Prabowo.
Dalam hasil riset Median pada periode 6-15 Juli 2018 terhadap 1.200 responden, AHY berada di urutan ketiga sebagai sosok paling layak mendampingi Prabowo dengan elektabilitas 33,1 persen. Satu tingkat di atas Anis Matta yang berada di urutan keempat dengan 32,4 persen.
Dalam simulasi dua kandidat capres-cawapres, lagi-lagi AHY mengungguli Anis Matta sebagai pendamping Prabowo. AHY berada di urutan keempat dengan 33 persen, sementara Anis di urutan kelima dengan 32,9 persen.
Pengakuan Elite PKS
Sejumlah elite PKS menunjukkan gesture "tidak nyaman" usai Prabowo bertemu SBY. Mereka bahkan mengingatkan Prabowo tentang kesetiaan dalam membangun koalisi.
Ketua DPP PKS Ledia Hanifah sempat memberi pernyataan kepada Tirto pada 16 Juli 2018 yang mengingatkan kembali komitmen bahwa formasi di Pilgub Jabar 2018 akan berlanjut di Pilpres 2019.
“Waktu itu kesepakatannya nanti di Pilpres, capresnya Gerindra, wakilnya PKS,” kata Ledia.
Anggota Majelis Syuro PKS, Tifatul Sembiring, juga ikut berkomentar partainya adalah yang paling setia menemani Gerindra berjuang sejak 2014 sampai saat ini. Ia berharap Prabowo memilih cawapres dari PKS.
“Demokrat istilahnya baru dekat, kami berharap, ya, teman setia,” kata Tifatul Sembiring sebelum pertemuan Prabowo-SBY, Selasa lalu.
Mantan Menteri Komunikasi dan Informasi ini juga meyakini Prabowo adalah pribadi yang tak mudah menggadaikan kesetiaan demi kepentingan jangka pendek.
“Bukan karakter Pak Prabowo meninggalkan teman setia, apalagi mengkhianati teman setia,” kata Tifatul.
Senada Tifatul, Mardani Ali Sera meyakini Prabowo tidak akan mengambil keputusan secara sepihak perihal cawapres, melainkan dibahas bersama seperti komitmen yang menurutnya pernah disepakati antara PKS dan Gerindra.
“Makanya strategi kami put all the things on the table. Setelah kami kumpul, lalu ada nama. Kami, kan, pengennya menang, bukan hanya pengen maju,” kata Mardani saat ditanya soal pertemuan Prabowo-SBY, Rabu kemarin.
Bekas Ketua Tim Pemenangan Anies-Sandi pada Pilgub DKI 2017 ini mengatakan PKS punya banyak kader muda sebagai jawaban atas kisi-kisi cawapres yang diinginkan Prabowo. Kisi-kisi itu, kata Mardani, tak mesti merujuk ke AHY.
“Yang dekat dengan anak muda tidak bermakna harus usia muda,” kata Mardani, merespons pernyataan Prabowo tentang "pemimpin muda" setelah bersua SBY.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal PKS Abdul Hakim menilai pernyataan Prabowo yang membuka peluang AHY jadi cawapres sebagai hal wajar guna memuluskan komunikasi politik. Namun, ia yakin, akhirnya Prabowo akan memilih kader PKS sebagai pendamping.
“Pak Prabowo sudah merasakan kecocokan dan chemistry yang kuat dengan kader-kader PKS," kata Hakim kepada Tirto, Kamis (26/7/2018).
Maka, menurut Hakim, PKS sampai saat ini belum memerlukan strategi lain dan juga belum menyiapkan tawaran alternatif untuk menyikapi kemungkinan bukan kadernya yang dipilih Prabowo sebagai cawapres.
"Belum ada kalau-kalau, ya," kata Hakim.
Berharap Itu Boleh Saja
Sikap PKS menggarisbawahi faktor kesetiaan dinilai peneliti politik dari LSI Denny JA Rully Akbar sebagai hal yang wajar PKS. Ia mengakui PKS adalah satu-satunya partai yang tetap berada di barisan oposisi bersama Gerindra sejak 2014 sampai sekarang.
“Saya pikir mereka akan terus menuntut itu, apalagi mereka sudah merasa sekarang waktunya, setelah 2014 lalu menyerahkan ke PAN,” kata Rully kepada Tirto, Kamis siang.
Saat ini, kata Rully, PKS punya daya tawar besar setelah mampu membawa kemenangan di Pilgub DKI 2017 Jakarta dan menyodok suara petahana di Pilgub Jateng 2018. “Mereka sudah membuktikan mesin partainya jalan,” kata Rully.
Sentimen masyarakat terhadap kepemimpinan militer-militer, kata Rully, juga membuat peluang PKS lebih besar ketimbang Demokrat. Pasalnya, 9 nama yang mereka ajukan berlatar belakang sipil.
“Saya pikir sosoknya juga bukan sembarangan. Ada Anis Matta, Hidayat, Aher, semuanya berpengalaman,” kata Rully.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Mufti Sholih