Menuju konten utama

Perjanjian Dagang RI-Kanada Perkuat Daya Saing Industri Tekstil

Indonesia dan Kanada diketahui menandatangani tiga kesepakatan utama, yakni perdagangan, pertahanan, serta koneksi antarpelaku usaha.

Perjanjian Dagang RI-Kanada Perkuat Daya Saing Industri Tekstil
Ilustrasi industri tekstil. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta agar perjanjian dagang yang baru disepakati antara Pemerintah Indonesia dengan Kanada serta Uni Eropa (EU) dimanfaatkan secara optimal oleh seluruh pemangku kepentingan (stakeholders). Hal ini penting untuk memperkuat daya saing industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional dari hulu hingga hilir, baik di pasar domestik maupun internasional.

"Momentum perjanjian dagang yang baru disepakati, seharusnya dimanfaatkan untuk menyatukan persepsi dan bersama membenahi dan memperkuat daya saing TPT dari hulu sampai hilir" ujar Ketua Bidang Perdagangan Apindo, Anne Patricia Sutanto, dalam keterangannya, Jumat (26/9/2025).

Indonesia dan Kanada diketahui menandatangani tiga kesepakatan utama, yakni perdagangan, pertahanan, serta koneksi antarpelaku usaha.

Melalui Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA-CEPA), lebih dari 90 persen atau sekitar 6.573 pos tarif Indonesia mendapat preferensi di pasar Kanada.

Produk-produk potensial Indonesia seperti tekstil, alas kaki, furnitur, makanan olahan, elektronik ringan dan elektronik otomotif hingga sarang burung walet diprediksikan akan semakin kompetitif.

Anne menegaskan APINDO tetap berkomitmen dalam menciptakan lapangan kerja (job creation) sekaligus meningkatkan daya saing nasional. Ia mendorong agar pelaku usaha hulu hingga hilir bersatu membangun industri TPT nasional dengan berbasis ekonomi Pancasila.

Selain itu, ia juga mengingatkan agar industri hulu berinvestasi pada modernisasi mesin dan peningkatan RnD (Research and Development).

“Kalau kita lihat, banyak mesin di industri hulu masih tua. Kita seharusnya fokus melakukan investasi pada mesin-mesin terbaru agar lebih kompetitif. Dan meningkatkan Product Development agar dapat meningkatkan nilai tambah,” jelasnya.

Kompleksitas PHK Massal

Di sisi lain, Wakil Ketua Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional Unsur Pengusaha itu juga turut menyoroti persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sangat kompleks. Masalah ini menurutnya tidak bisa hanya dikaitkan dengan satu kementerian ataupun semata-mata dianggap sebagai kesalahan pemerintah.

“Semua pihak yang menuduh Kemenperin sebaiknya memberikan data dan analogi yang benar. Masalah PHK massal di industri tekstil bukan hanya urusan satu kementerian atau satu pihak. Diperlukan pemikiran jernih dan strategi solusi berbasis data," tegas dia.

Ia mengajak pengusaha Indonesia bersama dengan stakeholders nasional yang lain baik pemerintah, dan pekerja sebaiknya fokus berdialog secara intens, berorientasi solusi, dan mengawal implementasi di lapangan secara bersama-sama dalam membangun daya saing TPT lokal dan global.

"Diperlukan pemikiran jernih dan strategi solusi berbasis data. Pengusaha Indonesia bersama dengan stakeholders nasional yang lain baik Pemerintah, dan Pekerja sebaiknya fokus berdialog secara intense, berorientasi solusi, dan mengawal implementasi di lapangan secara bersama-sama dalam membangun daya saing TPT lokal dan global,” ujar Anne.

Anne mengingatkan bahwa pernyataan yang menyudutkan atau memecah belah justru menjauhkan semua pihak dari solusi yang konkrit dan efektif.

“Iklim usaha di industri TPT nasional perlu dibenahi bersama-sama, bukan dengan saling menyalahkan, trust level dari para stakeholders perlu dipupuk demi penguatan industri padat karya dari sektor TPT,” tegasnya.

Baca juga artikel terkait APINDO atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Insider
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Hendra Friana