tirto.id - Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Enggan Masuk Indonesia Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, menilai tarif resiprokal 19 persen yang dikenakan Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia berpotensi membuat penyerapan tenaga kerja di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta alas kaki turun hingga 2 persen. Jika dirinci, serapan tenaga kerja kasar untuk industri TPT dan alas kaki diproyeksi turun 2,04 persen dan untuk tenaga kerja profesional turun 2,05 persen.
"Nah kemudian ini dampak terhadap tenaga kerja, nah tenaga kerja juga paling tergerus di tekstil, tekstil wearing apparel dan alas kaki masuk di dalamnya, itu turun juga tuh, mau yang pekerja kasar atau pekerja profesional turun. Jadi, memang catatan pertama dampak yang paling dirasakan itu adalah bagi industri tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki," ujar dia, dalam Diskusi Publik Indef, di Pejaten Timur, Jakarta Selatan, Senin (21/7/2025).
Kata Heri, tak seperti industri makanan olahan (processing food) yang di dalamnya termasuk pula produksi minyak goreng yang diuntungkan karena memiliki pasokan bahan baku besar, penyerapan tenaga kerja industri TPT dan alas kaki anjlok lantaran memiliki daya saing yang rendah.
Belum lagi, produk tekstil dan alas kaki nasional harus bersaing ketat dengan produk-produk dari Vietnam, Malaysia dan Bangladesh yang memiliki rasio investasi modal terhadap output (Incremental Capital Output Ratio/ICOR) jauh lebih tinggi.
"Yang bahaya ini industri tekstil, pakaian jadi dan alas kaki, ini yang justru kan padat karya. Ini padat karyanya negatif nih, minus 2 sekian persen. Jadi, kira-kira gitu. Jadi, tarifnya kecil, belum tentu aman, belum tentu lebih unggul dari negara lain. kita harus melihat lagi kondisi-kondisi existing-nya, apakah kita sudah lebih efisien dari mereka dalam membuat suatu barang, sehingga kalau dijual di luar, dijual di Amerika Serikat dihadapkan pada suatu tarif yang relatif lebih kecil kita bisa menang? belum tentu juga," imbuh dia.
Selain tenaga kerja, tarif resiprokal 19 persen untuk Indonesia juga berpotensi membuat realisasi impor Indonesia turun 0,16 persen. Lebih baik ketimbang Vietnam yang anjlok 0,42 persen dan Bangladesh yang turun 0,78 persen. Meski begitu, realisasi impor Malaysia masih lebih baik karena berpotensi tumbuh 0,02 persen.
Sama halnya dengan impor, realisasi ekspor Indonesia juga berpotensi turun 0,06 persen, saat realisasi ekspor Vietnam turun 0,03 persen dan Bangladesh turun 0,07 persen.
"Nah, ini ekspor dan impor Indonesia nah juga turunnya itu pada sektor-sektor yang memang tadi ya, tekstil, alas kaki, dan pakaian jadi yang 4,88 persen. Jadi, kemungkinan akan turun lumayan besar di situ, kenapa? karena ya harga produk kita disana jadi lebih mahal," tambahnya.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Dwi Aditya Putra
Masuk tirto.id







































