tirto.id - KPK mengumumkan dua tersangka baru dalam kasus suap terkait hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menpora Imam Nahrawi dan asisten pribadinya, Miftahul Ulum sebagai tersangka kasus korupsi itu. Sebelumnya, pada 11 September 2019, KPK sudah menahan Ulum.
Nahrawi dan Ulum dijerat dengan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 12B atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan Nahrawi diduga menerima uang senilai Rp14,7 miliar melalui Ulum, pada kurun 2014-2018. Tidak hanya itu, pada periode 2016-2018, Nahrawi diduga juga meminta duit sejumlah Rp11,8 miliar.
KPK menduga uang senilai total Rp26,5 miliar itu terkait dengan pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora pada 2018 dan penerimaan lainnya yang berhubungan dengan jabatan Nahrawi sebagai Menpora. Selain itu, ada penerimaan lain terkait Satlak Prima.
"Uang itu diduga untuk kepentingan pribadi menpora dan pihak lain yang terkait," ujar Alex di Gedung KPK, Jakarta pada Rabu (18/9/2019).
Sebelum penetapan dua tersangka itu, KPK menyigi fakta-fakta persidangan tersangka lain di kasus ini dan memulai penyelidikan pada 25 Juni 2019. Sejak itu, KPK sudah memanggil Nahrawi pada 31 Juli, serta 2 dan 21 Agustus 2019. Namun, Nahrawi terus mangkir hingga politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut ditetapkan menjadi tersangka.
Keputusan KPK ini membuat Nahrawi menjadi menteri pertama di kabinet Presiden Jokowi yang menjadi tersangka karena kasus korupsi di kementerian. Sebelumnya, eks Menteri Sosial Idrus Marham memang menjadi tersangka suap. Namun, kasus itu terkait dengan aktivitas Idrus saat masih aktif di partai Golkar dan belum menjadi menteri.
Dugaan Peran Menpora dan Ulum di Kasus Hibah KONI
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK pada 18 Desember 2018. KPK kemudian menetapkan 5 tersangka dalam kasus suap terkait dengan penyaluran dana hibah Kemenpora kepada KONI senilai 17,9 miliar pada 2018.
Dua tersangka pemberi suap ialah Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johnny E Awuy. Sementara 3 tersangka penerima suap: Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen di Kemenpora Adhi Purnomo dan Staf Kemenpora Eko Triyanta.
Ending dan Awuy telah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ending divonis dengan hukuman 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp100 juta. Adapun Awuy menerima vonis 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp50 juta.
Mulyana pun telah mendapat vonis hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta. Sedangkan Adhi dan Eko Triyanta masing-masing divonis dengan hukuman 4 tahun bui dan denda Rp200 juta.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menilai ketiganya terbukti menerima suap karena membantu mempercepat persetujuan dan pencairan hibah untuk KONI.
Dalam persidangan kasus ini, nama Miftahul Ulum dan Imam Nahrawi kerap disebut. Misalnya, di persidangan Mulyana, Deputi IV Kemenpora itu disebut memberikan arahan kepada Ending agar berkoordinasi dengan Ulum guna membahas besaran nilai commitment fee KONI untuk sejumlah pejabat Kemenpora.
Di salah satu tahapan persidangan Ending, pada 21 Maret 2019, juga sempat terungkap bahwa KONI membuat daftar pejabat Kemenpora penerima duit dari lembaga itu. Daftar itu berisi inisial nama, seperti M, Ulm dan Mly.
Seorang pengurus KONI yang bersaksi di persidangan Ending, yaitu Suradi mengaku membuat daftar itu atas perintah Ending. Suradi menduga inisial M merujuk ke Menpora, Ulm adalah Ulum dan Mly ialah Mulyana. Namun, ia tidak mengetahui ketiganya menerima uang sesuai data dalam daftar itu atau tidak.
Sementara saat membacakan tuntutan untuk Mulyana, pada 5 Agustus 2019, Jaksa KPK Ronald Worotikan juga tercatat menyatakan dugaan bahwa Ulum dan Nahrawi melakukan "pemufakatan jahat" secara diam-diam.
Dalam pembacaan tuntutan untuk Mulyana, jaksa pun menyebut Ending dan Awuy pernah lima kali menyerahkan uang ke Ulum atau orang suruhannya, senilai total Rp11,5 miliar. Jaksa menduga Nahrawi tahu soal penerimaan itu. Meskipun Ulum dan Nahrawi membantahnya di persidangan, jaksa menilai hal itu tidak didukung alat bukti yang lain.
Di persidangan, Mulyana juga mengaku pernah dimintai uang oleh Nahrawi. Uang itu terkait honor menpora di Satlak Prima. Pemberian honor itu terealisasi Rp400 juta dan diserahkan melalui Ulum.
Eks Bendahara Pengeluaran Pembantu Kemenpora, Supriyono membenarkan ia memang pernah memberikan uang Rp400 juta kepada Ulum. Pemberian itu atas perintah dari Mulyana. Ia mengaku mendapatkan uang tersebut setelah meminjam ke KONI. Kesaksian Supriyono ini disampaikan di dalam persidangan Mulyana pada 13 Mei 2019.
Di sisi lain, kuasa hukum Ending, Arif Sulaiman malah pernah menuding Ulum bersama 'pimpinan Kemenpora' berperan besar di kasus suap ini. "Sudah jelas, bahwa aktor intelektual atau pelaku utama adalah saudara Miftahul Ulum dan pimpinan Kemenpora,” kata Arif saat membacakan nota pembelaan kliennya pada 13 Mei 2019.
Bantahan Imam Nahrawi dan Miftahul Ulum
Imam Nahrawi menggelar konferensi pers di rumah dinasnya, Jakarta Selatan, pada beberapa jam usai penetapannya sebagai tersangka. Politikus PKB itu membantah telah menerima suap senilai Rp26,5 miliar. Dia menegaskan akan memenuhi panggilan KPK dan siap membuktikan kebenaran klaimnya.
"Karena saya tidak seperti yang dituduhkan [KPK]. Kita akan mengikuti seperti apa di pengadilan," kata Nahrawi pada Rabu malam (18/9/2019).
Pada 22 Maret 2019, Nahrawi sudah pernah membantah dugaan dirinya menerima uang suap dari KONI. Bantahan Nahrawi itu merespons keterangan saksi tentang daftar berisi inisial nama pejabat Kemenpora penerima jatah duit KONI.
"Saya tidak tahu siapa yang membuat inisial-inisial itu dan termasuk yang menafsirkan inisial-inisial tersebut. Saya pastikan saya tidak terlibat dan tidak tahu menahu," kata Nahrawi.
Ketika bersaksi di persidangan Ending Fuad Hamidy, pada 29 April 2019, Nahrawi pun menyatakan tidak tahu keseluruhan proses pengurusan proposal dan penyaluran hibah untuk KONI.
Ia mengaku cuma pernah mendisposisikan proposal dari KONI kepada Mulyana. Soal dugaan Ulum menerima duit miliaran, Nahrawi juga mengklaim tidak mengetahuinya.
Di persidangan itu, Nahrawi sekaligus menampik dugaan dirinya memerintahkan Ulum mengawal proposal yang diajukan kepada Kemenpora. "Saya tidak pernah memberikan tugas, selain tugas dia [Ulum] sebagai asisten pribadi," ujar Nahrawi dalam kesaksiannya yang dilansir Antara.
Demikian pula Miftahul Ulum. Asisten pribadi Menpora Nahrawi itu sudah kerap membantah dirinya menerima duit miliaran dari KONI. Salah satu bantahan tersebut ia sampaikan kala bersaksi dalam persidangan Ending pada 25 April 2019.
Ulum saat itu mengaku dirinya tidak pernah menerima uang miliaran dari KONI maupun mengutus orang lain untuk mengambilnya. "Tidak pernah. Tidak pernah saya melakukan hal itu," kata Ulum.
Sekalipun begitu, saat bersaksi di persidangan pada 4 Juli 2019, Ulum mengakui pernah meminta uang kepada Ending sebanyak tiga kali. Ulum menerima uang Rp2 juta, Rp30 juta dan kemudian Rp15 juta. Alasannya, ia menganggap Ending sebagai teman.
Saat menjawab pertanyaan jaksa di persidangan tersebut, Ulum membenarkan pula bahwa uang Rp2 juta dari Ending ia pakai untuk ngopi bareng dua anak Nahrawi.
Editor: Abdul Aziz