tirto.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memeriksa Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi usai ditetapkan sebagai tersangka suap hibah KONI 2018.
"Pemeriksaan secepatnya pasti. Kapannya? Itu tergantung penyidik," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, saat konfrensi pers, di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2019).
Alex juga mengatakan penetapan tersangka Imam merupakan hasil pengembangan perkara dari sejumlah fakta di persidangan sebelumnya.
Lalu, KPK juga menemukan bukti permulaan yang cukup dan melakukan penyidikan terhadap kasus tersebut.
Alex menerangkan, penyelidikan kasus ini dimulai sejak 25 Juni 2019. Dalam proses ini, Imam Nahrawi dipanggil tiga kali sebagai saksi tapi mangkir yakni pada 31 Juli, 2 Agustus, dan 21 Agustus.
"KPK memandang telah memberikan ruang yang cukup bagi IMR [Imam Nahrawi] untuk memberikan keterangan dan klarifikasi pada tahap penyelidikan," terangnya.
Menurut dia, KPK akan tetap dan bersungguh-sungguh menjalankan tugas yang diamanatkan Undang undang (UU) KPK dan amanat dari publik agar dapat menangani kasus korupsi secara independen. Lalu tetap melakukan upaya-upaya pencegahan korupsi di instansi pusat dan daerah.
Ia juga menyayangkan praktik penerimaan suap maupun gratifikasi yang dilakukan olek pucuk pimpinan Kemenpora itu. Apalagi, kata dia, dalam bidang kepemudaan dan olahraga yang ia nilai sangat krusial. Mengingat, pada 2045 nanti Indonesia akan mengalami bonus demografi.
"Jika anggaran-anggaran yang seharusnya digunakan untuk memajukan prestasi atlet dan meningkatkan kapasitas pemuda-pemuda Indonesia malah dikorupsi. Dampaknya akan sangat buruk untuk masa depan bangsa," ujarnya.
KPK menyangka Imam Nahrawi menerima fee terkait pengurusan anggaran melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Suap yang diterima secara bertahap yakni uang sejumlah Rp14,7 miliar pada kurun waktu 2014 hingga 2018. Bahkan, keduanya juga diduga turut menerima aliran dana sebesar Rp11,8 miliar pada kurun waktu 2016-2018. Total suap yang diterima sebesar Rp26,5 miliar.
Penerimaan suap Imam Nahrawi juga diduga berkaitan tugasnya sebagai Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan jabatan Imam sebagai Menpora.
"Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak lain yang terkait," tutur Alexander.
Atas perbuatannya tersebut, Imam dan Ulum telah melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1, Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Zakki Amali