Menuju konten utama

Istri Imam Nahrawi Pakai Uang Satlak Prima untuk Bayar Desain Rumah

Asisten pribadi Imam, Miftahul Ulum menghubungi Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Satlak Prima, Lina Nurhasanah dan meminta uang sejumlah Rp2 miliar untuk membayar desain "Omah Bapak".

Istri Imam Nahrawi Pakai Uang Satlak Prima untuk Bayar Desain Rumah
Terdakwa Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi (tengah) menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (14/2/2020). ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc.

tirto.id - Shobibah Rohmah yang merupakan istri mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi disebut menggunakan uang sebesar Rp2 miliar yang berasal dari anggaran Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima). Uangnya ini digunakan untuk membayar desain renovasi rumah pribadi dan calon asrama.

Hal itu terungkap dalam pembacaan surat dakwaan terhadap suami Shobibah, Imam Nahrawi oleh Jaksa Penuntut Umum pada KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/2/2020).

"Sekitar awal 2015 di Pacific Place Mall, dibicarakan Shobibah Rohmah [istri terdakwa] berminat untuk menggunakan jasa kantor Budipradono Architecs untuk mendesai rumah milik terdakwa," kata JPU pada KPK, Muhammad Riduan seperti dilansir dari Antara.

Shobibah Rohman ingin merenovasi rumah pribadi Imam di Cipayung, Jakarta Timur menggunakan jasa kantor Budipradono Architecs dengan perjanjian biaya pengerjaan sebesar Rp700 juta pada 9 Juli 2015. Pembayaran dibagi menjadi 4 termin yaitu Rp200 juta, Rp300 juta, Rp150 juta dan Rp50 juta.

Pembayaran termin 1 sudah dibayar pada 9 juli 2015 dan untuk pembayaran selanjutnya Shobibah meminta agar Intan Kusuma Dewi dari kantor arsitek berkoordinasi dengan asisten pribadi Imam, Miftahul Ulum.

Sekitar September 2016, Shobibah meminta dibuatkan desain interior Hatice Boutique and Cafe di Kemang mencapai Rp300 juta sedangkan biaya jasanya Rp90 juta, namun pengerjaan ini tidak dituangkan dalam kontrak dan hanya berdasar saling percaya saja.

Pada Oktober 2016, Ulum lalu menghubungi Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (Prima), Lina Nurhasanah dan meminta uang sejumlah Rp2 miliar untuk membayar "Omah Bapak". Lina sempat menolak, namun karena Ulum mendesak maka Lina menyiapkan uang Rp2 miliar dari dana akomodasi atlet pada anggaran Satlak Prima.

Satlak Prima keberadaannya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Program Indonesia Emas. Organisasi ini bertugas memantau program pelatihan yang diselenggarakan pengurus cabang olahraga dan mempersiapkan atlet yang akan diberangkatkan ke berbagai kejuaraan di tingkat nasional, internasional, single even dan multi even.

Presiden Joko Widodo lalu membubarkan Satlak Prima pada Oktober 2017 untuk memangkas birokrasi di bidang olahraga demi peningkatan prestasi atlet.

Uang Rp2 miliar diserahkan staf Lina bernama Alverino Kurnia pada 12 Oktober 2016 kepada Intan Kusma Dewi di kantor Budipradono Architecs dan dibuatkan tanda terimanya.

Shohibah pada Mei 2019 masih meminta Budiyanto Pradono dari kantor Budipradono Architecs untuk mendesain asrama untuk santri, pendopo dan lapangan bulu tangkis di tanah seluas 3.022 meter persegi di Cipedak, Jagakarsa. Biaya desain arsitektur awal adalah Rp285,268 juta dan biaya keseluruhan arsitektur adalah Rp815,052 juta yang pembayarannya juga menggunakan uang Rp2 miliar tersebut.

Atas perbuatannya, Imam didakwa pasal 12 B jo pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberatansan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 ke-1 KUHP

Pasal tersebut mengenai penerimaan gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Selain didakwa menerima gratifikasi Rp2 miliar, Imam juga didakwa menerima suap dan gratifikasi dari pihak-pihak lain.

Imam Nahrawi didakwa menerima suap totalnya sejumlah Rp11,5 miliar dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johnny E Awuy terkait proprosal bantuan dana hibah kepada Kemenpora dalam pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program Asian Games dan Asian Para Games 2018 serta proposal dukungan KONI Pusat dalam pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun 2018.

Sedangkan dalam dakwaan kedua Imam didakwa menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya berjumlah Rp8,648 miliar dengan rincian Rp300 juta dari Ending Fuad Hamidy; uang Rp4,948 miliar sebagai tambahan operasional Menpora RI, Rp2 miliar sebagai pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs dari Lina Nurhasanah; uang Rp1 milliar dari Edward Taufan Panjaitan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) program Satlak Prima 2016-2017 dan uang sejumlah Rp400 juta dari Supriyono selaku BPP Peningkatan Presitasi Olahraga Nasional (PPON) tahun 2017-2018 dari KONI Pusat.

Baca juga artikel terkait SUAP HIBAH KONI

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Bayu Septianto