Menuju konten utama

Imam Nahrawi Terima Gratifikasi Rp8,64 Miliar Selama Jabat Menpora

Total uang gratifikasi yang dikumpulkan Imam Nahrawi melalui Ulum saat menjabat menpora sebanyak Rp8.648.435.682,00.

Imam Nahrawi Terima Gratifikasi Rp8,64 Miliar Selama Jabat Menpora
Tersangka mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi (tengah) berjalan memasuki ruangan untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/1/2020). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.

tirto.id - Asisten pribadi mantan menteri pemuda dan olahraga Imam Nahrawi, Miftahul Ulum menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/1/2020). Selain menyebut peran Ulum dalam suap KONI, jaksa juga membeberkan gratifikasi yang diterima Imam Nahrawi melalui Ulum.

Total gratifikasi yang dikumpulkan Imam melalui Ulum sebanyak Rp8.648.435.682,00.

“Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yaitu telah menerima gratifikasi berupa uang yang seluruhnya sejumlah total Rp8.648.435.682,00,” kata Jaksa Ronald Worotikan.

Jaksa merincikan gratifikasi itu dikumpulkan dari berbagai sumber, antara lain: Rp300 juta dari Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy, Rp4.948.435.682,00 sebagai uang tambahan operasional Menpora yang diperoleh dari anggaran Satlak Program Indonesia Emas (Prima).

Selain itu, politikus PKB itu juga menerima Rp2 miliar dari Bendahara Pengeluaran Pembantu Prima Lina Nurhasanah untuk pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs yang dikontrak untuk mendesain rumah pribadi Imam Nahrawi, butik milik istri Imam, Shobibah Rohmah, dan asrama santri.

Kemudian Rp1 miliar dari Pejabat Pembuat Komitmen di Satlak Prima Edward Taufan Panjaitan 2016-2017 yang bersumber dari anggaran Prima.

Terakhir Rp400 juta dari Bendahara Pengeluaran Pembantu Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode 2017-2018 yang berasal dari pinjaman KONI pusat.

Ronald mengatakan seluruh uang itu tidak memiliki dasar hukum yang sah menurut perundang-undangan yang berlaku.

Terlebih, baik Ulum maupun Imam tidak melaporkan penerimaan itu kepada KPK dalam rentang waktu 30 hari sebagaimana diatur Pasal 12C Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001.

Atas perbuatannya ini, Ulum didakwa melanggar Pasal 12B ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Baca juga artikel terkait KASUS IMAM NAHRAWI atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz