Menuju konten utama

Pedagang Omzet di Bawah Rp500 Juta Tak Dipungut Pajak E-commerce

Pajak penghasilan yang dikenakan kepada merchant yang berjualan di platform e-commerce bukanlah barang baru.

Pedagang Omzet di Bawah Rp500 Juta Tak Dipungut Pajak E-commerce
Warga menggunakan perangkat elektronik untuk berbelanja secara daring di salah satu situs belanja di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (6/2/2024).ANTARA FOTO/Auliya Rahman/nym.

tirto.id - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tengah merampungkan proses pembahasan aturan terkait penunjukan lokapasar atau e-commerce untuk memungut pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh toko atau merchant yang berjualan di platform e-commerce tersebut.

Meski begitu, pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) orang pribadi dengan omzet di bawah Rp500 juta dipastikan tidak akan dipungut pajak.

"Pedagang orang pribadi dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini, sesuai ketentuan yang berlaku," jelas Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (26/6/2025).

Rosmauli menjelaskan, pajak penghasilan yang dikenakan kepada merchant yang berjualan di platform e-commerce bukanlah barang baru. Aturan yang tengah dalam tahap finalisasi ini, pada dasarnya hanya merupakan pergeseran dari aturan yang tadinya mewajibkan para pedagang online untuk menyetorkan PPh Pasal 22 secara mandiri, ke depan pengumpulan PPh Pasal 22 akan dilakukan oleh marketplace yang ditunjuk DJP.

"Perlu dipahami bahwa pada prinsipnya, pajak penghasilan dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak, termasuk dari hasil penjualan barang dan jasa secara online. Kebijakan ini tidak mengubah prinsip dasar tersebut," tambahnya.

Sebaliknya, aturan baru ini dinilai akan lebih memudahkan para merchant untuk memenuhi kewajiban perpajakannya karena proses pembayaran pajak dilakukan melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform tempat mereka berjualan.

Selain itu, mekanisme pemungutan pajak ini juga dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru.

Di sisi lain, aturan pajak anyar ini juga dimaksudkan untuk memperkuat pengawasan dan menutup celah shadow economy, khususnya dari aktivitas ekonomi digital. Dengan begitu, aturan pajak baru ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara.

"Khususnya dari pedagang online yang belum menjalankan kewajiban perpajakan baik karena kurangnya pemahaman maupun keengganan menghadapi proses administratif yang dianggap rumit," jelas dia.

Dengan melibatkan marketplace sebagai pihak pemungut, diharapkan pemungutan PPh Pasal 22 ini dapat mendorong kepatuhan yang proporsional, serta memastikan bahwa kontribusi perpajakan mencerminkan kapasitas usaha secara nyata.

Baca juga artikel terkait PAJAK atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Insider
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Dwi Aditya Putra