tirto.id - Presiden Joko Widodo memastikan akan cawe-cawe dalam Pemilu 2024. Jokowi mengaku tidak netral dan akan ikut cawe-cawe dengan alasan kepentingan nasional. Hal itu disampaikan Jokowi dalam acara pertemuan dengan para petinggi media di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (29/5/2023).
“Pak Jokowi menegaskan ‘saya tidak netral dalam hal ini, memang betul saya cawe-cawe tapi untuk kepentingan nasional’,” kata Wakil Pimpinan Redaksi Kompas TV, Yogi Nugraha usai bertemu Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin kemarin.
Yogi mengatakan, Jokowi akan ikut campur untuk urusan kepentingan nasional. Ia inging agar program nasional tetap berjalan seperti kendaraan listrik sehingga Indonesia bisa menjadi besar di masa depan.
Jokowi tidak menjawab soal siapa pihak yang akan didukung. Ia menyerahkan wewenang pemilihan kandidat kepada partai politik. Akan tetapi, Yogi mengatakan bahwa Jokowi akan cawe-cawe tanpa menggunakan aparat yang berada di bawah kehendaknya.
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media, Sekretariat Presiden, Bey Machmudin menjelaskan soal cawe-cawe yang dimaksud. Pertama, kata dia, Jokowi ingin memastikan pemilu serentak 2024 berjalan demokratis, jujur, dan adil. Jokowi memilih cawe-cawe demi kepentingan pemilu baik.
“Presiden berkepentingan terselenggaranya pemilu dengan baik dan aman, tanpa meninggalkan polarisasi atau konflik sosial di masyarakat," kata Bey dalam keterangan, Senin malam (29/5/2023).
Bey mengatakan, Jokowi selaku presiden ingin melanjutkan kebijakan nasional, seperti IKN Nusantara, hilirisasi pertambangan, transisi energi, dan kebijakan lain. Jokowi juga memastikan TNI dan Polri maupun ASN netral.
“Presiden mengharapkan seluruh peserta pemilu dapat berkompetisi secara free dan fair, karenanya presiden akan menjaga netralitas TNI-Polri dan ASN," kata Bey.
Bey juga mengatakan, Jokowi ingin mendapat informasi berkualitas untuk proses pemilu yang baik. Jokowi, kata Bey, ingin berita dan informasi pemilu berkualitas sehingga bisa mencegah berita hoaks, black campaign di media sosial hingga dampak buruk kemunculan AI.
Selain itu, Bey menegaskan, Jokowi menghormati dan menerima pilihan publik. Ia juga memastikan Jokowi akan mendorong transisi kepemimpinan nasional. “Presiden akan membantu transisi kepemimpinan nasional dengan sebaik-baiknya," kata Bey.
Menuai Pro dan Kontra
Namun, pernyataan cawe-cawe Jokowi tetap menimbulkan pro dan kontra meski Istana Negara sudah menjelaskan maksudnya. Partai Demokrat –salah satu parpol di luar pemerintah—menyebut cawe-cawe untuk pemilu demokratis, jujur, dan adil bukanlah cawe-cawe, melainkan kewajiban presiden.
“Presiden cawe-cawe itu maknanya melakukan sesuatu yang di luar wewenang dan tanggung jawabnya. Jangan ngeleslah kalau cawe-cawe itu memastikan pemilu serentak 2024 berlangsung dengan demokratis, jujur, dan adil. Itu bukan cawe-cawe. Itu memang tugas utama beliau," kata Juru Bicara Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra dalam keterangan, Selasa (30/5/2023).
Herzaky menilai, Jokowi seharusnya menyampaikan bahwa ia akan fokus dan tanggung jawab, bukan menyatakan akan cawe-cawe demi kepentingan negara.
Herzaky mengklaim, rakyat memang ingin Jokowi fokus pada tugas dan pekerjaannya. Ia menilai eks Wali Kota Solo itu masih banyak pekerjaan rumah yang belum selesai seperti masalah angka kemiskinan yang tinggi, pendapatan per kapita yang tidak banyak meningkat dibanding era Presiden SBY hingga biaya hidup tinggi, serta kenaikan harga bahan pokok.
Herzaky menilai, Jokowi cukup fokus pada kepemimpinan nasional dengan memastikan pemilu berjalan demokratis, jujur, adil, tanpa intervensi, intimidasi, dan kecurangan. Ia mengatakan, sikap tersebut bisa menjadi peninggalan sejarah seperti presiden terdahulu.
“Inilah legacy yang seharusnya beliau tinggalkan. Agar bisa dikenang baik sebagaimana Presiden Mega[wati Soekarnoputri] di 2004 dan Presiden SBY di 2009 serta 2014 yang sukses melaksanakan pemilu secara demokratis, jujur, dan adil. Bukan malah memastikan siapa yang bisa ikut dalam kontestasi dan siapa yang seharusnya menang dalam kontestasi Pilpres 2024," kata Herzaky.
Sementara itu, Ketua Bappilu DPP PDIP, Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul menegaskan bahwa cawe-cawe Jokowi akan dilakukan sesuai adab dan aturan yang berlaku.
“Cawe-cawe ini dalam bahasa kosa kata dan diksi Jawa Tengah artinya akan ikut campur atau ikut mewarnai. Tetapi cawe-cawe yang berlebihan akan kurang bersepakat. Maka nantinya cawe-cawe yang akan dilakukan sesuai dengan keadaban yang ada,” kata Pacul di Gedung DPR RI pada Selasa (30/5/2023).
Pacul menilai, Jokowi akan ikut campur soal pilpres lewat gerakan relawannya yang sebelumnya menggelar Musra. Ia mengatakan, Jokowi memang tidak bisa menentukan kandidat karena hal itu wewenang partai politik. Akan tetapi, Jokowi bisa menggerakkan relawan untuk pemilu.
“Kalau nanti ikut campurnya dalam penetapan capres-cawapres itu urusan partai. Tapi setelah itu, Pak Jokowi memiliki pasukan yang melakukan Musra. Dengan Msura nantinya mungkin akan diarahkan ke mana Musranya itu tergantung Pak Presiden," jelasnya.
Bambang Pacul yang juga Ketua DPD PDIP Jawa Tengah itu menilai, bahwa Jokowi tidak akan mengintervensi Pemilu 2024. Ia yakin pelaksanaan cawe-cawe Jokowi sesuai kepatutan dan keberadaban.
“Maka saya katakan bahwa cawe-cawe itu ada kepatutannya. Tidak boleh cawe-cawe yang mengintervensi. Itu nggak boleh," tegasnya.
Hal senada diungkapkan Sekretaris Kabinet, Pramono Anung. Ia memastikan aksi cawe-cawe Jokowi bukan mengarah pada pemberian dukungan terhadap pihak tertentu, melainkan menciptakan demokrasi lebih baik.
Pramono menegaskan, Jokowi tidak akan melanggar aturan pemilu terkait pernyataan dan sikapnya yang akan cawe-cawe di pilpres mendatang. Menurutnya di era digital, Jokowi akan bekerja secara transparan dan mudah terawasi oleh publik bila melanggar aturan. Ia pun menjamin Jokowi tidak akan endorse capres-cawapres tertentu.
Selain itu, Pramono mengungkap, Jokowi berharap dengan dirinya melakukan cawe-cawe selama Pemilu 2024, maka target dan legasi yang dibentuk bisa terlaksana. Seperti hilirasi tambang, pembangunan Ibu Kota Negara dan sejumlah proyek jangka panjang lainnya.
“IKN bisa dilanjutkan dengan baik, karena memang IKN ini mendapatkan antusias yang luar biasa dari investor luar negeri. Sewaktu di Hiroshima, Jepang secara khusus juga menyampaikan keinginannya untuk menanamkan investasinya di IKN," tutur politikus PDIP itu.
Tak Boleh Intervensi Proses Politiknya
Analis politik dari Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah menilai, Jokowi memang boleh intervensi pemilu selama dalam proses pelaksanaan. Namun, kata Dedi, Jokowi tidak boleh intervensi pada proses politiknya.
“Intervensi dalam hal pelaksanaan, sah saja karena memang tanggung jawab presiden, tetapi intervensi politis jelas tidak dibenarkan,” kata Dedi.
Dedi menilai, intervensi yang tidak boleh antara lain menentukan siapa bakal capres yang dia inginkan, kemudian berupaya memberikan fasilitas negara untuk pembahasan koalisi, dan mengucilkan partai lain yang berseberang.
Ia menilai tindakan tersebut tidak etis dan merusak wibawa kepala negara. “Apa yang ditunjukkan presiden juga yang ia sampaikan, jelas menempatkan Jokowi sebagai presiden partisan, secara umum bisa dianggap telah lakukan kolusi,” kata Dedi.
Dedi juga mengatakan, ada dampak buruk kepada Jokowi sendiri jika cawe-cawe demi kepentingan pribadi. Ia menilai, tata kelola pemerintah berpotensi rusak hingga memicu persepsi negara adalah milik pribadi.
“Cawe-cawe Jokowi tentu akan meningkatkan apatisme publik, pemerintah akan sulit percaya dan ini tidak saja pada Jokowi, tapi pada pemerintahan secara umum akan dianggap sebagai pihak yang hanya haus kekuasaan. Jokowi sudah waktunya mengakhiri intervensi politik praktis ini," kata Dedi.
Selain itu, Dedi menilai, cawe-cawe Jokowi bisa menandakan posisi Jokowi dan PDIP akan berbeda. Hal ini tidak lepas dari posisi Gibran Rakabuming Raka di masa lalu yang datang ke kegiatan Prabowo, yang notabene bakal capres di luar yang diusung PDIP.
“Sangat mungkin untuk urusan pilpres, dan itu sudah terlihat semisal bagaimana ia merestui Gibran membentuk poros relawan Prabowo, situasi ini menandai Jokowi ingin atur semuanya, termasuk Ganjar bisa saja tidak jadi diusung PDIP jika keinginan Jokowi tidak terpenuhi,” kata Dedi.
Dedi mengatakan, cawe-cawe untuk kepentingan bangsa dan baik, antara lain adalah mengintervensi MK agar membuat keputusan tidak melanggar konstitusi, mengintervensi KPK agar tidak jadi alat kekuasaan, atau meminta KPU dan Kemenkeu memastikan tahapan pemilu berjalan dengan baik. Di luar itu, kata Dedi, adalah ambisi politik pribadi.
Namun, Dedi berharap agar Jokowi tidak cawe-cawe supaya dianggap sebagai tokoh bangsa seperti presiden sebelumnya. “Itu jauh lebih baik, ia akan duduk sebagai tokoh bangsa yang dihormati, sebagaimana SBY, Habibie, Gusdur, Megawati," kata Dedi.
Sementara itu, analis komunikasi politik dari Universitas Multimedia Nusantara, Silvanus Alvin menilai, cawe-cawe yang dimaksud Jokowi adalah persamaan persepsi dalam membangun negeri atau sustainability political developments. Hal ini perlu dilakukan sehingga presiden baru tidak perlu membuat program jangka panjang yang berbeda jauh dan mengubur warisan kepemimpinan lama seperti IKN.
Di sisi lain, situasi netral saat ini tidak akan berjalan baik. Ia beralasan masyarakat semakin peka pada kondisi yang tidak abnormal, apalagi situasi saat ini memasuki era digital.
“Di era digital saat ini mengambil posisi tidak netral sepertinya sulit. Karena apa pun bisa terdeteksi, media dan netizen semakin peka terhadap kondisi-kondisi tertentu yang abnormal,” kata Alvin.
Alvin yakin, Jokowi akan tetap netral di Pemilu 2024. Ia melihat, Jokowi hanya ingin pandangannya didengar seperti warga biasa yang menumpahkan ekspresi di medsos atau ngobrol warung kopi. Akan tetapi, ia menilai ada efek-efek dari pernyataan Jokowi secara komunikasi politik.
“Memang tidak bisa dipungkiri, sikap terbuka presiden akan memiliki efek persuasif yang tinggi. Hal ini sudah diuji valid dan dipublikasi di jurnal presidential studies quarterly. Kalau sejauh ini bisa kita lihat Jokowi telah memberi contoh penggunaan fasilitas negara, mana yang tugas negara dan pribadi ia pisahkan, kecuali Paspamres yang melekat untuk menjaga keselamatannya,” kata Alvin.
Alvin juga mengatakan, pernyataan cawe-cawe memang menimbulkan pesan negatif. Namun ia menilai, hal tersebut masih bisa dimaklumi selama sesuai koridor yang ada.
Ia mengatakan, publik juga harus perlu memantau gerak-gerik Jokowi apakah aksinya sesuai kebaikan bangsa atau tidak. “Jika tidak demi bangsa, maka sanksinya akan jauh lebih besar daripada sanksi sosial,” kata Alvin.
Selain itu, kata Alvin, sikap cawe-cawe Jokowi bisa saja bukan berarti melawan PDIP sebagai salah satu peserta pemilu. Ia malah menilai pernyataan Jokowi bisa sejalan dengan PDIP.
“Bisa saja apa yang disampaikan Jokowi sejalan dengan PDIP. Kuncinya adalah ada atau tidak sanggahan atau kritik dari PDIP. Selama tidak ada, artinya masih dalam koridor perjuangan partai banteng," kata Alvin.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz