tirto.id - Polemik terkait dukungan relawan jelang Pemilu 2024 kembali mengemuka. Hal ini tidak terlepas dari manuver relawan yang mengatasanamakan Relawan Jokowi-Gibran. Mereka bertemu Prabowo Subianto serta memberikan dukungan sebagai bakal capres 2024. Prabowo dalam pertemuan tersebut ditemani Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka.
Akibat pertemuan tersebut, Gibran lantas dipanggil DPP PDIP. Putra sulung Presiden Jokowi tersebut menghadap Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto dan Ketua Dewan Kehormatan PDIP, Komarudin Watubun di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Senin (22/5/2023). Dalam kasus ini, PDIP tidak memberikan sanksi bagi Gibran, tapi hanya memberikan nasihat.
“Kami pahami bahwa memang posisi beliau [Gibran] sebagai kader partai juga sebagai wali kota. Jadi, Pak Sekjen menyampaikan pesan-pesan ibu dan saya mendengar penjelasannya secara seksama dijelaskan secara baik dan saya memahami itu,” kata Komarudin usai bertemu Gibran.
Sementara itu, kata Hasto, PDIP tidak menyoalkan langkah relawan Jokowi yang memilih ke Prabowo daripada ke Ganjar Pranowo pada pemilu mendatang. Ia mengklaim, PDIP bergerak berdasarkan keyakinan mereka sebagai partai politik.
“Jadi, teman-teman semuanya, berpolitik itu dengan keyakinan. Kalau berpolitik dengan kekhawatiran, nanti hasilnya berbeda,” kata Hasto.
Hasto mengatakan, politik dengan keyakinan akan menghitung segala aspek dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat. “Karena berbagai manuver jangan sampai meninggalkan kepentingan rakyat ini,” tutur Hasto.
Manuver relawan Jokowi memang sudah berlangsung sejak sebelum PDIP mendeklarasikan Ganjar sebagai bakal capres. Salah satunya adalah relawan Jokowi Mania atau Joman. Mereka menyatakan dukungan kepada Prabowo sebagai bakal capres yang mereka dukung di Pemilu 2024.
Pemimpin Joman, Immanuel Ebenezer mendeklarasikan dukungannya kepada Prabowo dengan membentuk kelompok Prabowo Mania 08. Ia membawa kelompok Jokowi Mania ke Prabowo setelah menyatakan membubarkan GP Mania, singkatan dari Ganjar Pranowo Mania.
“Kemarin, kan, GP Mania, sekarang Prabowo Mania. Tetap, Jokowi Mania tetap ada. Karena, kan, secara etik, Jokowi masih memimpin lah, kami harus hormati beliau,” kata pria yang akrab disapa Noel di kantor DPP Joman, Jakarta.
Selain itu, sejumlah relawan Jokowi lainnya juga menggelar musyawarah rakyat (Musra). Mereka menjaring nama-nama yang akan diusulkan sebagai bakal kandidat pada Pilpres 2024. Berdasarkan hasil Musra ini, setidaknya ada tiga nama bakal capres yang muncul, yakni: Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Airlangga Hartarto. Sementara itu, ada 4 nama bakal cawapres, yakni Mahfud MD, Arsyad Rasyid, Moeldoko, dan Sandiaga Uno.
“Semua ini adalah putra terbaik bangsa bapak [Jokowi]. Kami relawan Jokowi akan setia sampai akhir menjaga bapak, kami menunggu arahan bapak, kapal besar relawan akan dilabuhkan ke mana dukungannya,” kata Andi Gani selaku Dewan Pengarah Musra.
Dalam pemberitaan pada Senin, 8 Mei 2023, atau beberapa hari sebelum acara puncak Musra digelar, Andi mengakui bahwa hasil Musra lebih mengarahkan kepada Ganjar Pranowo daripada nama lain.
“Sebagian besar relawan Jokowi sudah memutuskan mendukung Pak Ganjar, meski ada juga yang mendukung Prabowo dan lain-lain,” kata Andi kala itu.
Meskipun sudah ada sinyal nama, Jokowi sebagai pihak yang disebut pemegang kendali belum menentukan sikap. Meski sudah memegang hasil Musra, Jokowi meminta para relawan untuk tidak terburu-buru dalam bersikap karena partai koalisi belum menentukan sikap.
“Jangan tergesa-gesa, jangan grusa-grusu, jangan pengen cepet-cepetan karena Belanda masih jauh. Ini sekali lagi saya sangat menghargai apa yang sudah dilakukan oleh Musra dalam menjaring nama-nama yang diinginkan oleh rakyat kita,” kata Jokowi saat pidato Musra, Minggu (14/5/2023).
Posisi Relawan Masih Berpengaruh?
Analis politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Silvanus Alvin menilai, keberadaan relawan mulai menjadi elemen penting dalam pemilu. Hal ini tidak lepas dari posisi relawan yang seperti pengguna aplikasi e-commerce. Loyalitas kelompok relawan ini bukan pada tokoh, melainkan pada gagasan dan layanan yang diberikan kepada mereka.
“Bila saat ini ada yang dukung Ganjar, tapi ada yang dukung Prabowo, ya itu bagian dinamika politik. Ada yang melihat Ganjar lebih mirip Jokowi dan ada yang memandang Prabowo menyerupai Jokowi," kata Alvin, Selasa (23/5/2023).
Alvin menuturkan, relawan bisa mempengaruhi konstelasi politik nasional. Akan tetapi, ia mengingatkan bahwa relawan bukan partai politik atau gabungan parpol yang secara konstitusi memiliki hak untuk mengusung calon.
Di sisi lain, kata dia, relawan seharusnya bukan bergerak pada tokoh, melainkan untuk kepentingan bangsa. Relawan seharusnya bergerak berdasarkan ideologi yang diperjuangkan seperti relawan literasi digital yang melawan hoaks.
Alvin juga mengingatkan relawan saat ini berbeda dengan masa lalu. Gerakan relawan ini muncul saat jelang Pemilu 2014. “Misalnya dulu ada fenomena gerakan ‘I stand on the right side’ kemudian menempel muka Jokowi. Jadi disparitas yang dulu terjadi, betul-betul mendorong relawan bergerak. Kalau saat ini, keberadaan relawan patut dikritisi apakah terbentuk alamiah atau by design dengan memperlihatkan wajah relawan,” kata Alvin.
Alvin mengatakan, relawan Jokowi saat ini tidak bisa dikatakan pecah, melainkan mereka telah mencapai tujuan politik. Sehingga mereka harus berubah atau mencari identitas baru di pemilu mendatang.
Ia juga mengingatkan bahwa relawan terbentuk dan berakhir atau menjadi entitas baru jika tujuan sudah terpenuhi. Ia menilai, relawan Jokowi masih bisa bergerak selama mantan Wali Kota Solo itu memberikan arahan jelas di Pemilu 2024.
“Didengar tapi harus tegas dan menyebut nama. Bila hanya kriteria, maka penafsiran bisa ke calon manapun," kata Alvin.
Sementara itu, analis politik dari Universitas Padjajaran Bandung, Kunto Adi Wibowo menilai, kekuatan relawan memang bisa membawa pengaruh besar. Ia beralasan, relawan lah yang berupaya memobilisasi pemilih untuk datang ke TPS dan memilih kandidat.
Namun, kata Kunto, kondisi saat ini berbeda dengan kekuatan relawan Jokowi di awal kemunculan. Di masa lalu, terutama jelang Pemilu 2014, relawan mampu mempengaruhi keputusan PDIP untuk mendukung Jokowi maju di Pilpres 2014. Hal ini berbeda dengan Ganjar dan situasi politik saat ini, sehingga nilai relawan di Pemilu 2024 lebih rendah.
“Pak Ganjar sudah jauh-jauh hari dapat tiket dari Bu Mega dan bukan karena relawan, kan. Pak Prabowo juga sudah punya tiket, bukan karena relawan gitu. Jadi andilnya [relawan] sangat bias kalau relawan mengklaim bahwa mereka juga mendatangkan suara buat Pak Ganjar atau buat Pak Prabowo hari ini, kan partai juga mendatangkan suara dan hitung-hitungan klaim mana yang lebih banyak jadi repot," kata Kunto.
Keberadaan relawan di era Jokowi menjadi dipelihara karena eks Wali Kota Solo itu dinilai 'berutang budi' atas sokongan relawan di Pemilu 2014. Dalam kacamata Kunto, Jokowi masih menggunakan relawan untuk melakukan 'bargaining politik' dengan menempatkan dukungan kepada paslon A maupun B.
Kunto melihat, Jokowi tengah menaikkan nilai relawan agar dinilai mampu membawa suara besar bagi paslon, apalagi relawan terbukti membawa Jokowi dua periode.
Akan tetapi, Kunto mengaku heran lantaran relawan masih dirawat. Sebab, relawan tidak mempunyai daya tawar kuat secara institusi. Ia juga menyoalkan konsistensi dan kekuatan Jokowi dalam memastikan relawan satu barisan.
“Hari ini belum tentu semua relawannya patuh pada satu komando Pak Jokowi apalagi power Pak Jokowi sudah meredup di 2024 nanti," kata Kunto.
Kunto menilai, aksi relawan yang berpotensi pecah atau tidak bisa dilihat dari beberapa faktor. Pertama, para relawan mungkin satu komando dengan Jokowi karena faktor hutang budi atau figur tokoh, tetapi mungkin juga berpaling ke tokoh baru.
Ia mengingatkan, politik pragmatis di mana tidak ada kawan atau lawan abadi. Hal ini membuka peluang relawan bergerak sesuai kehendak masing-masing.
“Sehingga sangat mungkin ada muncul faksi-faksi di dalam relawan Jokowi dan hari ini kita sudah lihat bagaimana Noel ke Prabowo, sementara Projo masih belum mengeluarkan nama karena nunggu Pak Jokowi, sementara relawan lain sudah ke Pak Ganjar sehingga menurut saya pada akhirnya hitung-hitungan relawan akan sangat pragmatis siapa yang ambil posisi, mereka pasti akan mendapatkan bargaining position yang lebih bagus dengan calon baru ini," kata Kunto.
Hingga naskah ini dirilis, Tirto berupaya menghubungi kelompok relawan seperti Projo lewat Budi Arie dan Handoko maupun Seknas Jokowi melalui Ismarilda. Namun, mereka belum menanggapi tentang potensi relawan Jokowi pecah dan upaya mereka menjaga agar tetap satu barisan.
Namun sebelumnya, salah satu kelompok relawan Jokowi yakni Relawan Tim 7 Jokowi menyatakan, bahwa mereka akan menunggu keputusan Jokowi dalam menghadapi Pemilu 2024 usai menghadiri acara Musra.
Sebagai relawan, mereka sempat menyampaikan aspirasi soal capres-cawapres. Namun, dalam menghadapi Pemilu 2024, mereka mengaku akan ikut satu komando dengan eks Gubernur DKI Jakarta itu.
“Sebelum ada arahan presiden, kami masih tetap netral. Setelah Bapak Presiden [Jokowi] mengarahkan, baru kita akan bergerak,” kata Sudiro, perwakilan relawan Tim 7 Jokowi yang hadir di lokasi Musra.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz