tirto.id - Cuaca ekstrem atau yang disebut dengan El Nino kembali menghantui Indonesia. El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. Singkatnya, El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.
Ketika kekeringan panjang terjadi, maka bisa mempengaruhi kondisi pasokan pangan dalam negeri. Pada akhirnya membuat harga-harga pangan di pasar-pasar tradisional menjadi meningkat.
“El Nino ini sangat berpengaruh pada produksi pangan. Karena, ada beberapa komoditi yang sudah naik harganya," ucap Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan atau Zulhas usai membuka acara Okabe Gallery, Tangerang, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) per Senin, 22 Mei 2023, beberapa komoditas pangan masih terpantau tinggi. Salah satunya telur yang masih bertahan di Rp31.000 per kilogram (kg).
Kenaikan harga telur ayam terjadi di seluruh daerah di tanah air. Harga telur ayam termahal dibanderol Rp44.000 per kg di Kota Tual. Sedangkan, untuk yang termurah dipatok Rp26.500 per kg di Kota Bone.
Tidak hanya telur, harga beras juga kompak naik. Seperti beras jenis kualitas bawah I saat ini mengalami peningkatan tipis. Rerata harganya mencapai Rp12.350 per kg. Padahal, sebelumnya harga beras tersebut menyentuh Rp12.300 per kg.
Adapun harga beras paling mahal dibanderol Rp17.550 per kg di Kabupaten Kotabaru. Sedangkan, untuk yang paling murah dipatok Rp9.500 per kg di Kota Blitar.
"Mungkin harga akan meningkat, jadi masyarakat jangan kaget," kata Zulhas.
Pemerintah sebetulnya sudah mewanti-wanti dampak buruk yang terjadi dari cuaca ekstrem tersebut. Belajar dari pengalaman 2015 yang terjadi di Indonesia, El Nino berpotensi menyebabkan dampak kekeringan yang luas dan juga kebakaran hutan dan lahan di beberapa daerah.
Hal di atas tentunya berkorelasi terhadap turunnya produksi pertanian dan pertambangan berdasarkan data IMF. Belum lagi dampak luas terhadap inflasi Indonesia dikarenakan besarnya kontribusi inflasi pangan terhadap inflasi keseluruhan. Ini terjadi karena diperkirakan 41 persen lahan padi mengalami kekeringan ekstrem.
Data World Food Programme bahkan menyebut bahwa tiga dari lima rumah tangga kehilangan pendapatan akibat kekeringan, dan satu dari lima rumah tangga harus mengurangi pengeluaran untuk makanan akibat kekeringan.
"Untuk itu, kami akan bersiap dalam kondisi yang paling ekstrem sekalipun," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dikutip dari laman facebooknya.
Kesiapan Pangan Indonesia
Dari sisi kesiapan, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menjamin secara umum cadangan pangan aman hingga akhir tahun. Kepala Bapanas, Arief Prasetyo mengatakan, berdasarkan prognosa neraca pangan nasional sampai akhir 2023, stok beras berada di 5,44 juta ton. Jumlah ini setara dengan 65 hari ketahanan stok.
Prognosa beras dihitung berdasarkan stok awal 2023 yang sudah mencapai 4,06 juta ton. Sementara perkiraan produksi dalam negeri hingga akhir tahun berada di 31,91 juta ton. Dengan demikian, maka total ketersediaan beras mencapai 35,98 juta ton.
Total ketersediaan tersebut kemudian dibagi dengan kebutuhan tahunan beras yang sebesar 30,97 juta ton dan kebutuhan bulanan sebesar 2,58 juta ton. Maka total neraca pangan beras sampai akhir tahun sebesar 5,01 juta ton ditambah rencana impor 433.317 ribu ton, maka hasilnya 5,44 juta ton.
Selain beras, Arief mengklaim, jagung dan kedelai juga memiliki prognosa neraca pangan yang aman hingga akhir tahun. Untuk jagung stok sampai akhir 2023 diperkirakan mencapai 3,69 juta ton atau setara dengan 84 hari. Kemudian untuk kedelai berada di 307.814 ribu ton atau setara 41 hari.
Selanjutnya untuk bawang merah berada di 118.619 ton (36 hari), bawang putih 99.056 ton (57 hari), cabai besar 19.363 ton (8 hari), dan cabai rawit 26.966 ton (9 hari).
Lalu untuk daging lembu berada di 63.980 ton (29 hari), daging ayam ras 689.488 ton (73 hari), telur ayam ras 241.986 ton (15 hari), gula konsumsi 1,29 juta ton (142 hari), minyak goreng 896.153 ton (68 hari), dan ikan 232.310 ton (lima hari).
"Namun perlu political will dan langkah aksi bersama untuk meningkatkan produksi beras, kedelai, daging lembu, dan gula konsumsi agar dapat memenuhi kebutuhan nasional," ujar Arief kepada Tirto, Senin (22/5/2023).
Arief sendiri tidak menampik cuaca yang terik terus menerus dapat memberi efek negatif pada pangan, terutama padi. Namun, ada beberapa jenis yang justru diuntungkan dengan El Nino di antaranya untuk produksi gula dan garam.
“Karena produksinya (gula dan garam) akan kurang jika terjadi hujan," ujarnya.
Selain memiliki dampak positif kepada gula dan garam, Arief menilai, El Nino lebih baik daripada cuaca hujan dan badai, lantaran hal tersebut berpotensi mengganggu rantai pasokan. Di antaranya jalan menjadi licin dan berbahaya untuk dilewati.
“Untuk pengiriman atau logistik antar pulau baiknya tidak ada hujan atau ombak besar,” kata dia.
Antisipasi Perlu Dilakukan Pemerintah
Terlepas dari kondisi neraca pangan Indonesia yang aman, Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori meminta, kepada pemerintah tetap mewaspadai dampak dari masuknya El Nino. Di level usaha tani misalnya, Kementerian Pertanian harus mempercepat tanam sebagai antisipasi jauh-jauh hari dengan menyiapkan benih berumur genjah dan tahan kering, pompanisasi dan lain-lain.
“Harapannya saat El Nino benar-benar mencapai puncak, petani sudah panen dan tak gagal panen," kata dia kepada reporter Tirto.
Pada saat yang sama, lanjut dia, harus disiapkan sarana produksi yang cukup, seperti pupuk, benih dan lain-lain. Di bawah koordinasi Badan Pangan Nasional, pemerintah juga harus memastikan stok setidaknya 11 komoditas pangan cukup.
"Untuk komoditas yang masih impor harus dipastikan izin impor lancar, demikian pula pelaksanaan impornya," katanya.
Dengan cara itu, dirinya meyakini pasokan tetap bisa dijaga dan harga juga bisa dipastikan tidak naik. Apalagi Bapanas sendiri juga sudah menugaskan pada Bulog dan ID Food untuk mengelola cadangan pangan berbagai komoditas.
"Kalau harga naik, cadangan itu bisa digerakkan untuk menstabilkan harga,” kata Khudori.
Sementara itu, Guru Besar Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad), Tualar Simarmata menyarankan, pemerintah pusat dan daerah segera melakukan pemetaan potensi masalah. Dengan demikian, pemerintah bisa segera mencari solusi bersama.
“Yang pasti petani itu berkaitan dengan air, bagaimana caranya supaya tanaman tidak kekeringan, itu mungkin yang bisa diantisipasi. Jadi sekarang dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah harus membuat pemetaan, di mana saja lokasi yang akan terdampak," katanya.
Setelah adanya pemetaan tersebut, kata dia, pemerintah bisa segera mencari solusi terbaik. Termasuk dengan menggunakan teknologi yang tepat guna, misalnya dengan pompa air atau teknik irigasi tertentu.
“Kemudian diidentifikasi juga kalau tidak ada hujan, ada nggak sumber air yang bisa digunakan. Kalau ada sumber airnya, teknologi apa yang bisa digunakan agar air itu bisa sampai ke lahan, apakah dengan bantuan pompa, kemudian berikutnya langsung pelaksanaan," ujarnya.
Guru besar pertanian itu mengingatkan pemerintah agar tidak bekerja seperti pemadam kebakaran. Antisipasi harus dibuat sekarang supaya dukungan terhadap petani bisa maksimal.
"Saya kira mesti dilakukan sekarang, kalau terlalu dadakan seperti pemadam kebakaran. Kaitannya juga dengan masalah anggaran kan. Kalau begitu, mestinya segera dirapatkan dengan anggota dewan," kata Simarmata.
Bentuk Gugus Tugas
Kementerian Pertanian berencana akan membentuk gugus tugas dalam menghadapi cuaca ekstrem El Nino. Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), El Nino kemungkinan akan mulai terjadi sekitar Juni dan semakin intens pada Agustus nanti.
“Kita semua harus duduk bersama untuk merumuskan semuanya, dimulai dari pemetaan wilayah, konsep kelembagaan, hingga rencana aksinya,” ungkap Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo saat melakukan rapat koordinasi bersama pejabat Kementerian Pertanian dan aparatur pemerintah daerah melalui teleconference pada Senin, 22 Mei 2023.
Menurut Syahrul, gugus tugas berbasis wilayah penting untuk segera dibentuk. Setiap wilayah membutuhkan penanganan yang berbeda.
“Ada wilayah kategori hijau yang tidak terdampak sehingga produksinya tidak terganggu. Tapi ada juga wilayah kategori kuning dan merah yang membutuhkan penanganan lebih lanjut. Setiap pemerintah daerah harus jeli membaca kebutuhan wilayahnya,” jelasnya.
Manajemen air untuk kebutuhan pertanian menjadi titik krusial dalam menghadapi El Nino. Setiap daerah diminta untuk menampung air sehingga pada saat El Nino terjadi, ketersediaan untuk menanam bisa tercukupi.
Selain manajemen air, Syahrul meminta daerah untuk juga memperhatikan varietas yang digunakan. Untuk menghadapi El Nino, varietas yang disarankan adalah varietas yang tahan kekeringan.
Sementara untuk pemupukan, daerah diharapkan dapat menerapkan metode pemupukan berimbang.
“Pengembangan pupuk organik harus dilakukan secara masif dengan tetap seimbang menggunakan pupuk kimia tidak lebih dari 50 persen,” tutur Syahrul.
Dalam menghadapi El Nino, dirinya meminta semua jajaran Kementan dan pemerintah daerah bersiap untuk hal yang terburuk seraya tetap menjaga optimisme.
“Kita bersiap dengan mengambil prediksi terjelek tapi jangan sampai melemahkan kita,” tegas Syahrul.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz