tirto.id - Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan atau Zulhas mengklaim harga pangan kian stabil usai lebaran. Hal ini ia ungkapkan saat dirinya berkunjung ke sejumlah pasar tradisional di daerah Jayapura dan Makassar pada awal Mei 2023.
Sayangnya, pernyataan Zulhas soal harga pangan yang stabil justru bertolak belakang dengan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS). Data PIHPS justru menggambarkan kenaikan serta mahalnya harga pangan yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.
Data PIHPS per 11 Mei 2023 misal menunjukkan, harga komoditas pangan seperti beras, telur, daging ayam, daging sapi, cabai, bawang putih, bawang merah, minyak goreng curah, hingga gula mengalami kenaikan.
Harga beras medium I saat ini naik tipis. Rerata harganya mencapai Rp13.500 per kg. Padahal, sebelumnya harga beras tersebut masih di angka Rp13.450 per kg.
Kenaikan harga beras telah merata di semua daerah. Harga beras paling mahal dibanderol Rp22.550 per kg di Kota Banjarmasin. Sedangkan untuk daerah yang paling murah dipatok Rp9.750 per kg di Kota Mataram, NTB.
Beras jenis kualitas bawah I juga kompak mengalami peningkatan harga, meski naik tipis. Rerata harganya mencapai Rp12.250 per kg. Padahal, sebelumnya harga beras kategori ini menyentuh Rp12.200 per kg.
Hal yang sama juga terjadi pada telur ayam. Saat ini, rerata harganya mencapai Rp30.450 per kg. Naik dibandingkan saat lebaran yang tercatat sekitar Rp30-an ribu per kg. Padahal sebelumnya, harga telur hanya berkisar Rp25 ribu hingga Rp27 ribu per kg.
Naiknya harga telur ayam terjadi di beberapa daerah. Harga telur ayam termahal dibanderol Rp44.000 per kg di Kota Tual. Sedangkan, untuk telur ayam yang termurah dipatok Rp24.150 per kg di Kota Bone.
Daging ayam berdasarkan data PIHPS juga mengalami kenaikan. Rerata harganya mencapai Rp36.650 per kg. Sebelumnya harga daging ayam menyentuh Rp36.500 per kg.
Kenaikan harga daging ayam telah merambah ke beberapa daerah. Harga daging ayam paling mahal dibanderol Rp50.000 per kg di Kabupaten Sumba Timur. Sedangkan, untuk yang paling murah dipatok Rp28.000 per kg di Kota Dumai.
Daging sapi saat ini juga konsisten mengalami peningkatan harga. Rerata harganya mencapai Rp138.950 per kg. Harga daging sapi paling mahal dibanderol Rp180.000 per kg di Kabupaten Kota Baru. Sementara yang paling murah dipatok Rp92.750 per kg di Kota Batam.
Beralih ke komoditas sayuran seperti, cabai rawit merah saat ini juga masih mahal. Rerata harganya mencapai Rp44.700 per kg. Sebelumnya harga cabai rawit merah menyentuh Rp44.350 per kg.
Kenaikan harga cabai rawit merah terjadi di sejumlah daerah. Harga termahal dibanderol Rp165.000 per kg di Kabupaten Merauke. Sementara yang paling murah dipatok Rp15.150 per kg di Kota Medan.
Harga cabai merah besar juga ikut mengalami peningkatan. Rerata harganya mencapai Rp42.000 per kg dari sebelumnya Rp41.900 per kg. Harga cabai merah besar termahal dibanderol Rp91.250 per kg di Kota Jayapura. Sementara yang termurah di harga Rp14.750 per kg.
Harga bawang putih juga konsisten mengalami kenaikan. Rerata harganya mencapai Rp37.600 per kg dari sebelumnya Rp37.450 per kg. Harga bawang putih paling mahal dibanderol Rp50.000 per kg di Kota Ternate. Sementara harga yang termurah dipatok Rp29.850 per kg di Kota Batam.
Bawang merah juga ikut konsisten mengalami peningkatan harga. Rerata harganya mencapai Rp42.650 per kg.
Naiknya harga bawang merah telah melanda semua daerah. Harga bawang merah termahal dibanderol Rp80.000 per kg di Kabupaten Merauke. Sementara harga yang paling murah dibanderol Rp25.500 per kg di Kota Singaraja.
Harga minyak goreng curah saat ini juga naik tipis. Rerata harganya mencapai Rp15.750 per kg. Harga minyak goreng curah termahal dibanderol Rp20.350 per kg di Kota Gorontalo. Sementara yang paling murah dipatok Rp12.000 per kg di Kabupaten Lombok Timur.
Begitu juga dengan gula pasir jenis lokal yang mulai mengalami kenaikan harga. Rerata harganya mencapai Rp14.600 per kg. Padahal, sebelumnya harga gula tersebut menyentuh Rp14.550 per kg.
Mengapa Pemerintah Sebut Harga Pangan Stabil?
Meski demikian, pemerintah mengklaim harga pangan usai lebaran masih stabil. Hal ini berdasarkan pantauan di sejumlah pasar tradisional yang yang dilakukan Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan.
Pada 2 Mei 2023 misal, Mendag Zulhas meninjau Pasar Sentral Hamadi, Jayapura, Papua. Usai kunjungan tersebut, Zulhas mengklaim harga kebutuhan pokok terpantau stabil, meski lebih mahal dibandingkan dengan di Pulau Jawa.
“Memang sebagian barang kebutuhan pokok, seperti bawang lebih mahal karena didatangkan dari Jawa,” kata Zulhas kala itu.
Zulhas merinci harga beras medium tercatat Rp12.000/kg, beras medium Bulog Rp10.250/kg, beras premium Rp15.000/kg, gula pasir Rp15.000/kg, minyak goreng Minyakita Rp14.000/liter, minyak goreng kemasan premium Rp24.000/liter.
Kemudian, daging sapi Rp140.000/kg, daging ayam ras Rp32.000/kg, telur ayam ras Rp34.000/kg, bawang merah Rp50.000/kg, tepung terigu Rp15.000/kg, cabai merah keriting Rp75.000/kg, cabai rawit Rp75.000/kg, dan bawang putih Rp45.000/kg.
Zulhas mengatakan, pemerintah akan terus melakukan berbagai upaya dalam menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan pokok. Salah satunya melakukan peninjauan langsung ke beberapa pasar rakyat.
Selain itu, kata dia, selama periode Lebaran 2023, Kemendag bersama pemerintah daerah menggelar 205 pasar murah.
Zulhas juga bercerita saat peninjauan harga pangan di pasar daerah Makassar. Ia mengklaim, harga telur di Makassar dibanderol Rp26.000 per kilogram. Zulhas berharap, harga telur di pasaran justru dinaikkan dan tidak merosot.
“Telur kemarin saya di Makassar Rp26.000 per 1 kilogram, itu rugi. Kalau bisa telur di Makassar itu Rp29.000 kalau Rp29.000 petelur itu pasti untung, kalau Rp26.000 dia belinya Rp24.000 rugi itu petelur,” kata Zulhas di Kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2023).
Tidak hanya telur, Zulhas juga berharap harga cabai bisa kembali naik. Pasalnya, saat ini hanya dipatok Rp20.000 - Rp30.000.
“Cabai Rp25.000-Rp30.000, di Papua saja Rp20.000, di Makassar Rp25.000. Kalau bisa cabai itu Rp40.000,” kata Zulhas.
Di Balik Berbedaan Data Pemerintah dan PIHPS
Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas menuturkan, kontrasnya data yang diklaim pemerintah tentang stabilnya harga pangan dengan PIHPS yang lebih menunjukkan kenaikan harga, sebagai sesuatu yang wajar.
Sebab, kata dia, saat pemerintah meninjau pasar tradisional di sejumlah daerah, mereka hanya mengunjungi satu atau dua pasar saja. Hal ini yang membuat Zulhas mengklaim bahwa harga pangan di pasaran terpantau stabil.
“Dan barangkali pas pemerintah datang saat meninjau pasar, kebetulan harga pangannya relatif lebih murah,” ucap Dwi saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (11/5/2023).
Sedangkan menurut Dwi, data harga yang tertera di PIHPS itu meliputi banyak pasar yang tersebar di seluruh kota di Indonesia. Ia menyebut, PIHPS juga merangkap harganya di setiap kota atau pun provinsi, makanya harga PIHPS sangat jauh berbeda dibandingkan klaim pemerintah yang lebih stabil.
“PIHPS itu, kan, banyak pasar dan juga banyak harga. PIHPS itu, kan, datanya untuk di setiap kota ada, di setiap provinsi ada,” ucapnya.
Ketika ditanya mengenai pernyataan Zulhas soal menaikkan harga pangan akan menguntungkan petani, ia tidak sepenuhnya sepakat. Sebab, kata Dwi, ketika harga pangan naik, Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP) itu turun. Seringkali orang awam itu menganggap ketika harga pangan tinggi, mereka menilai petani juga ikut mengambil untung besar.
“Orang awam itu banyak yang bilang kalau harga pangan jadi naik dan mahal, itu akan membuat petani meraup untung besar. Pada nyatanya tidak,” imbuhnya.
Dwi mengatakan, itu adalah kebalikannya yang terjadi. Karena biasanya, menurut Dwi, trennya ketika harga produksi di tingkat konsumen tinggi, maka otomatis MPP-nya akan mengalami penurunan.
Sebaliknya, ketika harga pangan sedang mengalami penurunan, maka MPP tersebut justru malah akan naik. Menurut Dwi, pola-pola seperti itu pastinya akan terus terjadi setiap waktunya.
“Itulah pola-polanya akan seperti itu terkait dengan MPP. Jadi tidak betul kalau harga di konsumen sangat tinggi, lalu kemudian disimpulkan bahwa pedagang mengambil keuntungan sangat besar,” ujarnya.
Menurut Dwi, hal ini berdasarkan pengamatannya terhadap pangan beras yang ia pelajari kenaikan harganya mulai dari Juli 2022 hingga Februari 2023. Ia menuturkan, lonjakan harga beras mulai dari periode tersebut mengalami kenaikan sebesar 11%.
“Tetapi, berapa harga di tingkat petani? Saya kalau petani pasti sangat berkepentingan dengan harga Gabah Kering Panen (GKP). Dan harga GKP saat itu melonjak sebesar 30%, harga tersebut juga untuk periode Juli 2022 sampai Februari 2023,” jelasnya.
“Berarti kenaikan harga di tingkat konsumen itu ditransmisi dengan sangat baik ke tingkat produsen. Jadi kalau harga di konsumen tinggi itu akan menguntungkan petani,” kata dia.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Abdul Aziz