Menuju konten utama

Menyelami Makna Usia 5 dan 7 Tahun Pernikahan

Usia pernikahan kelima dan ketujuh sering disebut masa rawan. Di fase ini, cinta bukan hanya rasa, melainkan juga pilihan yang senantiasa diperbarui.

Menyelami Makna Usia 5 dan 7 Tahun Pernikahan
Header Diajeng Ujian Pernikahan. tirto.id/Quita

tirto.id - Dalam setiap perjalanan cinta, tak ada dua pernikahan yang benar-benar sama.

Alasannya jelas, setiap pasangan memiliki ritme dan keunikan sendiri dalam menjalani rumah tangga.

Usia pernikahan pada tahun ke-5 dan ke-7 sering disebut-sebut sebagai masa rawan, ketika romansa awal mulai bertransformasi menjadi realitas.

Kala itu, cinta diuji bukan sekadar oleh besarnya konflik, melainkan lebih pada kesunyian, kebiasaan, dan tuntutan hidup yang semakin kompleks.

Tahun-tahun tersebut tak selalu indah, bahkan beberapa pasangan mungkin memutuskan untuk menempuh jalan masing-masing atau berpisah.

Di balik segala cerita tentang “ujian lima tahun” atau "seven yearsitch", ada makna yang lebih dalam: pernikahan bukan sekadar tentang bertahan, melainkan bagaimana bertumbuh bersama.

Pasangan akan belajar membedakan antara rasa nyaman dan rasa puas, antara cinta yang sekadar hadir dan cinta yang masih pantas untuk diperjuangkan.

Pelajaran dalam 5 Tahun Usia Pernikahan

Ada beberapa makna dan pelajaran yang bisa dipetik ketika pernikahan memasuki usia 5 tahun, seperti dilansir Behold Vancouverberikut ini:

1. Kamu Tidak Bisa Mengubah Pasangan

Jika tujuan menikah adalah ingin mengubah pasangan menjadi pribadi yang lebih baik, ini adalah pemikiran yang kurang tepat, karena perubahan hanya bisa datang dari diri pasanganmu sendiri.

Alih-alih memaksa perubahan pasangan jadi lebih baik versi kamu, coba lakukan komunikasi secara terbuka, tetapkan batasan yang sehat, dan berkompromi dengan kekurangan pasangan.

Fokus pada bagaimana kamu sendiri bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Apabila kamu siap untuk lebih menerima, maka hubungan pun berpotensi ikut membaik.

2. Pasangan Bukanlah “Penyelamat”

Memasuk lima tahun pertama, kita sering menyadari bahwa pasangan tidak bisa secara otomatis memperbaiki semua luka atau kebiasaan kita.

Kita membawa versi diri kita sendiri ke pernikahan, lengkap dengan cerita, trauma, dan kebiasaan lama.

Pernikahan menjadi ajang tumbuh dan menyadari bahwa perubahan sejati datang dari kita sendiri.

Lima tahun adalah waktu yang cukup untuk masuk ke fase nyata dari hidup bersama.

3. Mau Saling Melayani Satu Sama Lain

Pernikahan bukan hanya soal perasaan, melainkan juga tindakan.

Dengan menikah, kita memilih untuk hadir, melayani, dan mendukung satu sama lain, bahkan ketika rutinitas dan tanggung jawab mulai mengganggu.

Ketika kedua pihak punya sikap untuk sadar mau saling bantu dalam rutinitas rumah tangga, maka pondasinya pun menjadi lebih kuat.

4. Komunikasi yang Terus-Menerus dan Jujur

Menikah bukan hanya mengobrol tentang tentang hal yang penting-penting saja.

Komunikasi yang dimaksud di sini juga tentang belajar mendengarkan, mengungkapkan perasaan dan kebutuhan, dan menyelesaikan konflik yang timbul.

Konflik berisiko bergejolak jika tak tertangani. Maka, semakin awal kita belajar menyelesaikannya, hasilnya juga akan semakin baik.

5. Jaringan dan Dukungan di Luar Pernikahan Itu Penting

Meski fokus utama adalah hubungan dua manusia, faktanya, selama masih hidup dan bersosialiasi, kita masih butuh keluarga, teman, mentor, atau komunitas yang mendukung.

Memiliki orang lain yang bisa memberi nasihat dapat membantu kita melihat sudut pandang berbeda.

Mereka juga bisa menjadi telinga yang mendengar, sehingga kita terlindungi dari hubungan yang mengucilkan dan menjerat dalam pola yang sama terus-menerus.

Makna Tujuh Tahun Hubungan dalam Pernikahan

Dikutip Cleveland Clinic, setelah tujuh tahun bersama, banyak pasangan mulai merasakan fase yang sering disebut “seven years itch”, atau artinya "gatal tujuh tahun".

Pada masa ini, hubungan kemungkinan akan terasa datar, komunikasi menurun, dan kedekatan mulai memudar.

Namun begitu, ini bukan akhir dari cinta, melainkan panggilan untuk memperbaikinya.

Ada beberapa hal sederhana yang bisa menjadi pengingat penting di masa ini:

1. Memperbaiki Cara Berkomunikasi

Banyak masalah muncul bukan karena hal besar, tapi justru karena hal-hal kecil yang tidak pernah dibicarakan atau dikomunikasikan.

Keterampilan mendengarkan dan berbicara dengan jujur dapat membantu membuka jalan kembali menuju kedekatan.

2. Luangkan Waktu Bersama

Di tengah kesibukan mengurus anak, bekerja, dan aktivitas rumah tangga, jangan lupa menyediakan waktu hanya untuk berdua.

Kedekatan fisik dan emosional bisa redup seiring rutinitas.

Luangkan waktu untuk kencan, memberi sentuhan kecil, atau momen berdua tanpa gangguan.

Hal-hal sederhana biasanya akan mengidupkan kembali memori di awal-awal romantisme serta bisa menyalakan lagi kehangatan lama.

3. Hargai Pasangan

Setelah bertahun-tahun, ucapan terima kasih bisa jadi terdengar sepele, padahal justru itulah yang menjaga hubungan tetap hangat.

Mengingatkan diri sendiri untuk menghargai pasangan adalah bentuk cinta yang nyata.

4. Jaga Lingkungan Sosialmu

Lingkungan juga bisa memengaruhi hubungan.

Dekatlah dengan orang-orang yang mendukung dan menginspirasi untuk tetap memperjuangkan cinta, alih-alih yang meremehkannya.

5. Hindari Mencari Pelarian dan Mengambil Keputusan yang Terburu-buru

Saat hubungan terasa sulit, hindari mencari pelampiasan daengan hal-hal negatif seperti alkohol, belanja berlebihan, atau hubungan di luar pernikahan.

Sebaliknya, bicarakan dan hadapi masalah bersama.

Fase tujuh tahun bukanlah tanda berakhirnya cinta, melainkan titik di mana hubungan diuji untuk naik tingkat.

Saat dua orang mau saling memaafkan terbuka, saling menghargai, dan memilih untuk memperbaiki bersama, hubungan berpotensi tumbuh lebih kuat dan matang dari sebelumnya.

Memang betul, usia lima dan tujuh tahun pernikahan kerap disebut sebagai masa rawan. Meski begitu, mungkin lebih tepat fase tersebut disebut sebagai masa pendewasaan.

Pada titik-titik ini, cinta tak lagi sekadar perasaan, melainkan berubah menjadi pilihan yang terus diperbarui setiap hari.

Cinta sejati tidak tumbuh dari hal-hal besar, melainkan dari kesediaan melakukan hal kecil dengan hati yang besar, mendengar, menghargai, dan tetap hadir meski hari terasa berat.

Sebagai pasangan, penting untuk selalu belajar bahwa hubungan bukan hanya tentang menemukan orang yang tepat, tapi juga tentang menjadi orang yang tepat bagi satu sama lain.

Baca juga artikel terkait PERNIKAHAN atau tulisan lainnya dari Dhita Koesno

tirto.id - Lyfe
Penulis: Dhita Koesno
Editor: Sekar Kinasih