Menuju konten utama
Efek Terapeutik dari Belanja

Healing Lewat Shopping? Boleh Saja, Asalkan Tidak Berlebihan

Aktivitas berbelanja memang memberikan kepuasan dan semacam perasaan berdaya. Meski begitu, penting untuk tetap melakukannya dengan penuh kesadaran.

Healing Lewat Shopping? Boleh Saja, Asalkan Tidak Berlebihan
Header diajeng Retail Therapy. tirto.id/Quita

tirto.id - Baca artikel sebelumnya tentang efek terapeutik aktivitas belanja di tautan berikut:

Retail Therapy, Kala Aktivitas Belanja Bikin Bahagia

Siapa yang perasannya jadi lebih relaks dan senang setelah berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan?

Menyusuri gemerlap lorong produk kosmetik favorit, menjajal liptint keluaran terbaru yang terlihat menarik, mencium aroma wangi roti dari kios bakery, kemudian menuju ke kafe di sudut mal untuk pesan bubble tea.

Ah, sederet aktivitas yang kelihatannya sederhana itu bisa jadi bermakna luar biasa bagi kita yang sedang gundah gulana.

Istilahnya disebut retail therapy, kegiatan belanja atau sekadar window shopping untuk memperbaiki suasana hati yang sedang susah dan galau.

Psikolog Susan Albers, PsyD menjelaskan bahwa terdapat beberapa alasan mengapa berbelanja atau window shopping bisa memberikan dorongan psikologis dan emosional pada diri kita.

Melansir Cleveland Clinic, pada saat kita berbelanja, hormon-hormon bahagia, meliputi dopamine, serotonin, dan endorfin, dilepaskan oleh otak.

Reaksi kimia tersebut juga terjadi saat kita sedang makan atau mengecup orang yang kita sayangi.

Penelitian menunjukkan bahwa membuat keputusan untuk berbelanja dapat membantu memperkuat rasa kendali atas lingkungan di sekitar dan mengurangi perasaan sedih.

Menurut studi di Journal of Consumer Psychology(2013), kesedihan yang kita alami biasanya dikaitkan dengan perasaan tidak berdaya untuk mengubah situasi yang sedang kita hadapi.

Nah, saat kita berbelanja, kita membuat pilihan dan menentukan hasil untuk diri sendiri. Memiliki pilihan untuk membeli suatu produk, atau tidak membelinya, mampu mengembalikan rasa kendali dan otonomi pribadi. Hasilnya? Kesedihan kita berangsur-angsur berkurang.

"Saat kamu merasa segalanya seolah-olah tidak berjalan sesuai keinginan, mendapatkan apa yang kamu mau bisa jadi terasa seperti pencapaian pribadi yang positif,” kata Albers.

Bukan hanya itu, perbaikan suasana hati dengan berbelanja dapat dikaitkan dengan peningkatan visualiasi.

Kamu pasti pernah membayangkan kulit wajahmu bakal glowing apabila menggunakan serangkaian produk skincare tertentu? Atau, membayangkan teman-temanmu akan terpesona saat lihat kamu menenteng tas cantik yang lagi tren itu?

Ketika kamu berbelanja barang-barang tersebut, otomatis akan muncul visualisasi atau bayangan-bayangan yang menyenangkan di masa depan.

Pergi ke toko yang ramai juga dapat mengalihkan perhatian kita untuk sementara waktu dari hal-hal yang memicu stres sehari-hari.

“Bau makanan, lampu yang terang, later belakang musik, dan pajangan warna-warni, semuanya berpadu menciptakan pengalaman yang imajinatif dan sensoris,” tambah Albers.

Harga bahan pokok tidak terpengaruh kenaikan PPN

Konsumen berjalan di depan deretan shampo yang dijual di Supermarket Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (1/1/2025). Menurut pernyataan Kantor Komunikasi Presiden (PCO) bahwa barang pokok untuk kebutuhan sehari-hari di warung dan supermarket tidak dikenakan kenaikan PPN menjadi 12 persen atau tetap seperti semula yakni 11 persen dan tidak mengalami kenaikan tarif. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/Spt.

Penting diingat, retail therapy dapat memberikan dampak positif yang signifikan sepanjang dilakukan dengan wajar.

Pasalnya, bagi sebagian orang, retail therapy berpotensi menimbulkan masalah ketika bergeser menjadi perilaku kompulsif, adiksi, atau candu.

Seperti ditulis dalam Very Well Health, kamu bisa dibilang sudah kecanduan belanja ketika menghabiskan waktu berlebihan untuk memikirkan atau mencari barang yang tidak dibutuhkan.

Kecanduan belanja bisa ditunjukkan dengan tanda-tanda lain, seperti memiliki masalah keuangan karena riwayat belanja yang tidak terkontrol, hubungan dengan pasangan atau orang-orang terdekat menjadi rusak karena adanya pengeluaran yang berlebihan, merasa ingin terus-menerus membeli barang serupa, atau sampai mengabaikan tanggung jawab terkait pekerjaan, sekolah, dan keluarga.

Kalau begitu, apakah sebaiknya kita menghindari relaksasi dengan berbelanja apabila itu berpotensi jadi aktivitas yang candu?

Tentu saja tidak ada salahnya sesekali memanjakan diri, menciptakan kegembiraan, dan mengatasi stres atau kesedihan melalui retail therapy. Kuncinya satu: perhatikan tingkat moderasi saat berbelanja.

Seperti yang dibeberkan di WebMD, relaksasi dengan berbelanja yang dilakukan secara berlebihan berdampak pada pengeluaran ekstra, bahkan utang, yang bisa-bisa malah bikin kita stres.

Maka dari itu, ayo kita usahakan untuk berbelanja dengan bijak! Cobalah untuk menikmati aktivitas jalan-jalan di pertokoan dengan mengamati atau melihat-lihat barang. Usahakan untuk tidak membeli yang tidak diperlukan.

Namun apabila kamu khawatir bakal membeli terlalu banyak barang yang tidak diperlukan, ada baiknya juga menerapkan metode “wait and see.

Langkah ini mengajak kita untuk menunggu terlebih dahulu, mungkin satu atau dua hari, sebelum melakukan pembelian suatu barang.

Jeda waktu ini bisa memberikan kesempatan bagi kita untuk mempertimbangkan lebih jauh apakah kita memang betul-betul menginginkan barang tersebut.

Strategi lain yang bisa dilakukan adalah membuat anggaran khusus untuk terapi belanja setiap bulan. Dengan mengalokasikan anggaran yang sudah pasti, kita akan cenderung mematuhi batasannya.

Kalau kamu mengerti betul bahwa aktivitas berbelanja itu menyenangkan, gunakanlah kesempatan itu untuk membeli barang-barang yang memang kamu perlukan sehari-hari, seperti bahan makanan atau perlengkapan mandi.

Ingat pula, berbelanja bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan endorfin dan memperbaiki suasana hati. Masih ada alternatif yang bisa kamu lakukan, seperti melakukan hobi.

Mengutip pesan dari Albers, “Berolahraga, membuat karya seni, dan mengembangkan praktik mindfulness adalah contoh mekanisme penanganan positif yang dapat membantumu merasa lebih baik tanpa menguras dompet.”

Baca juga artikel terkait DIAJENG PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari MN Yunita

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: MN Yunita
Penulis: MN Yunita
Editor: Sekar Kinasih