Menuju konten utama
Upah Minimum Provinsi

Menimbang Kelayakan Kenaikan UMP 2024 yang Diprotes Buruh

Partai Buruh dan KSIP menolak besaran UMP 2024, sementara pengusaha menganggap PP Nomor 51/2023 sudah moderat.

Menimbang Kelayakan Kenaikan UMP 2024 yang Diprotes Buruh
Ilustrasi Upah. foto/Istockphoto

tirto.id - Yunita Amalia, hanya bisa mengelus dada setelah mendengar pengumuman kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta. Sebagai pekerja swasta di jantung Ibu Kota, kenaikan UMP tahun ini rasanya jauh dari ekspektasi yang dibayangkan.

UMP DKI Jakarta pada 2024 ditetapkan sebesar Rp5.067.381. Meski naik 3,6 persen (Rp165.583) jika dibandingkan UMP tahun ini sebesar Rp4.901.798, namun jauh dari usulan yang disampaikan unsur pekerja sebesar Rp5.637.068.

“Untuk kebutuhan primer aja agak sesak yah, cukup tapi rawan defisit,” ujar Yunita kepada Tirto, Rabu (22/11/2023).

Yunita mengatakan gaji Rp5 jutaan, mungkin bagi beberapa orang cukup. Tapi ada juga yang kurang. Terutama bagi mereka yang memiliki tanggungan lain seperti membiayai adik dan orang tuanya.

“Nominal Rp5 juta mungkin cukup untuk biaya diri sendiri. Tapi dia akan sulit untuk punya tabungan masa depan," ujar dia.

Misalnya, dengan gaji Rp5 juta, Yunita harus bayar cicilan KPR subsidi dengan range Rp1 jutaan per bulan. Sisa dari gaji berarti tinggal Rp4 juta.

Sementara Rp4 juta harus dialokasikan untuk bayar listrik sebesar Rp300.000 per bulan, WiFi rumah Rp350.000, bayar sekolah adik Rp500.000. Jika ditotal, maka sudah habis Rp1 juta lebih.

“Tinggal Rp3 jutaan nih, otomatis buat biaya sambung hidup sampai gaji selanjutnya kan? Cukup gak?” kata dia mempertanyakan.

Menurut dia, bisa saja cukup asal ketat untuk menjaga pengeluaran. Itu pun, kata dia, belum termasuk tabungan masa depan. “Bisa [nabung], tapi nominalnya enggak akan setimpal karena tergerus inflasi,” imbuh dia.

Tak hanya Yunita, penetapan kenaikan UMP DKI Jakarta juga dikeluhkan oleh Malik (bukan nama sebenarnya). Sebagai pekerja industri di salah satu media, kenaikan UMP tersebut tidak sebanding dengan apa yang dikerjakannya.

"Iya mestinya [kenaikannya] lebih besar dari yang sudah ditetapkan," kata dia kepada Tirto, Rabu (22/11/2023).

Malik sendiri mengaku, sebagai lulusan baru berkecimpung di industri media pendapatannya tidak lebih sama dengan UMP DKI Jakarta pada hari ini. Jika ada kenaikan pun, perusahaanya biasanya menyesuaikan kenaikan UMP.

“Masa kerja sudah lebih dari 3 tahun, ini gaji selalu ikuti UMP terus. Harapannya bisa di atas UMP," imbuh Malik.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta sebelumnya merilis hasil survei upah layak jurnalis di Provinsi DKI Jakarta pada 2023 sebesar Rp8.299.299. Angka tersebut berdasarkan survei AJI Jakarta selama Februari 2023.

Penentuan upah ini berdasarkan dengan penyesuaian kebutuhan hidup jurnalis yang didasari oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tahun 2020.

Temuan AJI Jakarta, masih ada jurnalis yang mendapatkan upah di bawah UMP DKI Jakarta. Bahkan paling rendah ada responden yang menyebutkan dalam sebulan itu bawa pulang dua juta, ini jauh sekali dari upah UMP.

Ribuan Buruh Ancam Aksi Mogok Nasional

Kenaikan UMP juga ditolak Partai Buruh dan KSPI. Alasannya kenaikan UMP DKI menggunakan dasar perhitungan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan. Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI, Said Iqbal, bahkan mengancam akan melakukan aksi mogok nasional.

Menurut Said Iqbal, mogok nasional sudah bisa dipastikan akan menjadi pilihan buruh. Mogok nasional ini akan diselenggarakan di antara 30 November sampai dengan 13 Desember, dengan melibatkan 5 juta buruh di 100 ribu lebih perusahaan akan berhenti operasi.

Aksi mogok nasional ini menggunakan dasar hukum yang jelas. Yakni UU Nomor 9 Tahun 1998, tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum. Selain itu, UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat buruh, yang di dalam Pasal 4, salah satu fungsi serikat adalah mengorganisir pemogokan.

Said Iqbal menjelaskan, alasan penolakan kenaikan UMP karena dasar penetapannya menggunakan PP 51/2023. Padahal PP tersebut mengacu pada omnibus law UU Cipta Kerja yang sudah ditolak oleh Partai Buruh dan KSPI.

Dalam hal ini, kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Di mana dalam PP 51/2023, indeks tertentu nilainya adalah 0,1 sampai dengan 0,3 yang disebut alpha.

"Dengan demikian, kenaikan upah minimum provinsi atau UMP yang diputuskan oleh para gubernur lebih rendah dari kenaikan upah PNS, TNI/Polri sebesar 8 persen dan pensiunan 12 persen,” ujar Said Iqbal dalam keterangannya.

Menurut Said, tentu saja ini aneh. Karena seluruh dunia, tidak ada kenaikan upah minimum pegawai negeri lebih tinggi daripada upah pegawai swasta.

Oleh karena itu, buruh meminta kenaikan UMP sebesar 15 persen. Sebagai contoh, jika saat ini UMP DKI sebesar Rp4,9 juta, maka dengan kenaikan sebesar 15 persen seharusnya upahnya menjadi Rp5,6 juta. Bukan sebesar 3,38 persen atau naik Rp165 ribu sehingga menjadi 5,0 juta seperti yang sudah diputuskan oleh Pemprov DKI.

“Jika kenaikannya hanya Rp165 ribu, maka bisa dipastikan buruh bakal nombok," kata dia.

Menurut Said Iqbal, kenaikan tersebut juga tidak sebanding dengan kondisi ekonomi hari ini. Karena harga beras saja naik 40 persen, telur naik 30 persen, transportasi naik 30 persen, sewa rumah naik 50 persen. Bahkan Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi makanan kenaikannya lebih dari 25 persen.

“Kemnaker hanya mementingkan dirinya sendiri. Dia saja naik gajinya nggak pakai alpha. Kok buruh diminta pakai alpha yang nilainya sama dengan 0,1 sampai 0,3,” kata dia.

Oleh karena itu, Partai Buruh dan KSPI menolak keras kenaikan UMP yang diumumkan hari ini. Termasuk kenaikan UMK yang akan diumumkan pada akhir November nanti.

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru, Budi Hartono, sebelumnya menjelaskan nilai UMP DKI 2024 ditetapkan dengan mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023. Menurut dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tak bisa menaikan UMP DKI 2024 melebihi ketentuan yang tertuang di PP Nomor 51 Tahun 2023.

“Maka, Pemprov DKI menetapkan alpha tertinggi [untuk UMP DKI 2024], yaitu 0,3 sesuai PP Nomor 51 Tahun 2023. Pemprov DKI tidak bisa melewati aturan pemerintah yang sudah ditetapkan, yaitu maksimum [alpha] 0,3," urai Heru.

Untuk diketahui, tiga elemen sebelumnya mengusulkan rekomendasi nilai UMP DKI 2024 yang berbeda-beda. Unsur pengusaha meminta UMP DKI Rp5,043 juta. Kemudian, Pemprov DKI mengusulkan UMP DKI 2024 naik menjadi Rp5.067.381. Lalu, unsur pekerja mengusulkan UMP DKI 2024 naik menjadi Rp5.637.068.

Bagaimana Respons Pengusaha?

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang, memandang penetapan UMP 2024 dengan mengacu PP 51/2023 sudah cukup moderat. Di mana dasar perhitungannya mengacu kepada kondisi ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.

“Kalau kami dari sisi pengusaha ini sudah menggambarkan dari sisi kepastian kenaikan UMP untuk pekerja dan juga bagi dunia usaha ini sesuai dengan kondisi ekonomi yang ada saat ini,” kata Sarman kepada Tirto, Rabu (22/11/2023).

Pengusaha, kata Sarman, belum bisa sepenuhnya mengakomodir keinginan buruh yang meminta kenaikan hingga 15 persen. Pertama karena dasar perhitungan dan formula dipakai tidak jelas. Sementara dasar dan kepastian hukum pengusaha merujuk dari peraturan sudah ditetapkan pemerintah.

Artinya, kenaikan UMP 2024 yang dituntut pekerja 15 persen, tentu memang masih belum bisa diterima oleh kalangan dunia usaha karena kami mempertanyakan dari mana rumus dan formula sedangkan di PP 51 ditegaskan di sana rumus bagaimana tetapkan UMP 2024.

“Namun ke depan kita harus bisa merumuskan bersama-sama lagi supaya kita bisa mendekati sesuai dengan diharapkan. Artinya UMP yang tidak memberatkan dunia usaha, tapi juga tidak memberatkan pekerja dalam hal ini. Dan ini butuh proses," kata Sarman yang juga Anggota Dewan Pengupahan Nasional 2023-2026.

Tapi untuk konteks UMP 2024, dunia usaha berharap agar dalam menetapkan UMP/UMK 2024 benar-benar melihat kondisi ekonomi nasional, dan ancaman ekonomi global yang saat ini tidak baik baik saja. Sehingga permintaan kenaikan UMP harus realistis dengan memperhatikan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan Indeks Tertentu (disimbolkan dalam bentuk α) sebagaimana yang ditetapkan dalam PP Nomor 51 Tahun 2023.

“Kami dari pengusaha ingin ada kepastian hukum. Bahwa penetapan UMP itu berbasis pada regulasi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini,” tegas dia.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan keputusan UMP dengan alfa 0,30 tentu perlu dihormati oleh seluruh dunia usaha untuk diimplementasikan. Apalagi ini sudah sesuai dengan aturan dan kebijakan yang berlaku sesuai PP Nomor 51 tahun 2023 tentunya dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan ketenagakerjaan daerah serta angka inflasi.

“Sebelumnya kami dari Apindo melalui Dewan Pengupahan DKI memang telah memberikan rekomendasi dengan mengusulkan angka Rp5,043.000 sebagai UMP," kata Shinta kepada Tirto.

Dasar perhitungan Apindo sebelumnya dengan alpha 0,2 dengan pertimbangan produktivitas dan kemampuan industri/kemampuan pembayaran dunia usaha. Terutama di tengah situasi perekonomian global saat ini.

“Namun kami bisa menerima keputusan pemerintah DKI Jakarta,” kata Shinta.

Di sisi lain, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengingatkan kepada dunia usaha bahwa besaran UMP 2024 hanya berlaku untuk pegawai dengan masa kerja kurang dari 1 tahun. Di atas itu, mereka berhak mendapatkan upah di atas UMP.

“Kebijakan Upah Minimum tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, berlaku untuk pekerja dengan masa kerja di bawah 1 tahun,” kata Ida dalam keterangannya.

Sedangkan untuk mereka yang sudah bekerja di atas 1 tahun atau lebih, wajib diberlakukan kebijakan Pengupahan Berbasis Produktivitas atau Kinerja dengan menggunakan instrumen Struktur Skala Upah (SUSU). Dengan begitu mereka dapat menerima gaji di atas UMP sesuai kesepakatan dengan perusahaan.

“Artinya pekerja/buruh dengan masa kerja di atas 1 satu tahun berhak untuk dibayar atau digaji di atas upah minimum yang disesuaikan dengan output kinerja atau produktivitas pekerja dan kemampuan perusahaan,” kata Ida.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan hingga 21 November 2023 pukul 19.00 WIB, baru sebanyak 30 gubernur telah menetapkan UMP di wilayahnya masing-masing. Dari 30 provinsi yang telah menetapkan UMP, terdapat 3 provinsi yang menetapkan UMP 2024 tidak sesuai dengan ketentuan pengupahan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Adapun gubernur yang belum menetapkan UMP 2024 adalah Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Barat Daya, dan Papua Selatan.

Baca juga artikel terkait UMP 2024 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz