tirto.id - Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia yang tergabung dalam Desa Bersatu memberikan sinyal dukungan kepada calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres), Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Dukungan tersebut disampaikan secara tidak langsung dalam kegiatan Silaturahmi Nasional Desa 2023 di Arena Indonesia, Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (19/11/2023).
Dukungan ini dikemas secara rapi. Sebab, dalam undangan pers peliputan diterima Tirto, Desa Bersatu yang terdiri dari delapan organisasi tersebut mengumumkan akan mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo-Gibran. Namun, sepanjang acara tidak ada deklarasi dukungan secara langsung dan disampaikan secara terbuka, tapi hanya dilakukan tersirat saja.
"Jadi kalau ada yang keluar mengatakan ini deklarasi, enggak. Ya kira-kira seperti itu lah ya (dukungan tersirat)," kata Koordinator Desa Bersatu, Muhammad Asri Anas, saat ditemui di sela-sela acara tersebut.
Anas berpandangan bahwa hanya Prabowo-Gibran yang mengakomodasi kebutuhan desa di dalam visi, misi dan program kerjanya.
Pihaknya pun mengemukakan harapan kepada pemimpin selanjutnya agar mereformasi tata kelola desa; memberikan dana Rp5 miliar per tahun; evaluasi pendamping desa; memperbaiki kesejahteraan perangkat desa, BPD, dan seluruh instrumen organisasi yang ikut mendukung pemerintah; serta meningkatkan kapasitas aparatur desa.
“Dalam pandangan kami, rasanya Bapak Prabowo dan Mas Gibran mengakomodasi. Jadi kalau ada di luar yang mengatakan ini deklarasi, enggak. Tidak harus deklarasi lah, teman-teman lebih tahu lah cara kerjanya," tutur Anas.
Anas berpandangan, menyuarakan aspirasi desa kepada calon pemimpin bangsa tidak perlu ditakutkan. Sebab, ini bukan merupakan atribusi kampanye yang dilarang dalam aturan.
“Enggak juga karena ini kan bukan mobilisasi. Ini acara tahunan kita. Jadi kan nanti kalau ada kesan, enggak seperti itu. Ini acara tahunan dan kan setiap saat buat acara desa. Kumpul selalu," ujar Annas.
Peneliti senior Ipsos Public Affairs, Arif Nurul Imam, menilai secara etik dukungan langsung maupun tidak langsung kepada pasangan calon memang tidak diperbolehkan. Secara aturan perangkat desa, ASN, TNI dan Polri, itu memiliki hak politik untuk memilih. Namun, mereka tidak memiliki hak untuk menjadi tim sukses atau pendukung.
“Kalau kemudian itu dukungan saya kira secara etik memang tidak baik,” kata dia kepada Tirto, Senin (20/11/2023).
Sementara itu, dosen komunikasi politik Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, menilai sikap dukungan perangkat desa kepada salah satu pasangan calon jelas berbahaya bagi demokrasi di Tanah Air. Pertama, dukungan ini bisa mengarah kepada dukungan dari warga desa di tempat di mana kepala desa itu tinggal.
“Mereka tentu punya pengaruh power politis maupun finansial lumayan bisa untuk mempengaruhi warga desa,” ucap dia kepada Tirto, Senin (20/11/2023).
Kedua, bahaya lainnya, kata Kunto, ini bisa dipakai untuk semacam perang psikologis kepada lawan dari Prabowo-Gibran. Karena dengan mendapatkan dukungan dari sekian ribu perangkat desa jelas nanti bisa jadi tim pemenangan.
“Walaupun kata panitianya sendiri mereka tidak akan menjadi tim pemenangan karena itu yang melanggar regulasi dan mereka melakukan deklarasi yang tidak melanggar deklarasi,” ucap Kunto.
Bawaslu Kaji Unsur Pelanggaran
Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Lolly Suhenty, mengatakan pihaknya tengah melakukan kajian untuk memastikan apakah dalam acara kegiatan silaturahmi nasional desa ada unsur-unsur yang dilanggar. Mengingat panitia pengawas (panwas) juga melakukan pengawasan secara melekat.
“Ini yang masih kami dalami, karena jika menggunakan UU 7/2017 [tentang Pemilu] diatur di masa kampanye. Namun, dapat juga Bawaslu menggunakan pelanggaran UU hukum lainnya, misalnya UU Nomor 6/2014 tentang Desa,” ucap dia kepada Tirto, Senin (20/11/2023).
Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu secara jelas disebutkan perangkat desa tidak boleh perangkat desa berpolitik praktis. Pasal 280 ayat 2 huruf (h), (i), dan (j) menyebutkan: ‘pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan kepala desa, perangkat desa, dan anggota badan permusyawaratan desa (BPD)’.
Pada pasal 280 ayat 3 disebutkan bahwa setiap orang sebagaimana disebut pada pasal 2 dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye pemilu.
Sedangkan pada pasal 282: 'pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.'
Sementara jika dilihat berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dalam pasal 29 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
Dalam undang-undang tersebut ditegaskan kepala desa memiliki peran sebagai pihak yang netral. Kepala desa dilarang untuk ikut serta dalam politik praktis, tidak bisa menjadi pengurus partai politik atau anggota partai politik dan tidak dapat juga menjadi tim kampanye atau tim sukses peserta pemilu atau pilkada.
Perangkat desa yang terdiri dari sekretariat desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis juga dilarang untuk terlibat dalam politik praktis. Hal tersebut diatur UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 51 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
Sementara sanksi terhadap kepala desa dan perangkat desa yang melanggar larangan politik praktis juga diatur di UU Nomor 6/2014 tentang Desa. Sanksi tersebut diatur dalam pasal 30 ayat 1 yakni berupa sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. Jika sanksi administratif tersebut tidak dilaksanakan, maka bisa berujung tindakan pemberhentian sementara hingga pemberhentian.
Kemudian pasal 52 ayat (1) mengatur perangkat desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. Jika sanksi administratif tidak dilakukan maka bisa ditindak pemberhentian sementara hingga berujung pemberhentian.
“Kajian tengah dilakukan, segera disampaikan ke publik infonya,” ucap Lolly.
Komisioner KPU RI, Idham Holik, mengatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada Bawaslu untuk menindaklanjuti apakah indikasi pelanggaran atau tidak dalam kegiatan silaturahmi nasional desa. Sebab dalam UU Pemilu yang mendapatkan tugas melakukan pengawasan adalah Bawaslu.
Pengawasan tersebut, kata Idham, termaktub dalam Pasal 307 UU No. 7 Tahun 2017 yang berbunyi sebagai berikut: ‘Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan Desa, dan Panwaslu LN melakukan pengawasan atas pelaksanaan Kampanye Pemilu’.
Menurut Pasal 1 ayat (35) UU No. 7 Tahun 2017 juncto Pasal 1 ayat (18) Peraturan KPU No. 15 Tahun 2023 dan Pasal 1 ayat (20) dalam Peraturan Bawaslu Nomor 11 Tahun 1023 menyatakan bahwa Kampanye Pemilu adalah kegiatan Peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu.
“Jika aktivitas deklarasi tersebut memenuhi unsur dalam ketentuan norma tersebut, maka nanti akan dikategorikan melanggar aturan kampanye,” ucap dia kepada Tirto, Senin (20/11/2023).
Idham menegaskan, saat ini memang belum memasuki jadwal kampanye. Masa kampanye baru dimulai pada 28 November 2023 dan akan dilangsungkan selama 75 hari atau akan berakhir pada 10 Februari 2023. Siapapun yang melakukan kampanye di luar jadwal akan dikenakan sanksi pidana. Hal ini termaktub dalam Pasal 492 UU Nomor 7 Tahun 2017.
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye Pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk setiap Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Ketua DPR yang juga Ketua DPP PDIP Puan Maharani berharap agar pemilu bisa berjalan tetap dengan baik di tengah ada perangkat desa yang mendukung capres-cawapres tertentu. Ia berharap pemilu bisa berjalan lancar tanpa ada upaya memecah belah bangsa.
"Saya baru membaca berita kemudian Kementerian Dalam Negeri mengatakan bahwa tidak ada aturan yang melarang untuk perangkat desa mendukung salah satu calon dalam pemilu. Namun yang saya harapkan adalah kita harus laksanakan pemilu ini secara baik, damai, jujur, adil, tanpa kemudian, terpecah belah, itu yang harus kita laksanakan bersama-sama," kata Puan saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan,
Jakarta, Senin (20/11/2023).
Puan memandang bahwa tidak ada aturan spesifik soal perangkat desa yang mengusung capres tertentu. Ia kembali hanya berharap pemilu bisa berjalan netral dan tidak ada perpecahan.
"Memang tidak ada aturannya namun saya berharap bahwa kita semua dari seluruh elemen bangsa, bisa sama-sama menjaga pemilu berjalan baik, jujur adil tentu saja netral tanpa kemudian kita menjadi terpecah
pecah," kata Puan.
Respons TKN Prabowo-Gibran
Di sisi lain, Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Nusron Wahid, menegaskan bahwa tidak ada kegiatan deklarasi dalam acara silaturahmi nasional desa dilakukan di GBK kemarin. Kegiatan tersebut, diklaimnya hanya sebatas bentuk silaturahmi para perangkat desa saja.
"Silaturahmi masa tidak boleh. Tidak ada dukungan dan deklarasi. Kita diundang disuruh mendengarkan aspirasi," ucap dia kepada Tirto, Senin (20/11/2023).
Terlepas dari undangan deklarasi, Nusron mengaku tidak tahu-menahu. Hanya saja selama di dalamnya tidak ada deklarasi kepada pasangan Prabowo-Gibran, maka menurutnya kegiatan tersebut tidak ada masalah.
“Hanya orang menyampaikan uneg-uneg saja,” imbuh Nusron.
Kendati demikian, Nusron mengakui senang jika memang ada dukungan tersirat kepada Prabowo-Gibran dari perangkat desa. “Kalau kita sih senang-senang saja kalau ada orang dukung,” ucap dia.
Juru Bicara TKN Prabowo-Gibran, Cheryl Anelia Tanzil, menegaskan bahwa acara silaturahmi nasional desa kemarin tidak ada deklarasi. Menurutnya, Gibran sendiri hanya menerima aspirasi dari perangkat desa.
“Justru kita yang meminta jangan ada deklarasi. Ini kan aspirasi masyarakat yang suka dengan Prabowo Gibran. Kami dari timses gak bisa menolak aspirasi akar rumput,” ucap dia kepada Tirto, Senin (20/11/2023).
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Maya Saputri