Menuju konten utama

Mengulik Alasan Jawa Tengah menjadi Tujuan Investasi Baru

Selain kelengkapan infrastruktur dan kemudahan perizinan, upah murah juga menjadi daya tarik investasi di Jawa Tengah.

Mengulik Alasan Jawa Tengah menjadi Tujuan Investasi Baru
Lokasi pembangunan Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang yang berada di Desa Ketanggan, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa Tengah (29/3/2023). Lokasinya berada di pesisir pantai utara Jawa. Salah satunya akan dibangun pabrik baterai kendaraan listrik investasi dari Korea Selatan. tirto.id/Haris Prabowo

tirto.id - Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, semakin banyak pengusaha yang merelokasi pabriknya dari kawasan industri lama ke kawasan industri baru. Sasaran relokasi tersebut salah satunya adalah Provinsi Jawa Tengah.

Ganjar Pranowo saat masih menjadi Gubernur Jawa Tengah kepada CNBC Indonesia mengungkap, pada 2019 terdapat 140 pabrik yang direlokasi ke wilayahnya--meskipun jumlah tersebut masih perlu dicek ulang.

Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa Tengah, setidaknya ada 41 perusahaan yang ekspansi maupun merelokasi pabrik dari wilayah Jawa Barat, Banten, hingga DKI Jakarta ke wilayah Jawa Tengah pada 2019.

Dari 41 perusahaan tersebut, dua di antaranya bergerak pada sektor bisnis alas kaki yang membutuhkan ribuan tenaga kerja. Yakni PT Pelita Tomang Mas asal Tengerang, Banten dan PT Seng Dam Jaya Abadi asal Mojokerto, Jawa Timur.

Selain itu, sepuluh perusahaan bergerak di bidang garmen. Yaitu PT Pintu Mas Garmindo asal Bogor, PT Sahabat Unggul Internasional asal Bogor, PT Muara Griya Lestari asal Sukabumi, PT Dream Sentosa asal Karawang, PT Shinwon Ebenezer asal Karawang.

Kemudian, PT Paka Garment asal Bandung, PT Sinar Terang Benderang asal Bogor, PT Batang Apparel Indonesia asal Tangerang, PT Yeon Heung Mega Sari asal DKI Jakarta, PT Daehan Global asal Bogor.

Dua tahun berselang, fenomena relokasi dan ekspansi pabrik ke Jawa Tengah masih terus terjadi. Pada akhir 2022, Ganjar Pranowo menyebutkan terdapat 97 perusahaan baru yang masuk ke Jawa Tengah.

Kepala DPMPTSP Jawa Tengah, Sakina Rosellasari belum mengonfirmasi berapa data pasti perusahaan yang telah berekspansi atau direlokasi ke Jawa Tengah per 2023. Hingga Senin (12/9/2023), Sakina belum bisa diwawancarai.

Tren Relokasi Industri

Relokasi maupun ekspansi industri sebenarnya bukan hal baru. Alfian Al-Ayyubi Pelu dan Syarif Arifin dalam penelitian berjudul "Ketika Pabrik Garmen, Tekstil Dan Sepatu Relokasi" mengungkap, relokasi pabrik sudah melanda beberapa negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan sejak 1970-an.

Di Indonesia, kata Alfian dan Syarif, PT Sony Electronics diketahui memindahkan pabriknya dari Cikarang, Bekasi ke Malaysia pada 2002. Sementara PT Honey Lady memindahkan pabriknya dari KBN Cakung ke Kabupaten Semarang Jawa Tengah pada 2007.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah, Frans Kongi membenarkan adanya relokasi dan ekspansi industri ke provinsi yang memiliki luas mencapai 32.800,69 km² atau sekitar 28,94 persen dari luas Pulau Jawa ini.

“Tren itu (relokasi maupun ekspansi industri) tetap ada sampai sekarang, meskipun sedikit demi sedikit, tidak langsung banyak atau bareng-bareng pindah,” ujar Frans saat dihubungi kontributor Tirto di Semarang, Selasa (12/9/2023).

Masuknya investor baru berdampak pada penambahan anggota Apindo. “Di daerah (tujuan investasi) baru seperti di Kabupaten Pati, Rembang, Tegal, itu kami dapat anggota baru,” imbuhnya. Saat ini, Apindo Jawa Tengah mewadahi 1.500-an anggota.

Kata Frans, capaian investasi di Jawa Tengah tidak lepas dari peran pemerintah provinsi yang selama ini berupaya menggenjot investasi dengan menggencarkan promosi. Alhasil, wilayah ini menjadi incaran pemodal.

Berdasarkan data DPMPTSP Jawa Tengah, realisasi investasi mengalami peningkatan setiap tahun. Pada 2016 realisasi investasi mencapai Rp38,18 triliun, 2017 melonjak menjadi Rp51,54 triliun, 2018 sebanyak Rp59,27 triliun, dan 2019 menjadi Rp59,50 triliun.

Pada 2020, akibat Covid-19, investasi turun menjadi Rp50,24 triliun, 2021 merangkak naik menjadi Rp52,71 triliun, dan pada 2022 mencapai Rp58,89 triliun. Terkini, hingga semester I 2023 realisasi investasi di Jawa Tengah mencapai Rp27,07 triliun dari target penanaman modal Rp65.70 triliun.

Realisasi investasi berdampak pada peningkatan perekonomian di Jawa Tengah. Dibukanya pabrik-pabrik baru otomatis menambah jumlah lapangan pekerjaan di provinsi yang berpenduduk 37.032.410 jiwa ini--sesuai data Badan Pusat Statistika (BPS) pada 2022.

Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS pada Februari 2023, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Jawa Tengah mengalami penurunan menjadi 5,24 persen. Sebanyak 395 ribu orang terserap di dunia kerja, sementara pengangguran berkurang sekitar 59 ribu orang.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah, Ahmad Aziz dalam rilis resminya menyatakan, survei BPS tersebut selaras dengan kondisi riil di lapangan. Katanya, jumlah pencari kerja dan yang diterima bekerja dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan.

Pada 2020 saat pandemi Covid-19, jumlah pencari kerja 220.763 orang dan hanya 81.835 orang yang diterima kerja.

Pada 2021, jumlah yang diterima kerja meningkat menjadi 136.611 orang dari 269.810 pencari kerja. Sementara pada 2022 ada 227.088 orang yang mendapatkan pekerjaan dari 322.041 pencari kerja.

Menurut Aziz, kondisi itu di antaranya dipengaruhi adanya pengembangan dan relokasi perusahaan dari luar provinsi ke Jawa Tengah. “Dampaknya yang jelas membuat grafik penyerapan tenaga kerja naik cukup signifikan,” jelasnya.

Infrastruktur Memadai, Perizinan Dipermudah

Provinsi Jawa Tengah terus mem-branding diri sebagai wilayah ramah investasi. Faktor yang mendukung terwujudnya misi itu, kata Frans, salah satunya karena Jawa Tengah memiliki fasilitas infrastruktur yang memadai.

“Dulu sekitar sepuluh tahun lalu, Jawa Tengah bisa dibilang sangat ketinggalan di bidang infratruktur, tertinggal jika dibandingkan dengan Jawa Barat sekitarnya. Tapi sekarang bisa kita lihat, infrastruktur sudah bagus,” kata ketua Apindo Jawa Tengah tersebut.

Jawa Tengah memiliki dua pelabuhan internasional dan beberapa pelabuhan kapal-kapal kecil atau nelayan di sepanjang jalur pantai utara. Kemudian, daerah ini memiliki dua bandara internasional dan tiga bandara kecil.

Di jalur darat, terdapat 300,090 km jalan tol yang telah digunakan di sepanjang wilayah Jawa Tengah, dan masih ada beberapa perencanaan pembangunan jalan tol lain. Juga mempunyai 1.557 km jalur kereta api yang menghubungkan antara Jawa Tengah bagian utara, selatan, barat, dan tengah.

Ekspansi dan relokasi industri turut ditopang dengan dibangunnya kawasan industri baru. Seperti Jatengland Industrial Park Sayung di Demak seluas 300 hektare, Aviarna Industrial Estate Semarang seluas 460 hektare, BSB Industrial Park di Semarang seluas 112 hektare.

Lalu, terdapat Kawasan Industri Kendal (KIK) yang juga merupakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan total luas 2.200 hektare serta Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) seluas 4.000-an hektare yang masih tahap pembangunan.

Fenomena relokasi dan ekspansi industri di Jawa Tengah turut ditopang dengan kebijakan pemerintah yang mempermudah perizinan investasi.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan penyederhanaan regulasi dan birokrasi perizinan melalui sistem pengelolaan perizinan terpadu secara elektronik atau online single submission (OSS).

Secara khusus, beberapa kawasan industri menawarkan kemudahan investasi langsung konstruksi (KLIK). Seperti yang diberlakukan di Kawasan Industri Wijayakusuma, Kawasan Industri Bukit Semarang Baru, Tanjung Emas Export Zones (TEPZ), serta Kawasan Industri Jatengland di Demak.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga berkomitmen memaksimalkan kawasan ekonomi khusus, kawasan industri terpadu, dan beberapa kawasan industri lain untuk memfasilitasi calon investor.

Di sisi lain, dukungan kemudahan investasi tidak terpaku pada kawasan industri saja. Pemerintah provinsi hingga kabupaten dan kota di Jawa Tengah ikut andil dengan mempermudah izin dan ketersediaan lahan di luar kawasan industri.

Daya Tarik Upah Murah

Selain kelengkapan infrastruktur dan kemudahan perizinan, upah murah juga menjadi daya tarik investasi. Besaran upah minimum provinsi (UMP) Jawa Tengah 2023 adalah Rp1.958.169 atau terendah dibanding 37 provinsi lain di Indonesia.

Kabupaten dengan upah minimum (UMK) terendah di Jawa Tengah adalah Banjarnegara. Sementara kabupaten yang memiliki kawasan industri UMK-nya relatif lebih tinggi. Seperti UMK Batang Rp2.282.025, UMK Kendal Rp2.508.299, UMK Demak Rp2.680.421, dan tertinggi UMK Kota Semarang Rp3.060.348.

Meskipun begitu, UMK daerah basis industri di Jawa Tengah masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan UMK kabupaten atau kota di kawasan industri lama di wilayah Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.

Sebagai perbandingan, pada 2023 ini, UMK Karawang (Jawa Barat) sudah mencapai Rp5.176.179, UMK Kota Bekasi (Jawa Barat) Rp5.158.248, UMK Kabupaten Tangerang (Banten) Rp4.527.688, dan DKI Jakarta Rp4.901.798.

Frans Kongi selaku Ketua Apindo Jawa Tengah tidak memungkiri bahwa masalah upah menjadi pertimbangan pengusaha melakukan ekspansi dan relokasi pabrik.

Dalam menggambarkan kondisi upah ini, Frans menolak menggunakan istilah 'upah murah' melainkan dengan istilah 'upah sehat'. Menurutnya, Jawa Barat UMK-nya tidak sehat, membuat para pengusaha kelabakan, sehingga banyak yang memilih pindah tempat usaha.

“Kalau dikatakan upah Jawa Tengah lebih murah, memang iya. Tapi itu memang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah. Jadi upah kita itu upah yang sehat," tuturnya.

Senada dengan Frans, Plt. Kepala Disnakertrans Jawa Tengah Ahmad Aziz mengatakan, penentuan upah minimum mendasarkan pada rumus yang berlaku secara nasional. Penentuan upah minimum melalui proses diskusi panjang.

Ia juga menegaskan bahwa upah minimum hanya berlaku untuk pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun. Selebihnya pekerja berhak mendapat upah sesuai perhitungan struktur upah dan skala upah.

Struktur dan skala upah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021. Regulasi tersebut mewajibkan pengusaha menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.

Lemahnya Gerakan Buruh

DPMPTSP dalam Central Java Investment Platform (CJIP) menyebut, kondusifnya iklim investasi di wilayah Jawa Tengah didukung dengan budaya masyarakatnya yang cenderung sopan, sederhana, setia, dan rajin. Budaya ini diklakm dapat menjadi keuntungan bagi para investor.

Secara terang-terangan, pemerintah provinsi dalam kanal resminya memamerkan lemahnya gerakan buruh agar investor tidak ragu berinvestasi. "Terlebih lagi, Jawa Tengah hanya memiliki sedikit aktivis tenaga kerja yang mengorganisir demonstrasi, sehingga perselisihan dengan tenaga kerja relatif jarang terjadi," tulisnya.

Sebagai perwakilan pengusaha, Frans Kongi tidak menampik kondisi tersebut. "Ya benar, itu salah satu (pertimbangan)," katanya. Bagi pengusaha, kondusifitas wilayah menjadi hal yang perlu dipikir matang-matang sebelum memutuskan berinvestasi di suatu wilayah.

Aktivis Bidang Buruh dan Miskin Kota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang M. Safali berpendapat, buruh di Jawa Tengah memiliki karakteristik berbeda dengan buruh di daerah lain.

Dia menyebut, buruh di Jawa Barat mayoritas adalah perantau yang murni hidup dengan mengandalkan gaji. Sehingga ketika merasa ada hak yang tidak terpenuhi, mereka akan berjuang. Bentuk perjuangan itu bisa dengan demonstrasi.

Sementara buruh di Jawa Tengah, menurut Safali, banyak yang penduduk lokal. "Mereka selain dapat upah dari kerja pabrik, masih mempunyai pendapatan tambahan, ada yang punya sawah, berdadang, dan lain-lain. Makannya meskipun upahnya murah, banyak yang menerima," terkanya.

Safali berharap para buruh sadar pentingnya berserikat--sebagai bagian dari hak yang dilindungi undang-undang. Kata dia, bergabung dengan serikat pekerja bisa memperoleh pendidikan dasar dan mengetahui hak-hak normatifnya sebagai buruh.

Baca juga artikel terkait INVESTASI atau tulisan lainnya dari Baihaqi Annizar

tirto.id - Bisnis
Kontributor: Baihaqi Annizar
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Abdul Aziz