tirto.id - Pernahkah kita secara tidak sadar telah menghabiskan waktu yang begitu panjang di depan layar ponsel untuk menyaksikan penjual di toko daring menjajakan produknya?
Seringkali tanpa sadar kita mulai menonton satu sesi live stream di media digital secara iseng namun berakhir dengan tumpukan barang di keranjang belanja daring yang siap untuk di-checkout.
Dalam beberapa waktu terakhir fenomena berbelanja daring lewat fitur live stream shopping sangat populer di masyarakat. Mode berbelanja ini bahkan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ekosistem bisnis digital, khususnya di platform lokapasar (e-commerce) dan media sosial.
Para penjual di toko daring menggunakan fitur live streaming yang disediakan oleh platform digital, untuk mempromosikan produknya sekaligus berinteraksi dengan target konsumen mereka secara langsung (real time).
Tidak jarang, dalam proses live stream shopping tersebut para penjual juga menampilkan performa hiburan seperti memberikan ulasan, tutorial, demo produk, hingga menyanyi, dan lainnya yang membuat tayangan live stream tersebut tidak sebatas aktivitas promosi berjualan saja, namun juga memiliki nilai hiburan bagi penonton. Fenomena ini dikenal dengan istilah shoppertainment yang menggabungkan aktivitas berbelanja (shopping) dan hiburan (entertainment).
Potensi live stream shoppertainment di Kawasan Asia Pasifik sendiri sangat besar. Riset yang dilakukan Boston Consulting Group (BCG) tahun 2022 menyebutkan bahwa valuasi shoppertainment di Asia Pasifik mencapai USD 500 miliar dan diperkirakan mencapai USD 1 triliun di tahun 2025.
Di antara berbagai negara Asia Pasifik tersebut, Indonesia diperkirakan menjadi salah satu negara dengan tingkat adopsi tertinggi bersama Thailand dan Vietnam.
Motivasi Para Penonton Live Stream
Pertanyaannya kemudian, mengapa audiens kita gemar menonton live streaming? Motivasi seorang audiens mengakses satu konten media tertentu didasarkan pada kebutuhannya untuk memenuhi informasi.
Elihu, Blumer, dan Gurevitch (1974) menggagas teori uses and gratification untuk menjelaskan kondisi tersebut. Istilah gratifikasi merujuk pada pemenuhan kebutuhan psikologis dan sosial lewat praktik mengakses informasi.
Dalam konteks live stream shopping, gratifikasi tersebut dapat bersifat hedonis atau berkaitan dengan aspek; keseruan (enjoyment), utilitarian yang berkaitan dengan aspek fungsional, serta gratifikasi sosial yang berpusat pada keterhubungan (connectedness) terhadap interaksi sosial. Menariknya, kotak pengkategorian ini tidak bersifat kaku. Audiens dapat fleksibel bergerak dari satu aspek ke lainnya, bahkan mengombinasikan sejumlah aspek sekaligus dalam praktiknya menonton live stream shopping di media digital (Ma, 2021).
Bagi Gen Z di Indonesia, aktivitas menonton live stream shopping telah menjadi bagian dari praktik transaksi digital sehari-hari, yang tidak hanya menyenangkan namun juga memiliki nilai fungsional.
Mengacu dari hasil survei (Tania, 2024) yang disebarkan kepada 400 responden Gen Z di Indonesia, mayoritas menyebutkan bahwa live stream shopping memungkinkan mereka berkomunikasi lebih cepat dengan penjual (71 persen), sekaligus dapat membantu mereka menggantikan proses mengecek produk secara langsung (73 persen). Data ini mengindikasikan kuatnya nilai fungsional yang dimiliki oleh live stream shopping dalam memfasilitasi pengalaman berbelanja konsumen di ruang digital.
Lebih lanjut, gratifikasi sosial turut menjadi alasan yang melatarbelakangi minat menonton live stream shopping. 70 persen responden menyebutkan bahwa mereka merasa mendapat dukungan sosial dari sesama penonton dan merasa menjadi bagian dari komunitas yang sama-sama menyaksikan tayangan live stream shopping tersebut.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa live stream shopping tidak hanya diposisikan sebagai sebuah kanal komunikasi pemasaran, namun juga sebagai taktik memperkuat loyalitas terhadap brand dalam komunitas digital.

Adapun gratifikasi hedonik ditujukan oleh 51 persen yang menyebutkan bahwa mereka menikmati keseruan dari unsur hiburan yang ditampilkan dalam tayangan shoppertainment yang mereka saksikan. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, ketiga jenis gratifikasi ini menjadi realitas tidak terpisahkan satu sama lain, hingga dualitas antara nilai fungsional dan hedonik, sekaligus terbentuknya identitas sosial digital yang difasilitasi oleh live stream shopping menjadi relevan dengan gaya hidup Gen Z sebagai segmen digital native.
Tingginya minat menonton live stream shopping didukung pula oleh keunikan karakter kontennya yang seolah menawarkan pendekatan baru dalam praktik komunikasi pemasaran digital. Berbeda dengan konten video promosi berdurasi pendek yang difungsikan sebagai iklan, live stream shopping memungkinkan terjadinya proses komunikasi dua arah antara penjual (host) dan audiens secara simultan.
Hal ini memungkinkan proses komunikasi berjalan lebih cepat, lancar, personal, dan meyakinkan. Penonton live stream shopping dapat mengajukan pertanyaan atau instruksi khusus yang membantu mereka memahami produk secara lebih baik dan mempertimbangkan keputusan berbelanja dan direspons langsung oleh penjual (host).
Selain itu, proses komunikasi yang terjadi di kanal live stream shopping terjadi pula di antara sesama penonton yang menyaksikan tayangan yang sama. Para penonton dapat bercakap, saling mengomentari, serta mengamati produk-produk yang diminati oleh para penonton lain sehingga memungkinkan mereka merasakan simulasi berbelanja seperti halnya di toko offline tanpa harus bangkit dari tempat duduk.
Pengalaman Berbelanja Baru
Bagi banyak pengguna media digital, berbelanja melalui live stream shopping bukan hanya soal menonton tayangan promosi produk, melainkan juga tentang nuansa baru dalam pengalaman berbelanja secara daring. Fitur live stream yang memungkinkan penjual dan penonton dapat berkomunikasi secara langsung mereduksi ketidakpastian (uncertainty reduction) dan meminimalisir persepsi risiko (perceived risk) di benak penonton.
Dalam satu tayangan live stream shopping, penonton dapat menanyakan secara langsung tentang detail produk yang ditawarkan sehingga mampu mereduksi ketidakpastian dalam proses berbelanja. Selain itu, kehadiran para penonton lain yang aktif berpartisipasi menyampaikan minatnya terhadap produk, memberikan testimoni, serta jumlah penonton yang menyaksikan tayangan live stream shopping tersebut menjadi sebuah bukti sosial (social proof) yang seolah dapat meyakinkan kredibilitas penjual sehingga dapat meminimalisir persepsi risiko penipuan dalam praktik berbelanja daring.

Asumsi ini juga selaras dengan hasil survei yang dilakukan sebelumnya (Tania, 2024). Di situ disebutkan proses komunikasi yang responsif (56 persen) dan kemampuan fitur live stream shopping untuk menggantikan pengecekan produk fisik (48 persen), berpengaruh terhadap intensi responden untuk berbelanja. Selanjutnya, kedekatan antara penjual dan penonton, serta di antara para penonton juga berpotensi menciptakan relasi parasosial yang berhubungan dengan peluang membangun loyalitas terhadap brand.
Fenomena live stream shopping sebagai bagian dari taktik promosi berimplikasi terhadap praktik komunikasi pemasaran digital. Pada tataran aktor yang terlibat dalam proses komunikasi, audiens tidak sekadar diposisikan sebagai target penerimaan pesan promosional. Mereka juga sebagai aktor aktif yang berpartisipasi dan berinteraksi sehingga mampu merapatkan jarak antara penjual sebagai komunikator dan penonton sebagai komunikan.
Sementara itu, pada tataran proses komunikasi, live stream shopping menawarkan pengalaman berbelanja yang imersif, real-time, dan responsif di antara semua aktor yang terlibat. Secara konseptual live stream shopping seperti halnya platform social commerce lain, mengubah model komunikasi pemasaran yang mulanya cenderung linier menjadi sirkular.
Model komunikasi pemasaran ini menekankan pada prinsip akselerasi brand untuk dikenal audiens melalui proses penemuan (discovery) dan konsiderasi di laman media sosial, kemudian dilanjutkan dengan konversi pembelian, serta peran amplifikasi komunitas melalui mekanisme review dari konsumen dan partisipasi diskusi melalui konten-konten yang diunggah oleh para pengguna media digital yang lebih luas.
Dampak Live Stream Shopping
Implikasi fenomena live stream shopping dalam perspektif komunikasi bisnis dapat ditelaah melalui tiga dimensi utama. Secara pragmatis, live stream shopping mampu menjadi taktik komunikasi pemasaran yang diminati pengguna media digital dan berpotensi memberikan keuntungan komersial. Kemampuannya untuk memberikan pengalaman berbelanja yang imersif dan seamless memungkinkan brand membangun engagement yang kuat dengan target konsumen melalui interaksi langsung.
Di sisi lain, pada dimensi etis, live stream shopping yang cenderung dilakukan dalam mekanisme promosi berbatas waktu, menciptakan sense of urgency bagi penonton untuk tidak melewatkan promosi tersebut, sehingga berpotensi menciptakan praktik berbelanja secara impulsif.
Sementara itu, dimensi kritis berkaitan dengan dilema antara keahlian (expertise) dan popularitas penjual (host). Penjual diposisikan sebagai trusted advisor yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang produk yang dipromosikan. Pengetahuan ini dapat membantu penonton mempertimbangkan produk secara rasional dalam proses pengambilan keputusan pembelian.
Meskipun demikian, pada praktiknya, banyak brand yang justru lebih mengandalkan host figur publik terkenal untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan menciptakan daya tarik. Di era attention economy saat ini, ketenaran menjadi komoditas yang mengungguli keahlian atau pengetahuan terhadap produk.
Pada akhirnya, live stream shopping mengindikasikan transformasi komunikasi pemasaran di media digital yang menghadirkan perubahan fundamental dalam konteks studi perilaku konsumen. Proses komunikasi pemasaran yang terjadi memperkuat peran aktif konsumen sebagai pengguna media digital terlibat dengan informasi promosional.
Selain itu, live stream shopping sebagai kanal komunikasi pemasaran dianggap memiliki keunggulan kompetitif atas kemampuannya memfasilitasi interaksi, menciptakan engagement, dan mendorong konversi transaksi secara padu. Meskipun demikian, seperti halnya ragam taktik komunikasi pemasaran digital yang bergerak cepat dan mudah usang, keberlanjutan live stream shopping ditentukan pada kemampuannya untuk menjaga dan memberikan nilai tambah (added value) bagi konsumen dalam ekosistem digital.
Editor: Alfons Yoshio Hartanto
Masuk tirto.id





































