tirto.id - Di balik layar ponsel dan tumpukan buku yang tertata rapi, Tirto menemui Mira Adriani, seorang anak muda berusia 20 tahunan yang menyulap meja kecil di sebuah kafe di bilangan Jakarta Selatan, menjadi panggung siaran langsung. Bukan untuk tampil di televisi, melainkan untuk menjajakan buku-buku lewat live streaming di Shopee dan TikTok Shop.
Apa yang Mira lakukan memang sekilas nampak unik, namun menjadi hal yang kian lazim akhir-akhir ini. Tren untuk berjualan dan berbelanja melalui siaran langsung lewat platform Shopee dan TikTok Shop memang tengah digandrungi oleh masyarakat.
Mira yang memiliki latar pendidikan jurusan sistem informasi saat kuliah, awalnya hanyalah seorang staf marketing di sebuah toko buku online. Dalam satu momen, sang atasan melihat adanya peluang untuk menjajaki lapak baru, live shopping. Upaya ini tentu untuk membantu meningkatkan penjualan.
“Atasan aku liat potensi aku ada di sana. Jadi kayak, yaudah coba aja jadi admin live gitu. Berhubung aku orangnya hebring (heboh -red) jadi kayak yaudah,” katanya saat berbincang dengan Tirto, Rabu (25/6/2025).
Sejak saat itu, Mira rutin tampil di depan layar untuk menjual buku melalui siaran langsung lewat platform Shopee dan TikTok Shop. Buku-buku yang ia jual mencakup berbagai genre, mulai dari romance, fantasy, novel, self-improvement, hingga sastra.
Strategi ini membuahkan hasil yang signifikan. Omzet penjualan buku melalui siaran langsung di Shopee dan TikTok Shop jauh lebih besar dibanding penjualan fisik secara langsung atau melalui platform e-commerce biasa. Dalam siaran berdurasi dua jam, di hari biasa, Mira bercerita rata-rata penontonnya bisa mencapai 400 hingga 600 orang. Tapi jika sedang masa pre-order (PO), jumlahnya bisa melonjak drastis hingga 10.000 penonton dalam satu sesi live.
“Sangat amat naik (omzet) penjualan lewat live ini dibanding penjualan dengan cara lain. Tapi ini tergantung pembawaan admin live-nya juga. Kalo admin-nya seru dan aktif itu bisa cepet banyak penonton dan laku. Admin live berpengaruh banget sih tergantung aktif atau pasifnya,” katanya.

Mira, perempuan muda yang menjalani profesi sebagai admin live selling saat ditemui Tirto di salah satu cafe di bilangan Jakarta Selatan, Rabu (25/6/2025). tirto.id/Alfitra
Suka Duka Berjualan Melalui Siaran Langsung
Mira bercerita masing-masing platform e-commerce mempunyai karakteristik pengguna masing-masing yang turut memengaruhi strateginya dalam berjualan melalui siaran langsung. Ia mencontohkan, di Shopee, orang-orang cenderung datang dengan niat untuk belanja. Sementara di Tiktok, orang datang untuk menonton konten. Jika mereka merasa tertarik, barulah kemungkinan pembelian itu terjadi.
“
Terkait suka-duka selama melakukan live streaming jualan, Mira mengaku lebih banyak mengalami bagian suka. Ia mengaku dirinya adalah orang yang senang berbicara dan berinteraksi dengan orang lain. Sehingga cocok dengan pekerjaannya saat ini.
“Aku suka banget ngobrol sama orang dan suka juga buat ngedengerin cerita orang. Karena aku ngerasa kayak kalo misalkan mereka cerita sama aku terus abis itu kaya mereka ngerasa temen deket aku banget nih. Jadi misalkan mereka mau check-out buku, lebih milih ke aku sebagai teman. Terus aku juga lebih dikenal sama orang. Banyak sih positifnya,” ujarnya.
Di lain sisi, terdapat hal negatif juga. Salah satu pengalaman kurang mengenakan adalah ketika Mira menghadapi mood calon pembeli yang tak selalu bagus.
“Gak enaknya, gak semua orang tuh moodnya setiap hari baik. Tapi justru itu yang harus dimainin sama admin live. Kaya, muka kita harus tetap ceria dan bikin mood mereka bagus,” katanya.
Lebih lanjut, Mira mengaku tak pernah sampai begadang, live di waktu dini hari atau streaming dengan jangka waktu yang panjang, seperti yang dilakukan oleh beberapa penjual lain. Melalui risetnya, siaran berjualan pada pagi hari saat orang baru bangun, di jam istirahat siang, dan malam hari setelah jam kerja, cenderung menarik lebih banyak penonton.

Siaran Langsung, Efektif Dekatkan diri dengan Pembeli
Cerita serupa datang dari Sendy Deka, pemilik usaha Sendy Leather yang menjajakan kerajinan kulit lokal asal Tanggulangin, Sidoarjo. Berdiri sejak tahun 2013, Sendy Leather menawarkan beragam produk seperti tas dan dompet kulit. Bisnisnya telah memiliki outlet offline di mal serta menjadi official store di berbagai marketplace ternama. Tapi, dia tetap melayani pemesanan secara langsung lewat WhatsApp.
Melihat potensi dari tren live shopping, Sendy Leather mulai aktif melakukan siaran langsung di Shopee Live dalam dua tahun terakhir. Mereka menjadwalkan sesi live rutin setiap hari, dari pagi hingga sore, dengan durasi sekitar dua setengah jam per sesi.
“Karena dahulu awal mulai banyak voucher yang disediakan oleh platform penonton juga ramai. sehingga menjadi salah satu jalan untuk mendapatkan traffic dan konversi,” ujar Sendy kepada Tirto, Kamis (26/6/2025), menjelaskan alasannya.
Sendy bercerita, penjualan melalui strategi live streaming memang menjanjikan. Namun, tak selamanya berjalan mulus. Hal ini disebabkan saat ini metode yang sama mulai ramai digunakan oleh para penjual lain, mulai dari pelaku UMKM hingga para brand besar. Persaingan yang kiat ketat mebuatnya harus bersaing mencari penonton dan pembeli.
“Mungkin juga teman seller lain ada yang sangat unik merangkai live-nya. Potongan voucher dari marketplace yang terkadang hanya ada saat live juga menarik perhatian customer,” ujarnya.
Di sinilah sejumlah strategi jitu harus disiapkan.Berdasarkan pengalaman Sendy, ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan dari penjualan melalui siaran langsung ini. Mulai dari kemampuan host dalam membangun suasana, menyampaikan informasi secara menarik, hingga menciptakan kedekatan emosional dengan penonton.
“Untuk Sendy Leather, momen ‘Spill Dong Kak’ adalah yang paling penting bagi customer. Sehingga (konsumen) lebih yakin dan menimbulkan consideration untuk add to cart ataupun langsung membeli produk saat live waktu itu juga,” ujar Sendy.
Meski persaingan dalam dunia live shopping makin ketat. Sendy mengaku metode ini masih cukup efektif dan memiliki nilai lebih. Ia memandang penjualan melalui live streaming masih menjadi salah satu jalan untuk lebih dekat dengan customer dengan fleksibilitasnya, yaitu komunikasi dua arah secara langsung.
“Salah satu kelebihannya kita bisa meminta host untuk memperlihatkan secara detail produk yang diinginkan oleh customer dengan lebih detail. Apalagi jika ditunjang dengan peralatan live yang lebih advance,” katanya menambahkan.
Tren Live Video Commerce Semakin Diminati Masyarakat
Geliat tren pertumbuhan ekonomi digital memang telah menggandrungi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2024 yang dirilis oleh Google, Temasek, dan Bain & Company, nilai total transaksi bruto atau Gross Merchandise Value (GMV) ekonomi digital Indonesia pada tahun 2024 tumbuh sebesar 13 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan ini diklaim akan mendorong GMV mencapai 90 miliar dollar Amerika Serikat, atau sekitar Rp1.430 triliun pada tahun 2024.
Bisnis e-commerce menjadi jantung dari pertumbuhan ekonomi digital itu. GMV operasi pasar jual-beli online di Indonesia mencapai 65 miliar dolar AS pada tahun 2024. Prediksinya bahkan bisa mencapai sekitar 150 miliar dolar AS pada tahun 2030.
Terpisah, Center of Economic and Law Studies (CELIOS) dalam laporan berjudul Digital Economy Outlook 2025, mengungkap bahwa sektor perdagangan daring atau e-commerce pada tahun 2024 mengalami kenaikan sebesar 3 persen atau setara dengan Rp468,6 triliun dibandingkan tahun 2023 dengan nilai transaksi hanya Rp453,7 triliun.
Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, mengungkap bahwa pada tahun 2025 mendatang, sektor perdagangan daring diprediksikan hanya meningkat 0,5 persen menjadi Rp471 triliun. “Keadaan ini disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat dan potensi kenaikan tarif PPN yang membuat masyarakat menahan daya beli,” ujarnya melalui keterangan resmi (22/12/2024).
Meski demikian sektor perdagangan daring di Indonesia dinilai masih menyimpan potensi yang tinggi. Laporan CELIOS mengungkap, bahwa pada level ASEAN, Indonesia merupakan pemimpin perdagangan daring dengan GMV mencapai 65 miliar dolar AS pada tahun 2024.
Saat ini 70 persen ekonomi digital di Indonesia ditopang oleh perdagangan daring, hal ini menunjukkan peran penting sektor ini dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara, data dari Susenas 2023 mengindikasikan bahwa sekitar 17 persen dari 181,9 juta pengguna internet di Indonesia aktif melakukan pembelian online, ini membuktikan perdagangan daring telah menjadi bagian dari konsumsi masyarakat.
“Pengguna Perdagangan daring di Indonesia mengalami peningkatan rata-rata sebesar 15 persen per tahun, pertumbuhan yang didukung oleh faktor-faktor seperti harga yang lebih murah dibandingkan dengan toko fisik dan ketersediaan informasi produk yang lengkap,” tulis CELIOS dalam laporan tersebut.

Seperti yang diceritakan Mira dan Sendy sebelumnya, di tengah geliat ekonomi digital yang tengah menggandrungi Tanah Air saat ini, berjualan atau berbelanja melalui live streaming memang menjadi salah satu inovasi yang banyak dipilih oleh masyarakat. Laporan yang diterbitkan, Google, Temasek, dan Bain & Company juga menyoroti tren video commerce semakin diminati oleh konsumen dalam proses menemukan produk, melakukan riset hingga membeli produk itu.
Senada, tren ini juga diperkuat oleh temuan data internal SIRCLO yang mencatat bahwa live streaming menjadi kanal penjualan paling dominan, khususnya di platform TikTok, dengan kontribusi rata-rata sebesar 47 persen terhadap GMV. Di posisi berikutnya, konten short video menyumbang sekitar 27 persen, yang mengindikasikan pergeseran preferensi konsumen terhadap format visual yang cepat, interaktif, dan menghibur.
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Alfons Yoshio Hartanto
Masuk tirto.id


































