tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah kepemimpinan Firli Bahuri dkk selalu menunjukkan tingkat kepuasan kinerja yang konsisten anjlok. Dalam survei terbaru yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pada 20-24 Juni 2023, tingkat kepuasan publik kepada KPK berada di angka 75,7 persen. Jumlah itu terdiri atas 10 persen sangat percaya dan 65,7 persen percaya.
Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menyebut, tingkat kepercayaan publik kepada KPK anjlok karena di masa sebelumnya lembaga ini dinilai paling baik. Burhanuddin Muhtadi mencatat pada 2014, 2015 dan 2018 angkanya mencapai 80 persen.
“KPK ini pernah bahkan lebih tinggi trust-nya daripada presiden," kata Burhanuddin dalam pemaparan surveinya secara daring pada Minggu (2/7/2023).
Rapor merah KPK di masa pimpinan saat ini belum juga pulih. Pada 2021 bahkan tingkat kepercayaan publik kepada KPK hanya 65,1 persen. Kini kedudukan mereka mulai digeser Polri yang menurut hasil survei yang sama berada di atas KPK dengan angka 76,4 persen.
Buruknya hasil survei KPK, tercermin dalam kegiatan keseharian mereka. Para pimpinan tanpa rasa malu hendak memperpanjang masa jabatan mereka dari semula empat tahun kini menjadi lima tahun. Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman dalam sidang pengucapan ketetapan dan putusan yang disiarkan di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, Kamis (25/5/2023).
Selain di level pimpinan, para anak buah Firli Bahuri juga tanpa malu melakukan sejumlah “dosa” di lembaga antirasuah tersebut. Sebut saja tindak pelecehan oleh pegawai rutan KPK kepada istri salah seorang tahanan.
Dalam keterangan tertulisnya, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri bahkan menyebut, kasus suap dan pelecehan di Rutan KPK sudah ada sejak 2018. Namun masih berlanjut, tak tuntas dalam penyelidikan.
“Namun, tidak tuntas ditindak," kata Ali dalam keterangan tertulis.
Masalah lain yang terjadi di internal KPK adalah dugaan aliran dana mencurigakan di tubuh KPK sebesar Rp300 miliar. Kasus ini menyeret nama eks Kepala Satuan Tugas Penyidik KPK, Tri Suhartanto. Bukannya diusut secara tuntas, Tri Suhartanto kemudian dikembalikan pada satuan asalnya di kepolisian.
Terkait masalah ini, Ali Fikri mengatakan, temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) itu terjadi sebelum Tri Suhartanto bertugas di KPK sebagai Kepala Satuan Tugas Penyidik.
“Terkait isu tersebut kami sudah konfirmasi ke yang bersangkutan dan disampaikan bahwa itu tidak benar bila ada kaitan selama bertugas di KPK," kata Ali Fikri di Jakarta, Senin (3/7/2023) dilansir Antara.
KPK berdalih transaksi tersebut berhubungan dengan bisnis pribadi Tri Suhartanto. "Transaksi itu hanya uang berputar di rekening karena ada bisnis pribadi sejak tahun 2004 dan itu jauh saat belum bergabung dengan KPK," ujarnya.
Sementara itu, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana enggan berkomentar soal temuan aliran dana mencurigakan di tubuh KPK. Dia telah menyerahkan sepenuhnya kasus itu kepada Polri untuk ditindaklanjuti.
“Sudah di penyidik semua ya. Silakan konfirmasikan ke penyidik,” kata dia.
Imbas Tak Ada Teladan dari Pimpinan?
Melihat anjloknya kepuasan publik hingga temuan kasus suap dalam rutan KPK, Firli nampaknya belum akan meminta maaf atau berjanji mengevaluasi diri. Dia hanya berjanji akan menindak tegas untuk membereskan semua permasalahan, termasuk kepada pegawainya yang terlibat.
“Yang jelas KPK tetap bekerja secara profesional, (yang) melakukan tindak pidana itu kita bereskan. Kita tindak tegas termasuk pegawai internal KPK sendiri,” kata Firli di lingkungan Istana Negara, Jakarta, Senin (3/7/2023).
Pembelaan Firli atas banyaknya masalah di internal KPK, dinilai tak cukup untuk menjadi penebus dosa. Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Sunaryanto menyebut, saat ini para pegawai KPK telah kehilangan figur yang baik untuk diteladani. Oleh karenanya, Agus tak heran bila ada banyak kasus dalam kurun 4 tahun kepemimpinan Firli Bahuri.
"Karena KPK telah kehilangan figur pimpinan yang berintegritas yang bisa memberikan contoh yang baik kepada bawahan," ujarnya.
Agus memberikan sejumlah contoh atas sikap para pimpinan KPK yang problematik. Seperti saat terkena sanksi Dewan Pengawas KPK, bukannya mengundurkan diri lalu meminta maaf, namun tetap bertahan seakan tidak terjadi masalah yang berarti.
"Pimpinan yang bermasalah kena sanksi Dewas, akhirnya bawahan akan mencontoh," jelasnya.
Menurut dia, pimpinan KPK seakan semakin tidak tahu diri. Jabatan empat tahun yang seharusnya berakhir tahun ini, namun diperpanjang hingga tahun mendatang. Dia meminta para pimpinan KPK meletakkan jabatannya dan biarkan Pansel KPK yang sudah terbentuk untuk bekerja.
“Hentikan saja sudah jangan diperpanjang. Pilih yang baru oleh Pansel yang berkualitas dan berintegritas. Ini demi menyelamatkan KPK dan masa depan pemberantasan korupsi," ungkapnya.
Agus curiga, tindakan KPK yang semakin menjadi-jadi timbul karena ketiadaan kontrol dari eksekutif dan legislatif. Dia melihat dua pilar demokrasi itu seakan menjadi sosok di balik layar atas kehancuran kredibilitas KPK.
"Itu sebenarnya menjelaskan siapa yang memang ingin menghancurkan kredibilitas KPK," ungkapnya.
Hal serupa disampaikan oleh Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Zaenur Rohman. Menurutnya, KPK harus berani melakukan evaluasi diri termasuk penegakkan pidana hukum pada pegawai hingga pimpinan bila ditemukan pelanggaran.
"Harus ada zero tolerance terhadap pelanggaran prinsip integritas di KPK. Tentu kalau sudah penerimaan gratifikasi seperti ini sanksinya harus pemecatan," kata Zaenur.
Sanksi dan ketegasan dalam penegakan disiplin menjadi langkah awal untuk menguatkan nilai-nilai integritas di tubuh KPK. Karena menurutnya, saat ini nilai-nilai tersebut sudah mengeropos. Hal ini seiring banyaknya pembiaran yang terjadi pada masalah-masalah di KPK.
Dia berharap dengan penegakan zero tolerance, nama baik KPK akan pulih seiring waktu dan penegakan korupsi akan kembali tegas.
“Harus ada zero tolerance terhadap pelanggaran prinsip integritas di KPK," jelasnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz