tirto.id - Ada hal menarik dalam surat dakwaan eks Menkominfo Johnny G. Plate yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (27/6/2023). Uang “haram” yang diduga diterima Plate disebut tak hanya digunakan untuk kepentingan pribadi, tapi juga untuk kegiatan amal.
Berdasarkan dakwaan JPU, Plate diduga menggunakan duit haram yang diterima untuk main golf sebanyak 6 kali hingga Rp420 juta, plesiran ke Barcelona sebesar Rp452,5 juta lebih atau Perancis hingga Rp453,6 juta. Sementara untuk kegiatan amal, diduga jumlahnya miliaran.
“Terdakwa Johnny Gerard Plate memerintahkan Anang Achmad Latif agar mengirimkan uang untuk kepentingan Terdakwa Johnny Gerard Plate, yaitu pada April 2021 sebesar Rp200 juta kepada korban bencana banjir di Kabupaten Flores Timur,” kata jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.
Adapun rincian uang yang dikirimkan Anang untuk memenuhi permintaan Johnny G Plate tersebut terjadi pada 2021-2022. Pertama, pada April 2021 sebesar Rp200 juta kepada korban bencana banjir di Kabupaten Flores Timur; pada Juni 2021, sebesar Rp250 juta kepada Gereja GMIT di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kemudian, pada Maret 2022 sebesar Rp500 juta kepada Yayasan Pendidikan Katholik Arnoldus; dan terakhir pada Maret 2022 sebesar Rp1 miliar kepada Keuskupan Dioses Kupang. Jika ditotal, uang untuk kepentingan amal atau donasi ke yayasan mencapai Rp1,950 miliar.
Angka tersebut memang tidak sebesar kerugian yang dilakukan Plate dalam dakwaan. Jaksa mendakwa Plate dan sejumlah pihak telah merugikan negara hingga Rp8.032.084.133.795 dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan Infrastruktur Pendukung Paket 1, 2, 3, 4, dan 5 pada Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika periode 2020-2022.
Dalam dakwaan tersebut, politikus Partai Nasdem itu disebut memperkaya diri sendiri hingga Rp17.848.308.000,00.
Setelah mendengar dakwaan, Plate mengaku memahami isi dakwaan yang dibacakan JPU. Akan tetapi, eks Sekjen Partai Nasdem itu membantah dakwaan yang dialamatkan kepada dirinya.
“Saya mengerti Yang Mulia, tapi saya tidak melakukan apa yang didakwakan. Nanti saya akan buktikan,” kata Palet menanggapi isi dakwaan JPU.
Dalam catatan yang dihimpun Tirto, kejadian donasi yang dilakukan politikus yang terjerat kasus korupsi bukan kali pertama. Mantan Ketua DPR yang kini terpidana kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto juga pernah melakukan donasi ke sejumla gereja di NTT yang notabene daerah pemilihannya.
Jelang Pemilu 2014, Novanto sempat roadshow ke petinggi gereja, salah satunya GMIT yang notabene juga masuk dalam dakwaan Johnny G Plate yang dibacakan JPU.
Pegiat antikorupsi dari Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum (Pukat) UGM Yogyakarta, Zaenur Rohman tidak memungkiri bahwa sumbangan politikus yang terjerat kasus korupsi karepa menyasar institusi, salah satunya lembaga keagamaan.
“Jadi memang dalam banyak kasus korupsi, menyumbang ke institusi keagamaan itu sering menjadi salah satu aliran ya. Jadi salah satu aliran dana korupsi itu adalah misalnya juga kepada institusi-institusi, lembaga-lembaga atau kegiatan-kegiatan keagamaan," kata Zaenur saat dihubungi reporter Tirto.
Namun, Zaenur mengaku tidak bisa berkomentar banyak terkait motif mengapa terduga kasus korupsi mengirimkan uang hasil “nyolong” mereka ke yayasan keagamaan. Ia hanya menduga salah satu faktornya adalah menurunkan rasa bersalah akibat melakukan tindak pidana korupsi.
Karena itu, Zaenur mendorong, lembaga keagamaan perlu menyatakan diri secara jelas bahwa lembaga keagamaan hanya menerima sumbangan yang bersifat sah dan menolak segala macam bentuk pemberian yang bertentangan dengan hukum dan nilai-nilai moral.
“Yang kedua, bisa saja meminta kepada penyumbang untuk mendeklarasikan diri bahwa sumbangan tersebut adalah sumbangan yang diperoleh dari sumber yang sah. Nah, itu merupakan bentuk Upaya lembaga-lembaga keagamaan ikut turut serta melakukan pencegahan korupsi sehingga para pemberi tidak punya keleluasaan untuk mengalirkan sebagian dananya ke lembaga-lembaga keagamaan,” kata Zaenur.
Sementara itu, peneliti The Indonesian Institute, Arfianto Purbolaksono menilai ada dua alasan. Pertama, kata Arfianto, aksi pengiriman uang ke lembaga keagamaan sebagai pencucian uang. Akan tetapi, Arfianto menilai bisa saja sebagai upaya si politikus menjaga konstituen.
“Jadi ketika dia memberikan dana ke yayasan keagamaan atau Yayasan lain di daerah konstituen, ya dia akan merawat konstituennya walaupun itu dana dari hasil korupsi. Jadi ada dua hal itu fenomenanya, kenapa hal itu dilakukan oleh Johnny G Plate,” kata Arfianto.
Arfianto menduga, mengarahkan uang untuk kepentingan konstituen lazim terjadi. Hal itu dilakukan untuk menjaga basis pemilih. Ia mencontohkan tidak sedikit politikus memilih menggunakan dana aspirasi untuk kepentingan menjaga basis konstituen.
Arfianto juga menilai pemberian uang kepada yayasan keagamaan atau kemanusiaan adalah hal wajar dalam menjaga konstituen. Sebab, kata dia, para tokoh politik ini tentu ingin menjaga suara mereka, apalagi jelang pemilu.
Cara menjaga suara dengan menggunakan sumbangan kepada yayasan keagamaan juga menjadi salah satu strategi politik. Ia tidak memungkiri organisasi masyarakat besar di beberapa daerah menjadi target pemberian bantuan oleh politikus demi memperoleh suara maupun menjaga suara dalam pemilu mendatang.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz