tirto.id - Berakhirnya Pemilu Malaysia 2018 menggarisbawahi beberapa peristiwa penting di negeri jiran itu. Mahathir Mohamad, di usianya yang ke-92, keluar sebagai pemenang dan akan segera dilantik sebagai perdana menteri. Beberapa hari berselang, tepatnya pada Rabu (16/5), Anwar Ibrahim, politikus dan tokoh oposisi Malaysia, bebas dari penjara untuk kedua kalinya.
Mahathir adalah mantan Perdana Menteri Malaysia keempat yang menjabat selama 22 tahun (1981-2003) dan memimpin Partai Malays National Organisation (UMNO) yang berkuasa sejak kemerdekaan Malaysia dari Inggris. Anwar Ibrahim adalah Wakil Perdana Menteri dari 1993 sampai 1998.
Anwar segera merayakan kebebasannya dengan berbuka puasa di hari pertama Ramadhan bersama sekitar 500 pendukung di kediamannya di Bukit Segambut Dalam, Kamis (17/5) pekan lalu, sebagaimana dilansir The Sun Daily. Sebelumnya di bawah rezim Najib Razak, ia divonis hukuman lima tahun penjara pada 10 Februari 2015 atas tuduhan sodomi.
Jika Mahathir menepati janji, dua tahun lagi Anwar akan duduk di kursi Perdana Menteri. "Dalam tahap awal, mungkin berlangsung selama satu atau dua tahun, sayalah perdana menterinya." kata Mahathir pada Selasa (15/5) kemarin, dilansir dari The New York Times.
Dalam Pemilu Malaysia 2018, baik Mahathir dan Anwar berada dalam satu barisan aliansi oposisi Pakatan Harapan (PH) yang berisi gabungan partai-partai yang melawan Najib Razak, Perdana Menteri Malaysia petahana dari UMNO yang berkuasa sejak 2009. Mahathir sendiri sudah tidak lagi duduk di UMNO.
Agenda terdekat Anwar Ibrahim adalah memastikan posisi di parlemen agar bisa menerima mandat perdana menteri pengganti Mahathir kelak.
Mahathir laksana ayah bagi Anwar. Ia membuka jalan kekuasaan dengan menumbangkan Najib Razak. Mahathir juga yang berperan melobi Yang Dipertuan Agong, Sultan Muhammad V serta menyetujui pengampunan dan pembebasan Anwar Ibrahim dari hukuman penjara.
Hubungan Mahathir dengan Anwar Ibrahim dan Najib Razak pernah baik.
Bahkan naiknya Najib Razak menjadi perdana menteri pada 2009 juga tidak lepas dari peran Mahathir. Sebelum Razak, jabatan perdana menteri dipegang oleh Abdullah Badawi. Lagi-lagi, berkat Mahathir.
Singkatnya, semua Perdana Menteri Malaysia sejak 2004 selalu direstui Mahathir tanpa terkecuali. Mahathir adalah pelayan, penasehat, sekaligus mentor pagi para para perdana menteri ini.
Dimentori Mahathir
Hubungan Anwar dan Mahathir pernah memburuk. Anwar Ibrahim sebelumnya menjabat Wakil Perdana Menteri Malaysia pada 1993 sampai 1998. Saat Asia dilanda krisis ekonomi pada 1998, Mahathir dan Anwar berselisih soal penanganan krisis. Beberapa kebijakan Mahathir mulai dikritik oleh Anwar.
Perselisihan keduanya berbuntut panjang. Mahathir memecat Anwar dan menjebloskannya ke penjara pada 1998 atas tuduhan sodomi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Atas sederet tuduhan itu, Anwar bereaksi menyebut Mahathir orang gila, pikun, dan tak sehat untuk memimpin bangsa.
Di sisi lain, sejak awal Anwar digadang-gadang sebagai penerus Mahathir—sesuatu yang bahkan sudah direncanakan sang mentor, sebelum ia menarik keputusannya karena berselisih.
Mengakhiri 22 tahun jabatannya, Mahathir mulai serius mempersiapkan suksesornya. Setelah Anwar tersingkir, ada dua orang kuat di lingkungan UMNO yang telah dipersiapkan Mahathir, yakni Abdullah Ahmad Badawi, Wakil Perdana Menteri Malaysia pengganti Anwar, dan Najib Razak, seorang menteri dalam kabinet Mahathir sejak 1986.
Ahmad Badawi maju duluan. Ia ditunjuk Mahathir sebagai penggantinya pada Oktober 2003. Saat itu, Badawi juga menjabat Wakil Ketua UMNO. Posisi itulah yang barangkali membuat Mahathir menjatuhkan pilihan kepada Badawi sebagai suksesornya.
Dalam Pemilu Malaysia 2004, Badawi menang lewat kampanye anti-korupsi dan bersanding dengan Najib Razak sebagai Wakil Perdana Menteri. Namun setelah satu periode memimpin, pemerintahan Badawi malah dihujani kritik akibat tak mampu memenuhi janji-janji kampanye.
Mahathir pun jadi pengkritik Badawi, menggalang dukungan oposisi serta secara terbuka dan mendesak Badawi mundur. Terlebih lagi, pada pemilu 2008, Barisan Nasional (BN) gagal meraih mayoritas dua per tiga suara untuk pertama kalinya sejak kemerdekaan Malaysia tahun 1957. Bagi Mahathir, kemerosotan suara BN adalah sinyal kuat betapa rakyat Malaysia tidak puas dengan pemerintahan Badawi.
"Saya dilatih sebagai dokter perobatan [dokter medis] dan bagi saya kalau kaki itu sudah busuk, kita potong saja kaki itu. Kalau kita simpan semua badan kemudian akan mengalami penyakit yang sama," kata Tun Mahathir, dilansir BBC.
Badawi tak berkutik lagi. Ia terpaksa mundur dari kursi Perdana Menteri pada 2009 dan menyerahkan jabatan kepada Najib Razak. Dilansir dari Reuters, Najib diambil sumpahnya sebagai perdana menteri pada 3 April 2009. Mahathir sendiri mendukung dan merekomendasikan penuh Najib—seorang ekonom didikan Inggris yang berlatar aristokrat—untuk memimpin Malaysia. Bahkan Mahathir sampai kembali masuk UMNO setelah sempat keluar saat memprotes Badawi.
Pada pemilu 2013, Najib keluar sebagai pemenang.
Seolah mengulang Badawi dengan durasi kepemimpinan yang lebih lama, performa Najib tidak berjalan mulus. Ia pun terlibat di pusaran skandal korupsi 1Malaysia Development Berhad (1MDB). Mahathir pun berang dan melompat ke kubu oposisi yang selama ini mengkritik keras kepemimpinan Najib.
Di era Najib, Anwar Ibrahim yang masih punya pengaruh di kalangan oposisi kembali dijebloskan ke penjara pada 2015 untuk kedua kalinya atas tuduhan yang sama, sodomi.
Keluar Masuk UMNO
Layaknya tokoh-tokoh politik angkatan pertama di Malaysia, Mahathir mengawali karier politiknya di UMNO, persisnya selepas ia lulus SMA pada 1946. Menurut Barry Wain dalam bukunya berjudul Malaysian Maverick: Mahathir Mohamad in Turbulent Times (2009), pendudukan Jepang di wilayah Malaysia (1941-45) dan kembalinya Inggris pasca-Perang Dunia II pada tahun 1946, cukup membuat Mahathir muda trauma dan sekaligus membuat dirinya melek politik.
Mahathir mulai masuk parlemen Malaysia pada 1964, setahun setelah Federasi Malaysia berdiri. Mahathir mulai berseteru, berselisih paham dengan Perdana Menteri Malaysia Pertama, Tunku Abdul Rahman.
Puncaknya, pada 1969, Mahathir dikeluarkan dari keanggotaan UMNO lantaran mengritik PM Abdul Rahman terkait nasib orang-orang Melayu. Warga Melayu, menurut Mahathir kurang mendapat perhatian dari negara. Pada tahun yang sama, kerusuhan antar etnis Melayu dan Cina meletus dan menewaskan ratusan orang.
Karier politik Mahathir justru dimulai setelah dibuang dari UMNO. Terasing dari panggung politik nasional, ia menumpahkan gagasan-gagasannya dalam sebuah buku berjudul The Malay Dilemma (1970). Buku itu cukup kontroversial, isinya secara umum menuturkan penyingkiran orang Melayu sejak era kolonial Inggris.
Setelah kembali ke UMNO pada 1972, karier politik Mahathir terus menanjak. Dalam catatan CNN, pada 1973 ia terpilih sebagai anggota Dewan Tertinggi, masuk parlemen pada 1974 dan diangkat menjadi Menteri Pendidikan. Ia terpilih sebagai presiden UMNO pada bulan Juni 1981 dan akhirnya menjadi Perdana Menteri Malaysia keempat sebulan kemudian. Sejak itu, pengaruh Mahathir tak tergoyahkan hingga dua dekade lamanya.
Dilansir Channel News Asia, dalam sebuah pidatonya awal Mei lalu di Desa Pandan di Titiwangsa, pinggiran Kuala Lumpur, Mahathir meminta maaf dan menyatakan bertanggung jawab atas naiknya Najib Razak sebagai Perdana Menteri pada 2009 silam.
"Kesalahan terbesar yang saya buat dalam hidup saya adalah memilih Najib," ujar Mahathir
Editor: Windu Jusuf