Menuju konten utama

Upaya Mahathir Merangkul Sang "Malin Kundang"

Mantan perdana menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, dikabarkan mulai memperbaiki hubungannya dengan pemimpin oposisi Anwar Ibrahim. Hal ini dilakukan Mahathir untuk menghadang sepak terjang Perdana Menteri Najib Razak yang rezimnya diterpa berbagai masalah korupsi. Mengapa kedua musuh bebuyutan ini akhirnya mau bersatu?

Upaya Mahathir Merangkul Sang
Mantan perdana menteri Malaysia Mahathir Mohamad bertemu dengan pemimpin oposisi yang dipenjara Anwar Ibrahim di pengadilan tinggi di Kuala Lumpur, Senin (5/9). [ANTARA FOTO/Reuters/Najwan Halimi]

tirto.id - Mahathir Mohamad kembali memantik sensasi dalam gelanggang politik Malaysia. Politikus senior itu muncul saat Anwar Ibrahim—rival politik terbesar dan mantan anak didiknya-- mendaftarkan gugatan ad interim terhadap National Security Council (NSC) Act 2016.

Ketegangan antara dua tokoh yang sudah 18 tahun tidak saling bertemu itu mendadak cair saat mereka berjabat tangan dan bertukar senyum. Konflik yang dimulai pada 3 September 1998—saat Mahathir memecat Anwar dari posisi Deputi Perdana Menteri-- seakan berakhir tepat tiga tahun dan tiga hari kemudian, pada 5 September 2016.

Mahathir hadir untuk menyatakan dukungannya terhadap gugatan Anwar. Ia berpendapat, NSC Act 2016 merupakan alat yang digunakan perdana menteri Malaysia saat ini, Najib Razak, untuk memberangus oposisi sekaligus mengaburkan keterlibatannya dalam skandal mega-korupsi di lembaga 1MDB. Uniknya, Mahathir pula yang bertanggung jawab terhadap naiknya Najib Razak sebagai perdana menteri menggantikan Abdullah Ahmad Badawi pada 2009.

Saat dikonfirmasi tentang pulihnya hubungan mereka, Mahathir terkesan menghindar.

“Saya tidak tahu-menahu tentang perkawanan, tetapi saya akui kalau saya berbicara kepadanya [Anwar],” paparnya sembari tertawa seperti dikutip dari Channel News Asia. “Saya bertemu dia dan berbicara panjang lebar tentang kegiatannya sehari-hari,” imbuh Mahathir.

Saat ini, Anwar Ibrahim tengah menjalani hukuman penjara setelah ia kembali dinyatakan bersalah atas kasus sodomi pada 2015.

Langkah Mahathir menemui Anwar terjadi di tengah-tengah serangkaian manuver politik yang dilancarkannya untuk menggusur kedudukan perdana menteri Najib Razak. Mahathir saat ini tengah berusaha membentuk aliansi politik dengan berbagai pihak, termasuk oposisi dan anggota UMNO – partai penguasa di Malaysia – untuk menurunkan Najib Razak.

Mahathir tidak main-main dengan rencananya. Ia bahkan menyatakan keluar dari UMNO yang turut dibesarkannya pada Maret 2016. Langkah ini diambil Mahathir setelah UMNO memecat anaknya, Mukhriz Mohamad, dari posisi Menteri Besar di negara bagian Kedah dan dari keanggotaan UMNO sendiri. Selain Mukhriz, UMNO juga memecat mantan deputi perdana menteri, Muhyiddin Yasin.

Saat ini, Mahathir berusaha membentuk aliansi politik baru dengan kedua tokoh tersebut. Ia membuka peluang bekerja sama dengan siapapun, sepanjang itu untuk menjungkalkan Najib Razak, seperti diungkapkannya kepada Telegraph.

Lingkaran utang budi di politik Malaysia

Mahathir Mohamad, Anwar Ibrahim, dan Najib Razak sebenarnya memiliki hubungan personal yang cukup dinamis. Dapat dikatakan bahwa ketiganya memiliki utang budi satu sama lain dalam hal meraih kekuasaan.

Anwar Ibrahim dan Najib Razak merupakan dua “pangeran” yang dipersiapkan oleh Mahathir untuk melanjutkan kepemimpinannya. Mahathir secara personal mengundang Anwar Ibrahim pada 1982 untuk bergabung dengan UMNO. Langkah ini terhitung mengejutkan, mengingat Anwar adalah aktivis Islamis dari organisasi ABIM (Angkatan Belia Islam Malaysia) yang cenderung dekat secara ideologis dengan PAS (Partai Islam Se-Malaysia), rival tradisional UMNO.

Mahathir seakan merancang jalan mulus untuk karir Anwar. Ia memberikan berbagai posisi strategis bagi Anwar di kabinetnya bahkan mengangkatnya sebagai Deputi Perdana Menteri. Sayangnya, kedua tokoh ini terlibat konflik saat Anwar menyatakan ketidaksetujuannya atas strategi Mahathir dalam menghadapi krisis ekonomi yang menyapu Asia Tenggara pada 1998. Anwar bahkan menyatakan, Mahathir memiliki peranan besar dalam krisis 1998.

Mahathir tentu saja tidak terima. Ia langsung memberhentikan Anwar dari posisinya dan mulai menghembuskan isu sodomi. “Saya tidak bisa menerima seorang penyodomi sebagai pemimpin negeri ini!, “ tegas Mahathir pada New York Times edisi September 1998.

Hubungan keduanya pun makin memburuk saat Anwar memilih menjadi pemimpin kubu oposisi yang amat vokal mengkritik Mahathir. Berbagai upaya dilakukan oleh Mahathir untuk menjatuhkan mantan “pangeran”-nya yang menjelma menjadi "malin kundang" itu, hingga akhirnya Anwar harus menghadapi hukuman penjara pada 1999 sampai 2004 akibat tuduhan sodomi.

Kisah berbeda ditempuh oleh Najib Razak. Sebagai anak dari perdana menteri kedua Malaysia, Abdul Razak, dan keponakan dari perdana menteri ketiga Malaysia, Husein Onn, Najib memiliki bibit politikus elit dalam darahnya.

Najib berhasil menjadi anggota parlemen termuda Malaysia pada usia 23 menggantikan ayahnya yang meninggal secara mendadak pada 1976. Selanjutnya, kepemimpinan Mahathir Mohamad memberikan banyak posisi strategis kepada Najib termasuk menteri telekomunikasi, menteri energi, menteri pendidikan, serta dua kali menjabat sebagai menteri pertahanan.

Karier Najib makin memuncak saat pada 2008. Saat itu, Mahathir Mohamad dan para petinggi UMNO “mengkudeta” perdana menteri Abdullah Badawi akibat turunnya suara UMNO pada pemilu 2008. Mahathir-lah yang kemudian mengangkat Najib sebagai perdana menteri sekaligus ketua UMNO pada 2009.

Peran Mahathir dalam lesatan karir Najib Razak dapat dipandang sebagai bentuk balas budinya terhadap ayah Najib, Abdul Razak. Abdul Razak adalah tokoh utama yang dahulu melambungkan karier politik Mahathir di UMNO. Seperti dipaparkan oleh Telegraph edisi Maret 2016, Abdul Razak pernah menyelamatkan karier politik Mahathir saat ia berseteru dengan Tunku Abdul Rahman, ketua pertama UMNO sekaligus perdana menteri pertama Malaysia.

Mahathir Mohamad dan Tunku Abdul Rahman telah berkali-kali berseteru sejak awal kemerdekaan Malaysia. Puncak perseteruan mereka terjadi pada akhir dekade '60an. Saat itu, Mahathir kerap mengkritik kebijakan Abdul Rahman yang gagal menghindari kerusuhan rasial pada 1963. Ia bahkan menulis surat pribadi—yang belakangan bocor ke publik-- demi melancarkan kritikannya. Langkah Mahathir memantik emosi Abdul Rahman yang akhirnya memecat Mahathir dari UMNO, bahkan hampir memerintahkan penangkapan terhadapnya.

Semua berubah pada 1970. Tunku Abdul Rahman akhirnya mengundurkan diri dan digantikan oleh Abdul Razak. Ayah Najib Razak ini kemudian memberikan berbagai jabatan strategis bagi Mahathir, termasuk kursi menteri pendidikan dan anggota Dewan Tertinggi UMNO. Karier politik Mahathir pun kembali melesat.

Mahathir kini tampaknya harus “melupakan” utang budinya kepada Abdul Razak demi menghadapi manuver politik Najib. Mahathir dalam banyak kesempatan terang-terangan mengaku bahwa ia kecewa terhadap kinerja anak didik yang sangat diharapkannya itu. Salah satu kekecewaan Mahathir dipantik oleh keputusan Najib membatalkan pembangunan jembatan antara Malaysia dan Singapura.

“Dia sebenarnya adalah harapan saya setelah Pak Lah [Abdullah Badawi] mengundurkan diri.Ia berjanji untuk membangun jembatan itu meskipun Singapura menentangnya. Tapi ia tidak membangunnya,” papar Mahathir kepada The Star.

Kerja sama setengah hati

Usaha Mahathir mendekati Anwar Ibrahim hanyalah salah satu dari sekian banyak caranya untuk menurunkan Najib dari tampuk perdana menteri. Dalam beberapa tahun terakhir, Mahathir telah menempuh berbagai jalan, mulai dari hadir di demonstrasi antikorupsi “Bersih” yang sempat ditentangnya, merancang gerakan Save Malaysia, hingga mengugat Najib secara terbuka di pengadilan.

Mahathir juga merancang serangkaian manuver politik termasuk dengan mendekati kelompok oposisi Pakatan Harapan—kelompok “titisan” dari koalisi oposisi Pakatan Rakyat pimpinan Anwar Ibrahim yang bubar pada 2015. Mahathir juga berusaha membangun kekuatan dengan tokoh-tokoh UMNO yang disingkirkan oleh Najib.

Komitmen Mahathir dalam menjalin kerja sama dengan kelompok oposisi sebenarnya masih harus dikritisi. Mahathir terkesan masih menjaga jarak dengan pihak oposisi, baik dari segi ideologis, maupun dari sisi basis identitas.

Dalam wawancara dengan Amrita Malhi dari Australia National University dalam New Mandala, Mahathir mengakui bahwa dirinya akan tetap menjaga jarak dengan pihak oposisi. Ia mengaku, satu-satunya hal menghubungkan dirinya dengan kelompok oposisi adalah kepentingan untuk menjatuhkan Najib Razak.

“Masih banyak figur di UMNO yang, bisa saya katakan, masih memandang saya sebagai tokoh senior. Dan ini membuat saya tidak bisa sekonyong-konyong bersekutu dengan para oposisi terkecuali mereka dapat sedikit mengubah diri mereka,” paparnya.

Saat diminta untuk menjelaskan apa yang harus diubah dari pihak oposisi, Mahathir mengacu kepada permasalahan identitas dan ras yang selama ini memang mempengaruhi perpolitikan Malaysia.

“Saya belum bisa mengidentifikasikan diri saya dengan 'cara pandang ala Cina' yang dianut oleh DAP,” papar Mahathir. DAP atau Democratic Action Party merupakan partai yang didirikan dan mayoritas memiliki anggota dari ras Cina. Partai ini dikenal selalu berseberangan dengan Mahathir selama ia bergabung dengan UMNO. Di sisi lain, ras Cina dan ras Melayu (selaku pendukung utama UMNO) memiliki sejarah konflik yang bertahan hingga saat ini.

Mahathir terkesan masih bermain aman dalam menyikapi interaksinya dengan pihak oposisi. Ia sangat menghindari manuver politik yang dapat membuat citranya diserang oleh UMNO atau unsur-unsur dari Barisan Nasional selaku pendukung utama rezim Najib Razak.

“Saya hanya bekerja sama dengan mereka [oposisi] dalam satu isu: Najib. Saya tidak akan mengikuti ideologi mereka, perjuangan mereka, dan hal-hal sejenisnya. Saya tegaskan kepada mereka, jika kalian tidak menyingkirkan Najib, tidak ada ceritanya agenda-agenda kalian akan tercapai, karena Najib pasti akan menghalanginya!,” tandas Mahathir.

Mahathir juga terkesan menjaga jarak dengan gerakan-gerakan pro demokrasi seperti Bersih 4. Meskipun ia pernah mendatangi demonstrasi Bersih 4, namun ia jarang menghabiskan banyak waktu di sana. Mahathir sejauh ini juga tidak (atau belum) menjajaki koalisi dengan gerakan ini.

Hal ini dapat dipahami karena sebagian besar peserta Bersih 4 menganggap bahwa sistem korupsi yang berjalan di masa Najib merupakan warisan dari rezim Mahathir sendiri. Tak heran, demonstran Bersih 4 selalu meminta Mahathir untuk mengakui dan meminta maaf atas hal ini.

Manjit Bhatia dari lembaga riset politik Asia Risk merupakan salah satu pihak yang cukup skeptis dengan peran Mahathir dalam upaya menggulingkan Najib. Ia menganggap, Mahathir tidak memiliki komitmen penuh terhadap demokrasi, namun hanya sebatas mempersiapkan jalan kekuasaan bagi generasi UMNO yang dekat dengannya, khususnya sang putra biologis, Mukhriz Mohamad.

“Mahathir adalah orang terakhir yang peduli dengan demokrasi, keadilan, dan hukum yang tidak hanya bersandar kepada demagogi semata. Ia selanjutnya akan mempertahankan sistem kapitalis ersatz yang berbasiskan kepada hubungan dengan kroni-kroninya, dibandingkan menyelamatkan Malaysia dari Najib,” paparnya kepada New Mandala.

Keterlibatan Mahathir dalam proses demokrasi untuk menggulingkan Najib Razak patut diapresiasi. Namun, publik Malaysia sendiri harus tetap kritis terhadap langkah-langkah yang diambil sang mantan perdana menteri. Kerja sama antara Mahathir dan Anwar bisa saja digunakannya sebagai alat untuk mendongkel Najib sekaligus mengamankan kepentingannya semata.

Langkah Mahathir dalam mendekati Anwar Ibrahim—sebagai tokoh politik yang memiliki reputasi sangat baik di dalam negeri maupun luar negeri—bisa saja diarahkan untuk mencuci segala citra negatif yang selama ini melekat di diri Mahathir.

Baca juga artikel terkait MALAYSIA atau tulisan lainnya dari Putu Agung Nara Indra

tirto.id - Politik
Reporter: Putu Agung Nara Indra
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti