Menuju konten utama

Kun Wardana Bicara Adab, Jiwa, dan Program Jakarta Tidak Lapar

Berlaga di Pilkada Jakarta 2024 lewat jalur independen dengan Dharma Pongrekun, Kun Wardana menawarkan program-program "nyeleneh". Akankah warga tertarik?

Kun Wardana Bicara Adab, Jiwa, dan Program Jakarta Tidak Lapar
Header Wansus Kun Wardana. tirto.id/Tino

tirto.id - Pilkada Jakarta 2024 menjadi salah satu pemilihan kepala daerah banyak disorot. Tak hanya menampilkan sejumlah nama beken yang diusung oleh sejumlah partai, Pilkada Jakarta kali ini juga menghadirkan Dharma Pongrekun-Kun Wardana yang maju sebagai calon independen.

Calon Wakil Gubernur nomor urut 2, Kun Wardana, mengatakan menjadi calon independen adalah keuntungan, sebab jika terpilih jalur non partai dapat leluasa bekerja untuk seluruh kepentingan masyarakat Jakarta.

“Kita percaya bahwa kerja konkret untuk Jakarta itu bila tidak ada tekanan politik dan lain-lain, mungkin jauh lebih cepat dan jauh lebih konkret ya. Makanya kami memberanikan diri untuk masuk melalui [jalur] independen,” ujarnya dalam Podcast For Your Politics di kantor Tirto, Jakarta.

Kun Wardana optimistis bisa memenangkan hati masyarakat Jakarta. Apalagi, kata dia, dirinya memiliki sejumlah program unggulan untuk menyejahterakan warga Jakarta. Salah satunya adalah program Jakarta Tidak Lapar.

Kun juga mengaku akan mewujudkan masyarakat Jakarta yang beradab lewat program-program yang digagasnya bersama Dharma Pongrekun.

Lantas, bagaimana mekanisme mewujudkan masyarakat Jakarta yang beradab? Hingga program-program unik lainnya? Simak pertikan wawancara Tirto dengan Kun Wardana berikut:

Kenapa memilih jalur independen?

Ya, karena kami percaya bahwa kerja konkret untuk Jakarta itu bila tidak ada tekanan politik dan lain-lain mungkin jauh lebih cepat dan jauh lebih konkret ya. Makanya kami memberanikan diri untuk masuk melalui [jalur] independen. Berkoalisinya bersama masyarakat, bersama rakyat. Dan karena tadi tidak berhubungan dengan partai politik dan lain-lain, jadi kita bisa lebih mengaktualisasikan pemikiran dan gagasan untuk kerja konkret bagi para warga Jakarta.

Kenapa memilih Pak Dharma sebagai pasangan?

Ya, mungkin itu sudah jalannya seperti itu. Ada satu hal yang kami memiliki frekuensi yang sama, yaitu adab. Ini luar biasa. Bagi saya setelah sekian lama melewati berbagai pengalaman, saya melihat bahwa adab itu suatu hal yang paling utama.

Dan kita memiliki Pancasila yang luar biasa. Suatu platform yang kita ingin jadikan betul-betul terimplementasikan di dalam setiap sendi kehidupan. Bahkan kami ingin menjadikan Pancasila ini platform untuk regional dan juga internasional.

Kenapa akhirnya sangat berani untuk [maju lewat jalur] independen? Kenapa nggak nyoba dulu di pilwalkot mungkin? Di Pilbup gitu? Apa ada sesuatu yang dikejar?

Saya melihat Jakarta ini sebagai barometer bagi provinsi-provinsi lain. Otomatis kalau kami bisa menerapkan program yang baik, khususnya bagi peningkatan adab masyarakat atau rakyat Jakarta, otomatis ini bisa menjadi inspirasi bagi provinsi-provinsi lain.

Dan diharapkan nanti adab yang berbasiskan gotong royong ini bisa diimplementasikan dengan sebaik-baiknya. Karena kan budaya asing ini sudah merebak ke berbagai masyarakat, dari kalangan atas sampai kalangan bawah.Dan kami ingin mengembalikan lagi adab yang sebenarnya. Adab gotong royong untuk masyarakat Jakarta dan Indonesia secara umum.

Mewujudkan kota yang beradab itu menurut Anda seperti apa?

Adab itu misalnya hal yang sederhana ya, kalau saat ini ada orang yang sulit, atau kita lihat aja di jalan ada orang yang kesulitan, kita mau nolong gak sih orang-orang yang kesulitan itu? Kita bisa dikatakan 70 persen dari warga Jakarta hidup di kalangan bawah. Nah, sekarang bagaimana kalangan bawah ini bisa naik ke atas? Tentunya butuh suatu gotong royong kolaborasi bagi semuanya. Sehingga dengan hal ini, dengan bagaimana kita bisa bersatu, semua permasalahan bisa ada solusinya.

Pertama kali ketemu Pak Dharma kapan? Apakah sudah lama kenal dengan Pak Dharma?

Tahun lalu. Sebetulnya ya kalau dilihat belum lama sekali ya. Tapi walaupun setahun kami frekuensinya sama, jadi kami memiliki visi-misi yang nanti kami akan terapkan untuk program-program khusus bagi para warga Jakarta.

Waktu awal pertemuan pertama kali pembahasannya soal apa?

Jadi kami waktu itu memang sangat concern dengan agenda-agenda global. Kami sama-sama di forum negarawan, ada program yang kami lihat bisa berdampak negatif bagi warga di Indonesia. Contohnya penyebaran nyamuk Wolbachia pada saat itu. Kami yang mencari semua informasi terkait itu dan rekomendasi bahwa itu harus dikaji ulang. Harus dilihat bagaimana dampak negatifnya bukan hanya untuk manusia, tetapi juga terhadap lingkungan.

Sebenarnya banyak hal yang harus menjadi perhatian, tetapi seolah-olah ini seperti percepatan, padahal pengkajiannya belum dilakukan secara maksimal. Nah untuk itu, kami merekomendasikan untuk mengkaji ulang. Karena begitu ada risiko tidak dibalikan lagi. Untuk menjaga resiko itulah yang kami sangat concern.

Terkait visi misi, dalam Jakartaku Aman ada salah satu program [bernama] Jakarta Tidak Lapar, betul nggak?

Iya. Jadi “Jakartaku Aman” harus melalui proses adab. Nah, adab itu bisa terjadi kalau kita tuh tidak lapar. Dompet kita isi dan kita memiliki kebiasaan atau budaya gotong royong.

Di Jakarta, wilayah mana menurut Anda berdua yang masih kelaparan? Apakah masih sebesar itu kelaparan di Jakarta?

Kalau kami blusukan ke tempat-tempat ya misalnya di utara, di daerah Cilincing, Tanjung Priok, kami melihat masih banyak masyarakat yang memiliki permasalahan dari sudut pandang ekonomi. Tekanan ekonomi sangat tinggi. Bahkan waktu kami ke sana, saya tanya siapa yang punya HP? Banyak yang tidak punya HP. Banyak yang tidak mendapatkan informasi dan lain-lain. Dan nggak di situ saja, di berbagai wilayah di DKI Jakarta tidak memiliki itu.

Kami melihat 70 persen warga Jakarta masih di kalangan bawah. Apalagi pendidikan yang rata-rata SD, SMP, SMA. Ini juga kami ingin angkat mereka sisi pendidikannya, kesehatannya, dan kesejahteraannya. Itu tiga hal yang sangat penting.

Kun Wardana

Kun Wardana. tirto.id/andhika Krisnuwardhana

Masih fokus pada [program] “Jakarta Tidak Lapar. Apa yang akan dilakukan Anda dan Pak Dharma ke depannya?Apa yang membedakan?Karena kita sudah ada program makan gratis miliknya Pak Prabowo.

Ya, “Jakarta Tidak Lapar” itu yang pertama pangan murah. Jadi, akses untuk bahan-bahan pokok kan juga harga meningkat. Kami ingin memberikan akses itu. Yang kedua, kan itu harus dibeli. Berarti mereka harus punya pendapatan. Sedangkan tingkat pengangguran di DKI juga signifikan. Dan andaikan mereka bekerja, banyak dari mereka tidak mendapatkan batas minimal upah minimum.

Untuk itu kami akan buka lapangan pekerjaan sebanyak mungkin untuk mereka agar semuanya itu bisa bekerja. Salah satu untuk percepatannya itu adalah memberikan infrastruktur digital. Karena kita saat ini sudah berada di era digital. Kita bisnis dalam bentuk digital. Kemudian berdagang dalam bentuk digital. Belajar atau mendapatkan pelatihan dalam bentuk digital. Jadi semuanya ini dalam bentuk digital. Nah, untuk itu permasalahan yang ada saat ini kuota.

Coba kita nonton YouTube misalnya dengan 1 gigabyte, ini kan kuota cepat habis. Kalau kita nonton [lewat] handphone misalnya. Nah, hal ini yang kami lihat dari masyarakat dan misalnya anak-anak juga ingin koneksi ke internet, dia minta orang tuanya. Dan itu lumayan, pulsa dia minta kuota itu bisa Rp500 ribu, Rp1 juta, bahkan lebih dari Rp1 juta per bulan.

Nah, sekarang supaya ada kesetaraan, permasalahannya kalau ada orang yang mendapatkan informasi, [dan] ada sebagian orang yang tidak mendapatkan informasi. Jadi otomatis yang mendapatkan informasi dia akan lebih sejahtera karena dia cepat. Karena informasi kan cepat sekali, dia bisa mendapatkan pendidikan, pelatihan, atau dia bisa melakukan atau bekerja secara online, atau berusaha dengan menggunakan fasilitas digital dengan pasar yang begitu besar.

Sedangkan ini dia nggak memiliki itu. Makanya kami ingin setarakan. Karena kami meyakini begitu ini nggak setara, kesenjangan sosial tambah tinggi. Nah, sekarang infrastruktur digital ayo semua masyarakat, jadi bukan hanya milenial dan gen Z saja, tetapi juga para lansia. Kami harapkan juga mereka bisa melek digital. Tetapi nanti tentunya kami lakukan pelatihan-pelatihan disesuaikan dengan kemampuan, usia, dll.

Tapi yang penting mereka ujung-ujungnya bisa memiliki penghasilan. Jadi, pangan murah, bahan pokok, dll itu bisa terjangkau oleh mereka. Dengan uang kan mereka bisa menghilangkan stres. Apalagi mereka sudah terjerat dengan utang, apalagi pinjol. Nah, ini jiwa-jiwa mereka jadi terganggu. Kami ingin berikan solusi untuk menyelamatkan jiwa keluarga.

Skemanya bagaimana? Ke depannya apakah sudah ada koordinasi soal pangan murah?

Kami terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, khususnya bagi warga kami [akan] berikan akses untuk pangan murah. Yang kedua, kami melihat banyak yang mengeluh mengenai Kartu Jakarta Pintar (KJP). Nah, kami akan tingkatkan KJP itu dan akan menjamin KJP terus diberlakukan bagi warga Jakarta.

Dan layanan publik nanti masyarakat memberikan aspirasi, kami akan tanggapi secara cepat. Karena nanti semuanya sudah bisa terkoneksi, makanya akan jauh lebih mudah kami memberikan informasi. Bahkan informasinya kami lebih proaktif, bukan lagi reaktif. Jadi hal-hal seperti KJP, lansia, dan lain-lain itu bisa segera kami selesaikan.

Anda juga punya program [akan] membagikan kuota gratis, internet gratis ke tiap-tiap rumah 100 Mbps?

Dulu kami menganggap makanan primer, kemudian baju [juga] sebagai kebutuhan primer, kemudian rumah. Nah, sekarang kuota, karena memang banyak dibutuhkan informasi, ini menjadi kebutuhan primer. Dan jangan lupa mendapatkan informasi itu adalah hak asasi yang ada dalam Undang-Undang Dasar. Bahwa warga berhak untuk bisa berkomunikasi dan mendapatkan informasi.

Skemanya seperti apa?

Kalau kalangan menengah atas ya tentunya mereka ingin lebih cepat, lebih baik bandwidth-nya, silahkan aja. Ada [juga] yang dengan 1 gb mereka bisa melakukan pembayaran. Jadi kami konsepnya berkolaborasi dengan swasta untuk pelaksanaan ini. Tetapi prinsipnya adalah tidak ada yang dirugikan. Semua mendapatkan benefit. Jadi yang kami sasar ini adalah mereka yang memang tidak terkoneksi.

Titik fokusnya di lokasi mana?

Di mana saja. Kami menawarkan kepada semua warga Jakarta. Andaikan ada yang nggak mau, ya nggak apa-apa. Tapi semua yang mau ya kami akan berikan. Dan tentunya ini juga ada efek negatif. Nah, kami juga sudah pikirkan semua efek negatif. Mulai dari tadi penggunaannya ya.

Makanya kami sudah memikirkan pusat komunitas masyarakat, pemberdayaan guru honorer, sebagai tim pembina adat, regulasi-regulasi yang memagari bahwa konten positif yang harus diprioritaskan untuk warga. Kemudian masih banyak lagi. Nanti kami monitoring, evaluasi traffic-nya sehingga bisa tepat sasaran.

Jadi potensi-potensi itu akan bergerak terus. Dan kami juga akan mendorong warga Jakarta untuk bisa berkreasi. Jadi di sana ada lapangan kerja kalau mereka bisa bekerja secara online, digital. Kalau dia mau buat usaha, fasilitas-fasilitas itu bisa digunakan oleh mereka.

Dan yang ketiga lapangan kreativitas. Sekian banyak ada 17 subsektor untuk kreativitas itu bisa dimanfaatkan oleh warga. Misalnya nyanyi. Saya pernah sampaikan pengamen sekarang kan hasilnya sudah digital. Penghasilannya luar biasa, ditonton oleh sekian banyak orang. Kalau dia berpotensi, kenapa tidak dia nanti bisa jadi penyanyi besar. Dan masih banyak lain potensi-potensi lain.

Pagar regulasinya seperti apa supaya merata?

Pagar regulasinya tentu untuk penggunaan-penggunaan yang positif. Kemudian yang kedua, nanti kami juga memprioritaskan adab. Karena tidak bisa kita jomplang dengan terbukanya infrastruktur internet ini. Kalau adab masih di bawah kan juga bahaya. Justru itu kita harus meningkatkan.

Jadi literasi digital yang kami akan lakukan pembinaan kepada mereka harus berbasis adab. Jadi ada adabnya di situ, pendidikan budi pekerti. Jadi setiap konten yang ada harus berbasis adab. Norma-norma yang ada di kita. Norma-norma Pancasila gotong royongnya.

Tapi pemerintah kan sudah punya program seperti wifi gratis di beberapa titik di Jakarta. Jak Wifi gitu. Nah, itu gimana caranya supaya nggak tumpang tindih?

Nggak tumpang tindih. Kami melengkapi. Jadi apa yang sudah dilakukan, yang sudah bagus dilakukan oleh gubernur sebelumnya, kami akan lanjutkan. Dan kalau misalnya warga Jakarta mau keluar gitu ya dia perlu bersosialisasi, silakan menggunakan. Dia bisa menggunakan wifi di fasilitas umum dan lain-lain. Kami nanti akan berdayakan terus, kami maintain, kami pelihara supaya semua koneksi bisa berjalan dengan sebaik mungkin.

Masih ada beberapa internet yang tidak berjalan, dan masyarakat juga belum menerima manfaat dari kehadiran internet di beberapa titik. Anda melihat itu juga nggak?

Jadi kuncinya gini, kalau sementara ini pemberdayaannya masih kurang, kami lakukan pembinaan. Bagi orang-orang yang berpotensi, mereka punya potensi tapi potensinya itu tidak termanfaatkan. Nah sekarang mereka bisa buat konten-konten, kita berikan hosting gratis selama dua tahun sampai dia bisa maju. Jadi kalangan pemula untuk usaha yang kami bisa berikan sampai nanti dia maju. Khususnya bagi warga yang ber-KTP Jakarta.

Deklarasi Kampanye Pilkada DKI Jakarta 2024

Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Dharma Pongrekun-Kun Wardana memberikan keterangan pers usai deklarasi kampanye Pilkada DKI Jakarta 2024 damai di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, Selasa (24/9/2024). (Tirto.id/Yohanes Hasiholan)

Beberapa waktu lalu Anda juga punya program menangani masalah banjir. Nah, itu kan masalah klasik banget di Jakarta. Anda sempat bilang punya program untuk memindahkan awan. Itu seperti apa sebenarnya?

Sebetulnya bukan teknologi baru ya, [ini] teknologi lama dan banyak negara sudah menggunakannya. Banyak cara untuk bisa memindahkan awan. Pertama, tentunya yang konvensional sekali itu penyemaian awan.

Ada beberapa zat yang digunakan disebar. Ini kan ada pro dan kontra, dari sudut pandang lingkungan dan lain-lain. Tapi sekarang dengan kemajuan teknologi banyak cara-cara lain. Saya pikir bisa di-googling atau dilihat di internet. Nah, salah satunya itu adalah penggunaan gelombang elektromagnetik. Ada juga menggunakan kincir dan berbagai teknologi lain.

Intinya begini, kalau curah hujannya cukup tinggi, kami sudah mendapatkan prediksi, jadi informasi lebih dini. Jadi kalau memang sangat ekstrem, maka kami bisa melakukan berbagai cara tadi. Untuk misalnya memindahkan atau memecah, sehingga tidak lagi terkonsentrasi ke satu titik. Mungkin bisa dibagi ke berbagai wilayah, khususnya tempat-tempat yang saluran kanalnya cukup baik.

Memang perlu ada komunikasi antara pusat dan daerah untuk bisa menerapkan berbagai inovasi-inovasi tadi. Tapi yang jelas gini, ini masalah lama sebetulnya. Jadi apa yang dilakukan gubernur-gubernur sebelumnya yang sudah sangat bagus, kami akan teruskan. Itu yang pasti.

Kemudian untuk isu lain, seperti pendidikan, ekonomi, dan budaya, punya program-program apa?

Nanti ekonomi juga kami ingin lebih ke arah bagaimana peningkatan, nanti ujung-ujungnya bisa gotong royong. Kalau pengusaha, kami ingin mengarahkan mereka menjadi social entrepreneurship. Artinya, saya misalnya berusaha mendapatkan keuntungan. Kalau dia sudah mapan, kenapa enggak hasil ini juga bisa dirasakan untuk yang lainnya.

Misalnya program-program CSR, kita akan optimalkan. Dia menjadi bapak asuh bagi paraUMKM. Misalnya, orang-orang yang ingin mengembangkan seni budaya, dia juga bisa di-link-kan ke sana. Jadi nggak melulu hanya untuk profit, profit, dan profit. Tetapi juga bagaimana ayo semua bisa maju bersama, saling menyejahterakan satu sama lain.

Jakarta kan salah satu kota yang pendapatannya tertinggi, tapi masih banyak masyarakatnya yang depresi. Itu soal kesehatan mental. Ada program buat kesehatan mental masyarakat?

Mungkin yang utama sekarang masyarakat, coba ya kita lihat secara umum. Banyak yang takut di PHK. Kadang-kadang ya dengan perkembangan teknologi yang ada, ini bisnis berubah secara cepat. Sehingga sering kali perusahaan melakukan perubahan yang sangat cepat. Dan perubahan yang sangat cepat ini yang menjadi korban kan para pekerja. Tiba-tiba ter-PHK. Kadang-kadang dikasih tahu seminggu [sebelumnya]. Kadang-kadang bahkan bisa sehari sebelumnya. Makanya itu yang disebut sebagai forced dismissal. Jadi PHK tetapi dipaksakan.

Coba kebayang sianya udah nggak muda lagi. Usia mungkin udah 50 tahun atau 45 tahun atau 40 tahun. Terus dia di-PHK, mau kerja lagi nggak bisa. Karena syarat usia kerja itu 25 tahun atau berapa gitu ya. Nah, coba mereka gimana? Stres gak saya tanya. Sedangkan mereka harus menghidupi anak istrinya.

Nah, stres ini muncul bertubi-tubi setelah banyak sekali PHK di mana-mana. Khususnya yang tadi mereka sudah nyaman sebagai pegawai tetap permanen yang mendapatkan jaminan sosial, jaminan pekerjaan, upah yang layak. Begitu dia di-PHK. Aduh gimana ya.

Kemudian tekanan ekonomi. Banyak orang berutang. Itu kan stres dikejar-kejar debt collector. Apalagi kalau pinjol diinformasikan ke teman-teman. Itu stres yang luar biasa. Apalagi sekarang sudah sangat mudahnya orang mem-bully, melakukan kekerasan satu sama lain. Itu jiwa jadi rusak karena itu.

Nah, kami ingin menyelamatkan jiwa-jiwa ini. Kita gak akan bisa produktif kalau kesehatan fisik dan mental terganggu. Makanya kami akan bangun adab. Itu salah satunya. Kalau ada orang bermasalah ya kenapa misalnya kita don't care atau kita tidak peduli. Justru kepedulian itu [harus] kita lakukan.

Makanya nanti konten-konten berbasis adab ini kami akan buatkan. Jangan konten-konten luar yang membuat kita konsumtif. Ini yang merasuki khususnya warga di Jakarta. Tetapi kami ingin ada konten-konten yang membuat kita produktif.

Di luar misalnya kayak boneka labu-bu gitu ya. Kalau misalnya di luar itu sangat terkenal, kenapa kita gak bisa membuat boneka ondel-ondel apa segala macam yang bisa go global? Dan saya yakin masyarakat di sini sangat kreatif. Saya meyakini itu. Begitu nanti investasi digital mulai berjalan, ini kreatifitas akan muncul. Saya yakin bahwa ini akan membangun ekonomi Jakarta.

Menurut Anda gimana caranya menarik atau meningkatkan daya tarik bisnis di Jakarta setelah tak lagi jadi ibu kota?

Tentunya memang ada pembangunan fisik ya, tata kota, untuk meningkatkan kenyamanan, dan lain-lain. Nah, semua pembangunan fisik ini kami lakukan. Tetapi jangan lupa juga pembangunan jiwa, pembangunan adab tadi. Jadi ini harus beriringan satu sama lain. Dan kami menginginkan bahwa pembangunan ekonomi, pembangunan fisik, tidak hanya dinikmati oleh segelintir warga di Jakarta. Tetapi semua merata dan tidak ada yang boleh ketinggalan.

Nah, saya melihat infrastruktur digital ini bisa menjadi daya tarik. Tadi kan daya tarik bisnis yang ada. Kalau ini partisipasinya sudah semakin tinggi, khususnya juga partisipasi di bidang-bidang yang positif, yang kreatif, yang produktif, maka ini akan berbeda nanti. Akan sangat berbeda lingkungannya.

Dan ini ada satu hal yang penting. Kami nanti di dalam regulasi, [akan] mendorong karya anak bangsa. Sementara ini kan software, aplikasi, kita ambil dari India, dari luar negeri. Sekarang kami melihat banyak potensi anak bangsa bisa membangun itu. Bukan hanya software, bahkan juga hardware. Anak-anak bangsa bisa membangun suatu platform, ya.

Jadi memang ada empat hal ya. Mulai dari perangkat, jaringan, platform, dan aplikasi. Kami mengharapkan ini bisa menggunakan hasil dari anak-anak bangsa. Nanti di dalam regulasi kami akan mendorong itu. Mendorong karya-karya anak bangsa, kalau misalnya ada yang dari luar, kami akan coba saring. Dan kita bisa mengikuti pola-pola seperti ATM: amati, tiru, modifikasi. Jadi kita bisa melakukan reverse engineering.

Berarti perwujudan kota beradab itu salah satunya melalui digitalisasi, konten-konten yang positif, atau ada yang lainnya?

Memang kami selalu mengarahkan konten-konten positif. Jadi tugasnya tim pembina adab ini yang nanti akan memastikan itu.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Politik
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Irfan Teguh Pribadi